Tamiang Layang (ANTARA) - Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah, Simon Biring membenarkan adanya penolakan dari waga Desa Jaar RT 11 Kecamatan Dusun Timur, terhadap wacana menjadikan rumah susun sederhana sewa sebagai lokasi isolasi bagi pasien COVID-19.
"Mereka tidak setuju dengan rencana Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Bartim menjadikan rusunawa itu sebagai tempat karantina pasien COVID-19,” kata Simon melalui telepon genggam di Tamiang Layang, Sabtu.
Dikatakan, wacana menjadikan rusunawa sebagai ruang isolasi bagi pasien COVID-19 muncul karena ruang isolasi pada RSUD Tamiang Layang hanya tersedia 10 ruang saja. Ditinjau dari jarak rusunawa dengan rumah warga pun menjadikan rusunawa sangat strategis untuk dijadikan ruang perawatan isolasi bagi pasien COVID-19.
Sementara, jara antara rusunawa dengan pemukiman warga sangat jauh, bahkan hingga radius 50 meter, sehingga sangat tidak memungkinkan terjadi penularan COVID-19 seperti yang dikhawatirkan warga.
"Saat ini RS Doris Sylvanus juga penuh. Jika ruang isolasi pada RSUD Tamiang Layang penuh, maka perlu solusi yakni ruang isolasi tambahan. Tapi kita sudah sosialisasikan namun tetap ditolak warga," kata Simon.
Kepala Dinkes Bartim itu pun berharap warga bisa berubah pikiran dan mendukung Pemkab Bartim dalam menyelamat nyawa sesame warga Bartim, dimana tugas dari petugas kesehatan Pemkab Bartim berupaya menyelamatkan terhadap warga yang tertular COVID-19.
Meski begitu, dengan adanya permasalahan penolakan ini, pihaknya akan menyampaikan laporan Kepada Bupati Barito Timur Ampera AY Mebas selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Bartim.
Baca juga: Satu keluarga dari Bartim dikarantina di Banjarmasin
"Kami mengharapkan ada solusi terbaik. Kalau tidak ada tempat isolasi maka dikembalikan isolasi atau karantina secara mandiri di rumah masing-masing. Resikonya yakni terjadinya pelonjakan warga terpapat COVID-19," kata Simon.
Dicontohkan Simon, semisal ada satu orang dari satu keluarga yang terpapar COVID-19 dengan status positif kemudian diminta karantina mandiri karena tidak ada ruangan isolasi, maka secara otomastis akan bisa menularkan kepada keluarganya.
"Minimal isteri atau anak, sehingga kemungkinanya dalam satu rumah akan ada tiga warga yang terpapar COVID-19. Ini akan menjadi lonjakan nantinya," kata Simon.
Sementara itu, Kepala Desa Jaar Arponi, membenarkan terjadi penolakan saat ada pertemuan di Balai Desa Jaar yang dilaksanakan pada Kamis (25/6) kemarin.
"Hasil pertemuan tersebut, warga RT 11 menyatakan menolak," singkat Arponi.
Baca juga: Calon Sekda Bartim diusulkan ke KASN
Baca juga: Pemkab Bartim salurkan insentif untuk guru mengaji
Baca juga: Jaksa di Bartim bebas COVID-19
Baca juga: Bupati intruksikan seluruh perusahaan di Bartim tetap perketat protokol kesehatan
"Mereka tidak setuju dengan rencana Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Bartim menjadikan rusunawa itu sebagai tempat karantina pasien COVID-19,” kata Simon melalui telepon genggam di Tamiang Layang, Sabtu.
Dikatakan, wacana menjadikan rusunawa sebagai ruang isolasi bagi pasien COVID-19 muncul karena ruang isolasi pada RSUD Tamiang Layang hanya tersedia 10 ruang saja. Ditinjau dari jarak rusunawa dengan rumah warga pun menjadikan rusunawa sangat strategis untuk dijadikan ruang perawatan isolasi bagi pasien COVID-19.
Sementara, jara antara rusunawa dengan pemukiman warga sangat jauh, bahkan hingga radius 50 meter, sehingga sangat tidak memungkinkan terjadi penularan COVID-19 seperti yang dikhawatirkan warga.
"Saat ini RS Doris Sylvanus juga penuh. Jika ruang isolasi pada RSUD Tamiang Layang penuh, maka perlu solusi yakni ruang isolasi tambahan. Tapi kita sudah sosialisasikan namun tetap ditolak warga," kata Simon.
Kepala Dinkes Bartim itu pun berharap warga bisa berubah pikiran dan mendukung Pemkab Bartim dalam menyelamat nyawa sesame warga Bartim, dimana tugas dari petugas kesehatan Pemkab Bartim berupaya menyelamatkan terhadap warga yang tertular COVID-19.
Meski begitu, dengan adanya permasalahan penolakan ini, pihaknya akan menyampaikan laporan Kepada Bupati Barito Timur Ampera AY Mebas selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Bartim.
Baca juga: Satu keluarga dari Bartim dikarantina di Banjarmasin
"Kami mengharapkan ada solusi terbaik. Kalau tidak ada tempat isolasi maka dikembalikan isolasi atau karantina secara mandiri di rumah masing-masing. Resikonya yakni terjadinya pelonjakan warga terpapat COVID-19," kata Simon.
Dicontohkan Simon, semisal ada satu orang dari satu keluarga yang terpapar COVID-19 dengan status positif kemudian diminta karantina mandiri karena tidak ada ruangan isolasi, maka secara otomastis akan bisa menularkan kepada keluarganya.
"Minimal isteri atau anak, sehingga kemungkinanya dalam satu rumah akan ada tiga warga yang terpapar COVID-19. Ini akan menjadi lonjakan nantinya," kata Simon.
Sementara itu, Kepala Desa Jaar Arponi, membenarkan terjadi penolakan saat ada pertemuan di Balai Desa Jaar yang dilaksanakan pada Kamis (25/6) kemarin.
"Hasil pertemuan tersebut, warga RT 11 menyatakan menolak," singkat Arponi.
Baca juga: Calon Sekda Bartim diusulkan ke KASN
Baca juga: Pemkab Bartim salurkan insentif untuk guru mengaji
Baca juga: Jaksa di Bartim bebas COVID-19
Baca juga: Bupati intruksikan seluruh perusahaan di Bartim tetap perketat protokol kesehatan