Washington (ANTARA) - Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyebut ledakan dahsyat yang mengguncang Ibu Kota Beirut "tampak seperti serangan yang mengerikan," menunjukkan bahwa peristiwa itu adalah pemboman, bukan kecelakaan.
Ditanya oleh seorang reporter di Gedung Putih, Selasa (4/8), mengenai penilaiannya bahwa ledakan itu adalah serangan dan bukan kecelakaan, Trump mengatakan "tampaknya seperti itu berdasarkan ledakan".
"Saya bertemu dengan beberapa jenderal besar kita, dan mereka sepertinya merasa begitu. Ini bukan semacam jenis ledakan manufaktur," kata Trump.
"Mereka akan lebih paham daripada saya, tetapi mereka tampaknya berpikir itu adalah serangan, itu semacam bom," ia melanjutkan.
Pihak berwenang Lebanon mengatakan kebakaran di sebuah gudang yang berisi bahan peledak di Pelabuhan Beirut menyebabkan ledakan besar, yang meratakan bangunan tiga lantai dan terdengar di seluruh kota dan pinggirannya.
Baca juga: Trump ancam blokir TikTok jika tidak dijual pada perusahaan AS
Trump menyampaikan simpati terdalam AS kepada rakyat Lebanon, yang berdasarkan laporan menyatakan bahwa banyak orang terbunuh akibat peristiwa itu.
"Doa kami ditujukan kepada semua korban dan keluarga mereka. Amerika Serikat siap membantu Lebanon. Kami akan berada di sana untuk membantu," ujar Trump.
Menteri Kesehatan Lebanon Hamad Hasan mengatakan pada Rabu pagi bahwa jumlah kematian telah meningkat menjadi 63 dan lebih dari 3.000 orang telah terluka.
Banyak korban masih terjebak di bawah puing bangunan ketika petugas penyelamat berusaha menjangkau mereka.
Gubernur Beirut Marwan Abboud menangis ketika berbicara kepada wartawan di lokasi ledakan, membandingkan ledakan itu dengan pemboman nuklir yang mengerikan di kota-kota Jepang, Hiroshima dan Nagasaki pada 1945.
Baca juga: Trump merasa tak keberatan jika Microsoft beli TikTok
Ledakan itu terjadi pada saat yang sensitif, hanya beberapa hari sebelum Pengadilan Khusus PBB untuk Lebanon dijadwalkan mengumumkan putusannya dalam kasus pembunuhan mantan Perdana Menteri Lebanon Rafik Hariri, yang tewas dalam ledakan besar di Beirut pada 2005.
Negara ini juga bergulat dengan krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade, dan, seperti banyak dunia, sedang menghadapi pandemi virus corona.
Sumber yang dekat dengan Hizbullah membantah tuduhan bahwa ledakan besar-besaran di Beirut adalah serangan oleh Israel terhadap gudang senjata mereka.
Para pejabat Israel, yang berbicara kepada media lokal dengan syarat anonim, membantah keterlibatan Israel dalam tragedi itu, mengatakan ledakan itu bisa saja kecelakaan.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Dinilai memata-matai AS, Donald Trump perintahkan TikTok dilepas dari perusahaan induk China
Baca juga: Trump sarankan tunda pilpres, dolar 'tergelincir'
Baca juga: Linkin Park nyatakan tak pernah dukung Donald Trump
Ditanya oleh seorang reporter di Gedung Putih, Selasa (4/8), mengenai penilaiannya bahwa ledakan itu adalah serangan dan bukan kecelakaan, Trump mengatakan "tampaknya seperti itu berdasarkan ledakan".
"Saya bertemu dengan beberapa jenderal besar kita, dan mereka sepertinya merasa begitu. Ini bukan semacam jenis ledakan manufaktur," kata Trump.
"Mereka akan lebih paham daripada saya, tetapi mereka tampaknya berpikir itu adalah serangan, itu semacam bom," ia melanjutkan.
Pihak berwenang Lebanon mengatakan kebakaran di sebuah gudang yang berisi bahan peledak di Pelabuhan Beirut menyebabkan ledakan besar, yang meratakan bangunan tiga lantai dan terdengar di seluruh kota dan pinggirannya.
Baca juga: Trump ancam blokir TikTok jika tidak dijual pada perusahaan AS
Trump menyampaikan simpati terdalam AS kepada rakyat Lebanon, yang berdasarkan laporan menyatakan bahwa banyak orang terbunuh akibat peristiwa itu.
"Doa kami ditujukan kepada semua korban dan keluarga mereka. Amerika Serikat siap membantu Lebanon. Kami akan berada di sana untuk membantu," ujar Trump.
Menteri Kesehatan Lebanon Hamad Hasan mengatakan pada Rabu pagi bahwa jumlah kematian telah meningkat menjadi 63 dan lebih dari 3.000 orang telah terluka.
Banyak korban masih terjebak di bawah puing bangunan ketika petugas penyelamat berusaha menjangkau mereka.
Gubernur Beirut Marwan Abboud menangis ketika berbicara kepada wartawan di lokasi ledakan, membandingkan ledakan itu dengan pemboman nuklir yang mengerikan di kota-kota Jepang, Hiroshima dan Nagasaki pada 1945.
Baca juga: Trump merasa tak keberatan jika Microsoft beli TikTok
Ledakan itu terjadi pada saat yang sensitif, hanya beberapa hari sebelum Pengadilan Khusus PBB untuk Lebanon dijadwalkan mengumumkan putusannya dalam kasus pembunuhan mantan Perdana Menteri Lebanon Rafik Hariri, yang tewas dalam ledakan besar di Beirut pada 2005.
Negara ini juga bergulat dengan krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade, dan, seperti banyak dunia, sedang menghadapi pandemi virus corona.
Sumber yang dekat dengan Hizbullah membantah tuduhan bahwa ledakan besar-besaran di Beirut adalah serangan oleh Israel terhadap gudang senjata mereka.
Para pejabat Israel, yang berbicara kepada media lokal dengan syarat anonim, membantah keterlibatan Israel dalam tragedi itu, mengatakan ledakan itu bisa saja kecelakaan.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Dinilai memata-matai AS, Donald Trump perintahkan TikTok dilepas dari perusahaan induk China
Baca juga: Trump sarankan tunda pilpres, dolar 'tergelincir'
Baca juga: Linkin Park nyatakan tak pernah dukung Donald Trump