Jakarta (ANTARA) - Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto mengatakan bahwa selama pandemi anak tidak perlu dipaksa untuk mengikuti kurikulum pendidikan, terlebih pada anak-anak TK.
Kak Seto mengatakan banyak orangtua yang memaksakan anak yang masih berusia dini untuk bisa membaca, menulis dan menghitung (calistung), padahal untuk tingkatan TK anak-anak hanya diwajibkan untuk bermain.
"TK itu betul-betul tempat bermain bukan sekolah, sekolah adalah sekolah dasar. Dari jaman menterinya pak Fuad Hasan, itu sudah ditegaskan bahwa masuk SD tidak ada persyaratan bisa calistung. TK adalah tempat bermain dan bersosialisasi persiapan masuk SD," ujar Kak Seto dalam bincang-bincang "Parents Talk Dompet Dhuafa", Jumat.
Baca juga: Tips agar anak TK tidak stres belajar di rumah
Pada tingkatan TK, anak-anak hanya dibiasakan untuk bersosialisasi, mengenal konsep kerjasama dengan teman, sopan-santun dan saling menghormati. Menurut Kak Seto, jika hal tersebut bisa didapatkan di rumah, anak tidak perlu masuk pada pendidikan TK secara formal.
"Jadi kalau anak di rumah sudah senang, teman-temannya sudah banyak tetangganya kiri-kanan mungkin saudaranya juga banyak, sudah bisa bersosialisasi dan bekerja sama, itu saja sudah cukup. Jadi kompetensi di SD itu, semester 1 anak cukup menghitung sampai 20. Semester 2 sampai 100," kata Kak Seto.
Kak Seto juga memohon kepada para orangtua agar tidak memaksakan tahap perkembangan anak sebab hal tersebut akan mengganggu perkembangan jiwanya.
"Jadi mohon hak anak untuk belajar sesuai dengan tahap perkembangan jiwanya dihargai, tidak ada paksaan. Jadi jangan sampai dia dipamerkan sudah bisa ini-itu. Ini bukan demi anak tapi kadang demi kebanggaan para orangtua," ujar Kak Seto.
"Yang penting adalah kita bahagia menatap putra-putri kita yang ceria karena anak bukan ingin kreatif atau cerdas aja tapi juga bahagia. Jadi jangan sampai ada kekerasan atas nama pendidikan karena itu justru akan kontraproduktif dan hasilnya tidak sesuai dengan yang kita harapkan bersama," lanjut Kak Seto.
Baca juga: Bagaimana cara bantu kemampuan sosial anak di masa pandemi?
Baca juga: Berapa lama waktu 'quality time' untuk anak?
Baca juga: Benarkah ayah berperan besar dalam pengasuhan anak?
Kak Seto mengatakan banyak orangtua yang memaksakan anak yang masih berusia dini untuk bisa membaca, menulis dan menghitung (calistung), padahal untuk tingkatan TK anak-anak hanya diwajibkan untuk bermain.
"TK itu betul-betul tempat bermain bukan sekolah, sekolah adalah sekolah dasar. Dari jaman menterinya pak Fuad Hasan, itu sudah ditegaskan bahwa masuk SD tidak ada persyaratan bisa calistung. TK adalah tempat bermain dan bersosialisasi persiapan masuk SD," ujar Kak Seto dalam bincang-bincang "Parents Talk Dompet Dhuafa", Jumat.
Baca juga: Tips agar anak TK tidak stres belajar di rumah
Pada tingkatan TK, anak-anak hanya dibiasakan untuk bersosialisasi, mengenal konsep kerjasama dengan teman, sopan-santun dan saling menghormati. Menurut Kak Seto, jika hal tersebut bisa didapatkan di rumah, anak tidak perlu masuk pada pendidikan TK secara formal.
"Jadi kalau anak di rumah sudah senang, teman-temannya sudah banyak tetangganya kiri-kanan mungkin saudaranya juga banyak, sudah bisa bersosialisasi dan bekerja sama, itu saja sudah cukup. Jadi kompetensi di SD itu, semester 1 anak cukup menghitung sampai 20. Semester 2 sampai 100," kata Kak Seto.
Kak Seto juga memohon kepada para orangtua agar tidak memaksakan tahap perkembangan anak sebab hal tersebut akan mengganggu perkembangan jiwanya.
"Jadi mohon hak anak untuk belajar sesuai dengan tahap perkembangan jiwanya dihargai, tidak ada paksaan. Jadi jangan sampai dia dipamerkan sudah bisa ini-itu. Ini bukan demi anak tapi kadang demi kebanggaan para orangtua," ujar Kak Seto.
"Yang penting adalah kita bahagia menatap putra-putri kita yang ceria karena anak bukan ingin kreatif atau cerdas aja tapi juga bahagia. Jadi jangan sampai ada kekerasan atas nama pendidikan karena itu justru akan kontraproduktif dan hasilnya tidak sesuai dengan yang kita harapkan bersama," lanjut Kak Seto.
Baca juga: Bagaimana cara bantu kemampuan sosial anak di masa pandemi?
Baca juga: Berapa lama waktu 'quality time' untuk anak?
Baca juga: Benarkah ayah berperan besar dalam pengasuhan anak?