Sampit (ANTARA) - Demonstrasi ratusan orang menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta di depan gedung DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah, berujung pembubaran paksa oleh aparat keamanan.

Pembubaran paksa dilakukan aparat dengan alasan pendemo yang terdiri dari mahasiswa dan perwakilan warga itu tidak juga membubarkan diri sehingga dinilai telah melanggar batas waktu yang ditentukan. Sejumlah mahasiswa dibawa untuk dimintai keterangan dan dilakukan pembinaan.

"Kami imbau langsung kepada mereka untuk pulang karena menimbang bahwa situasi sudah mulai gelap. Saat sudah mulai rawan maka diadakan pembubaran dan pengamanan terhadap korlap (koordinator lapangan) serta penanggung jawab pelaksana kegiatan," kata Kapolres Kotawaringin Timur AKBP Abdoel Harris Jakin di Sampit, Senin malam.

Demonstrasi yang berlangsung sejak pukul 13.00 WIB itu awalnya berjalan lancar. Sore hari, Wakil Ketua DPRD Kotawaringin Timur Rudianur didampingi sejumlah anggota dewan menemui pendemo yang bertahan di depan gedung DPRD.

Rudianur menyampaikan pernyataan sikap DPRD menanggapi tuntutan mahasiswa. Namun jawaban Rudianur dinilai belum memuaskan karena tidak secara tegas menyatakan bahwa DPRD menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, namun hanya akan menyampaikan aspirasi pendemo.

Menyikapi itu, pendemo yang diperkirakan berjumlah lebih dari 200 orang itu memilih bertahan. Mereka terus berorasi hingga senja tiba, tanpa menggubris imbauan untuk membubarkan diri.

Saat magrib tiba, Kapolres AKBP Abdoel Harris Jakin mengumandangkan azan menggunakan pengeras suara. Suasana mulai tenang dan semua terdiam.

Baca juga: Ingin ikut demonstrasi, belasan pelajar Sampit dibawa ke kantor polisi

Jakin kemudian memberi nasihat kepada pendemo, khususnya yang beragama Islam untuk membubarkan diri karena sudah waktunya shalat Magrib, terlebih bagi mereka yang telah melewatkan shalat Ashar.

Anggota Komisi I DPRD Kotawaringin Timur Rimbun juga memberi nasihat kepada pendemo untuk membubarkan diri. Dia menjanjikan DPRD siap menerima perwakilan pendemo sebanyak 10 orang untuk bertemu lagi pada Selasa (13/10) untuk menyelesaikan hal yang dianggap belum tuntas.

Namun tiba-tiba, suasana berubah mencekam karena saat hari mulai gelap tersebut, sejumlah aparat merangsak masuk ke kerumunan dan membawa sejumlah orang. Melihat itu, sebagian mahasiswa berlarian menjauh dari lokasi, ada pula yang mengejar polisi yang membawa rekan mereka.

Mahasiswa protes karena mereka menilai saat pembubaran paksa itu waktu belum melampaui batas akhir yang diberikan. Mereka juga memprotes tindakan aparat yang dinilai kasar.

"Kami adakan interview dulu atau introgasi terhadap yang bersangkutan. Nanti langkah-langkah selanjutnya Insya Allah adalah langkah yang terbaik untuk kita semua. Ada enam orang," demikian Jakin.

Baca juga: Resmi jadi anggota DPRD Kotim, Ardiansyah dan Mariani diminta cepat beradaptasi

Baca juga: DPRD Kotim dukung terobosan tingkatkan produksi pertanian

Baca juga: Relawan rutin basahi lahan gambut Kotim cegah kebakaran


Pewarta : Norjani
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024