Palangka Raya (ANTARA) - Ketua Komisi III DPRD Kalimantan Tengah Duwel Rawing menilai rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol yang sedang dibahas DPR RI, dapat mematikan kearifan lokal di provinsi ini, khususnya terkait minuman tradisional.
Dalam RUU tersebut ada pasal yang mengatur sekaligus melarang pembuatan dan penyebaran minuman tradisional mengandung alkohol dan itu dapat berdampak pada matinya kearifan suku Dayak, kata Duwel di Palangka Raya, Kamis.
"Suku Dayak punya minuman tradisional yang memang mengandung alkohol dan itu sudah ada sejak nenek moyang. Bahkan, sampai saat ini minuman tradisional itu masih dipergunakan dalam acara-acara adat maupun ritual tertentu," ucapnya.
Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Katingan ini pun mengingatkan sekaligus meminta seluruh kalangan DPR RI, agar lebih bijak dan melihat secara menyeluruh dalam membahas dan menetapkan RUU Larangan Minuman Beralkohol.
Duwel mengatakan salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah pasal 7 Ayat (2) dalam RUU tersebut. Di mana pasal tersebut perlu ada pengecualian bagi minuman tradisional yang ada di barbagai daerah.
"Jangan sampai RUU itu justru membuat kearifan lokal di Indonesia, khususnya Suku Dayak, menjadi mati. Padahal, sampai sekarang ini sedang diupayakan bagaimana agar kearifan lokal tetap terjaga dan semakin dilestarikan," tegasnya.
Baca juga: DPRD ingin baram-arak khas Kalteng berkembang dan miliki landasan hukum
Menurut mantan Bupati Katingan dua periode itu, keberadaan minuman tradisional Suku Dayak pun sebenarnya mampu berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
Dia mengatakan sejumlah daerah di Indonesia bahkan telah membuat dan menerapkan sejumlah Peraturan Daerah (Perda) yang berkaitan dengan melegalkan minuman tradisional, serta diperjualbelikan kepada para wisatawan domestik maupun mancanegara.
"Ada juga daerah yang menjadikan minuman tradisional sebagai oleh-oleh bagi wisatawan. Tentu hal itukan memberikan dampak positif terhadap PAD. Jadi, jika minuman tradisional juga turut dilarang sepenuhnya, tentunya hal ini tidak bisa dilakukan dan mematikan kearifan lokal dari suatu daerah," demikian Duwel Rawing.
Baca juga: Palangka Raya targetkan Rp1,5 miliar dari retribusi minuman beralkohol
Dalam RUU tersebut ada pasal yang mengatur sekaligus melarang pembuatan dan penyebaran minuman tradisional mengandung alkohol dan itu dapat berdampak pada matinya kearifan suku Dayak, kata Duwel di Palangka Raya, Kamis.
"Suku Dayak punya minuman tradisional yang memang mengandung alkohol dan itu sudah ada sejak nenek moyang. Bahkan, sampai saat ini minuman tradisional itu masih dipergunakan dalam acara-acara adat maupun ritual tertentu," ucapnya.
Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Katingan ini pun mengingatkan sekaligus meminta seluruh kalangan DPR RI, agar lebih bijak dan melihat secara menyeluruh dalam membahas dan menetapkan RUU Larangan Minuman Beralkohol.
Duwel mengatakan salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah pasal 7 Ayat (2) dalam RUU tersebut. Di mana pasal tersebut perlu ada pengecualian bagi minuman tradisional yang ada di barbagai daerah.
"Jangan sampai RUU itu justru membuat kearifan lokal di Indonesia, khususnya Suku Dayak, menjadi mati. Padahal, sampai sekarang ini sedang diupayakan bagaimana agar kearifan lokal tetap terjaga dan semakin dilestarikan," tegasnya.
Baca juga: DPRD ingin baram-arak khas Kalteng berkembang dan miliki landasan hukum
Menurut mantan Bupati Katingan dua periode itu, keberadaan minuman tradisional Suku Dayak pun sebenarnya mampu berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
Dia mengatakan sejumlah daerah di Indonesia bahkan telah membuat dan menerapkan sejumlah Peraturan Daerah (Perda) yang berkaitan dengan melegalkan minuman tradisional, serta diperjualbelikan kepada para wisatawan domestik maupun mancanegara.
"Ada juga daerah yang menjadikan minuman tradisional sebagai oleh-oleh bagi wisatawan. Tentu hal itukan memberikan dampak positif terhadap PAD. Jadi, jika minuman tradisional juga turut dilarang sepenuhnya, tentunya hal ini tidak bisa dilakukan dan mematikan kearifan lokal dari suatu daerah," demikian Duwel Rawing.
Baca juga: Palangka Raya targetkan Rp1,5 miliar dari retribusi minuman beralkohol