Jakarta (ANTARA) - Diego Maradona dibesarkan dalam kemiskinan akut dan akan selalu berpihak kepada mereka yang tertindas yang membuat Napoli dicemooh oleh klub-klub kaya raya di Italia utara yang bagi dia adalah tim yang sempurna.

Hanya sedikit pemain yang pengaruhnya begitu luar biasa terhadap sebuah klub seperti dilakukan Maradona selama tujuh tahun kepada Partenopei atau Napoli.

Klub ini dua kali menjuarai Serie A dan satu kali trofi Eropa yang saat itu bernama Piala UEFA ketika Maradona berada di sana. Tetapi ada lebih banyak lagi prestasi ketimbang statistik itu.

Baca juga: Messi dan Ronaldo sampaikan penghormatan terakhir untuk Maradona

Sepak bola adalah olahraga yang sangat berbeda masa itu dan Serie A, khususnya, adalah lingkungan yang tidak bersahabat terhadap pemain sepak bola seperti Maradona yang meninggal dunia Rabu dalam usia 60 tahun.

Taktik bertahan dan berbuat apa pun supaya menang adalah hukum sepak bola saat itu dan pemain-pemain seperti Maradona menjadi sasaran perlakuan kejam para bek yang dibolehkan menjegal dia bahkan disertai impunitas.

Di bawah keadaan seperti inilah Maradona mencetak 115 gol untuk Napoli, termasuk banyak gol terbaik yang pernah terjadi di Serie A, dan mencetak rekor klub ini yang baru belakangan ini dipecahkan.

Pemain-pemain lain seperti Francesco Totti yang menghabiskan seluruh 25 tahun karirnya di AS Roma, dan Lionel Messi yang hanya bermain untuk Barcelona, juga memiliki hubungan yang luar biasa dengan klub, tapi tidak ada yang bisa menandingi hubungan Maradona dengan Napoli.

Kota yang menderita karena pengangguran, sanitasi yang buruk, kemiskinan dan kejahatan terorganisir dan Maradona dengan pembawaannya sendiri yang keras, langsung saling mengidentifikasi satu sama lain.

Baca juga: Maradona meninggal dunia akibat serangan jantung

Ketika Maradona diterbangkan dengan helikopter untuk diperkenalkan resmi, 75.000 orang memadati stadion untuk menyaksikan dia dan sebuah surat kabar melaporkan bahwa tidak ada masalah yang membuat kota itu bermasalah "karena kami punya Maradona."

Kota Gila

"Naples (Napoli) adalah kota yang gila, mereka sama gilanya dengan saya, sepak bola adalah kehidupan itu sendiri," kata Maradona yang sebelumnya bermain di Barcelona, suatu ketika.

"Banyak hal yang mengingatkan saya kepada asal-usul saya. Ada mogok makan dan orang-orang mengikatkan diri ke pagar Stadion San Paolo, memohon saya agar datang. Bagaimana bisa saya mengecewakan mereka?"

Bersama-sama, Maradona dan Napoli menaklukkan tim-tim utara seperti Juventus, AC Milan dan Inter Milan, yang dipandang sebagai kelompok kemapanan aristokrasi sepak bola Italia. Maradona seketika mengubah Serie A.

Perayaan setelah kemenangan gelar Serie A mereka pada 1987 membuat kota itu macet total.

"Saya tahu semua masalah yang mereka hadapi. Orang-orang ini berkorban demi membeli tiket. Mereka selalu di sana, selalu di sana. Itu membuat saya mengenali mereka sejak hari pertama," kata Maradona.

"Mereka percaya kepada saya, mereka memberi saya segalanya tanpa mengenal saya dan itu tidak bisa dilupakan."

Baca juga: Kurangi efek putus obat, Maradona dibius dokter pribadinya

Ketika timnas Argentina yang diperkuat Maradona bertemu Italia di Napoli pada Piala Dunia 1990, beberapa pendukung tuan rumah melakukan hal yang tidak terpikirkan dengan bersorak mendukung negara Amerika Selatan itu.

Para politisi lokal jatuh hati untuk berfoto dengannya dan bahkan sampai hari ini, lukisan Maradona masih menghiasi dinding-dinding di seantero kota itu.

Namun, tidak semuanya menyenangkan. Sebuah film dokumenter produksi 2019 mengisahkan tahun-tahun liarnya di Napoli ketika dia menjadi kecanduan kokain dan pesta.

Dia memiliki seorang putra yang baru dia kenal setelah pengadilan Italia memerintahkannya membayar perawatan dan dia dikejar oleh otoritas pajak setempat atas tunggakan pajak yang belum dibayarnya selama bertahun-tahun setelah kepergiannya. Tetapi itu bukanlah bagaimana dia akan diingat.

"Maradona adalah Dewa bagi rakyat Napoli. Maradona telah mengubah sejarah," kata kapten Italia yang turut menjuarai Piala Dunia 2006, Fabio Cannavaro.

"Dalam 80 tahun, kami selalu menderita, berjuang melawan degradasi, namun dalam tujuh musim bersamanya kami memenangkan dua gelar liga, Piala UEFA ... Saya juga penggemarnya dan menjalani tahun-tahun itu bersama Maradona sungguh luar biasa."

Baca juga: Takut terpapar COVID-19, Maradona isolasi mandiri

Sumber: REUTERS

Baca juga: Mertens mampu lampaui statistik gol Diego Maradona untuk Napoli

Baca juga: Prihatin atas performa musim lalu, Maradona tawarkan diri latih MU

Baca juga: Maradona kunjungi dan akui anaknya di Kuba secara sah

Pewarta : Jafar M Sidik
Uploader : Admin Kalteng
Copyright © ANTARA 2024