Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Prof Dr Widodo Muktiyo (ANTARA/HO/Dukumen Pribadi)
Jakarta (ANTARA) - Dua orang sejoli itu tampak berbicara akrab dari balik sambungan telepon seluler masing-masing. Topiknya: jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020.
"Kamu pilih siapa?" tanya sang pria.
"Kalau aku, pasti pilih yang menjalankan protokol kesehatan," jawab suara perempuan dari seberang.
Cuplikan dialog dalam video iklan layanan masyarakat yang tayang di berbagai program siaran televisi itu begitu menggugah kita.
Pesan pertama, milenial pun menjadikan Pilkada Serentak 2020 sebagai topik pembicaraan keseharian di antara mereka. Pesan kedua, hal tentang bagaimana sang kontestan Pilkada menjalankan protokol kesehatan menghadapi pandemik COVID-19 menjadi perhatian utama dalam pertimbangan memilih calon kepala daerah.
Pemilihan Serentak 2020 ditetapkan pada 9 Desember pekan ini. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota kali ini akan berlangsung di 9 Provinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota di Indonesia.
Berbagai tahapan telah dilewati, dari masa pendaftaran dan penetapan calon, kampanye melalui tatap muka dalam pertemuan terbatas serta media, debat publik terbuka antar pasangan calon.
Kini saatnya kita memasuki masa tenang pada 6-8 Desember 2020. Pada tiga hari jelang pencoblosan ini, termasuk juga di antaranya berlangsung pembersihan alat peraga kampanye.
Mengapa ada masa tenang? Ini memang karakter pemilihan umum yang khas di Indonesia. Bahkan di negara demokrasi lain seperti Amerika Serikat tak mengenal masa ini.
Tak lain dan tak bukan, masa tenang dimaksudkan untuk membuat calon pemilih dapat berpikir jernih, terutama setelah pikiran diisi dengan hiruk-pikuk lebih dari dua bulan masa kampanye, serta rentang waktu yang jauh lebih panjang lagi jika dihitung dari masa penjaringan dan penyaringan, hingga pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah.
Masa tenang, saatnya kita berpikir tenang. Bersih dari semua pikiran buruk, termasuk hoaks, fitnah, maupun ujaran kebencian tentang para kandidat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ada sejumlah larangan bagi peserta pemilu, tim sukses, media, serta pelaksana untuk dilakukan pada masa tenang. Larangan-larangan itu tersebar di beberapa pasal.
Pada pasal 278 UU Pemilu diatur larangan bagi peserta, pelaksana, tim kampanye pemilu memberi imbalan kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih kandidat tertentu di pemilu.
Jika larangan itu dilanggar, sanksi pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp48 juta menanti orang terkait.
Kemudian, Pasal 287 UU Pemilu mengatur larangan bagi media massa menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu, atau bentuk lain yang mengarah pada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan kandidat.
Larangan bagi lembaga survei merilis hasil penelitian-nya selama masa tenang juga diatur dalam Pasal 449 UU Pemilu. Jika ada pengumuman soal survei atau jajak pendapat pada masa tenang, maka pihak yang melakukan akan terkena ancaman pidana penjara maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp12 juta.
Peserta pemilu juga dilarang melakukan kampanye dalam bentuk apapun selama masa tenang. Aturan itu terdapat di Pasal 24 ayat (4) Peraturan KPU tentang Kampanye Pemilu.
Di masa tenang ini, kita harapkan para pemilih makin memantapkan diri untuk menjalankan hak politiknya dengan datang ke bilik suara pada Rabu, 9 Desember 2020.
Target tingkat partisipasi masyarakat pada daerah-daerah yang menjalankan Pilkada Serentak 2020 diharapkan tidak kurang dari 77,5 persen. Target ini sama dengan target partisipasi pemilih pada Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019.
Angka itu sengaja tidak diturunkan dengan maksud untuk memberikan motivasi kepada penyelenggara demi menciptakan Pilkada 2020 yang aman dan berkualitas. Pada Pemilu 2019, tingkat partisipasi publik secara nasional justru melebihi target dan tercapai sebesar 81 persen.
Kita harapkan, pada Pilkada Serentak 2020, tingkat partisipasi publik ini bisa dicapai, terlebih karena ada kedekatan emosi dan psikologis antara publik dan calon pemimpin tingkat lokal.
Jumlah 100.359.152 pemilih terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap Pilkada Serentak 2020 bukanlah angka yang sedikit. Harapannya, mereka yang sudah terdaftar ini dapat menggerakkan diri dan mengajak orang-orang terdekatnya untuk menjadi pemilih pada hari penentuan nasib kemajuan daerah-nya pada 9 Desember 2020 pekan depan.
Antusiasme publik pada Pilkada Serentak 2020 diharapkan tak menemui kendala berarti setelah Pemerintah menetapkan hari pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak tanggal 9 Desember 2020 sebagai hari libur.
Penetapan itu tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2020, yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 27 November 2020.
"Menetapkan hari Rabu tanggal 9 Desember 2020 sebagai hari libur nasional dalam rangka pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota secara serentak," bunyi diktum Keppres tersebut.
Perdebatan tentang apakah Pilkada Serentak 2020 tetap berlangsung di masa pandemik COVID-19 pun telah kita lalui. Pemerintah memutuskan Pemilihan Serentak tetap dilaksanakan untuk menjamin hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih terpenuhi. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengatur mengenai hak memilih seperti tercantum dalam dalam Pasal 43 yang menyatakan,
“Setiap warga mendapatkan hak dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Selaku penyelenggara Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun telah menegaskan akan menjalankan Pilkada Serentak 2020 dengan protokol kesehatan sangat ketat.
Beberapa strategi dilakukan KPU, antara lain melakukan sosialisasi penerapan protokol kesehatan secara masif. Kemudian, mengintegrasikan protokol kesehatan ke dalam materi pelatihan bagi petugas Kelompok penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
KPU juga telah memperbanyak simulasi pemungutan suara dan penghitungan suara sesuai protokol kesehatan di tempat pemungutan suara. Harapannya, Rabu, 9 Desember 2020 mendatang, Pilkada Serentak berlangsung memenuhi harapan sebagai ‘Pemilu Sehat’ di tengah pandemi.
Akhirnya, selamat berefleksi di Masa Tenang Pilkada Serentak 2020, selamat memantapkan diri menjalankan hak politik, dan memilih calon kepala daerah pilihan Anda.
"Jangan lupa, tetap memilih dan jalankan protokol kesehatan," begitu pesan dalam tayangan iklan layanan masyarakat itu yang begitu menggaung dan mengena di benak pemirsa.
Pemilihan Serentak 2020 sukses, Pemilih Sehat, Pemilih Cerdas, dan Pemilih Damai!
*) Widodo Muktiyo, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika
Jakarta (ANTARA) - Dua orang sejoli itu tampak berbicara akrab dari balik sambungan telepon seluler masing-masing. Topiknya: jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020.
"Kamu pilih siapa?" tanya sang pria.
"Kalau aku, pasti pilih yang menjalankan protokol kesehatan," jawab suara perempuan dari seberang.
Cuplikan dialog dalam video iklan layanan masyarakat yang tayang di berbagai program siaran televisi itu begitu menggugah kita.
Pesan pertama, milenial pun menjadikan Pilkada Serentak 2020 sebagai topik pembicaraan keseharian di antara mereka. Pesan kedua, hal tentang bagaimana sang kontestan Pilkada menjalankan protokol kesehatan menghadapi pandemik COVID-19 menjadi perhatian utama dalam pertimbangan memilih calon kepala daerah.
Pemilihan Serentak 2020 ditetapkan pada 9 Desember pekan ini. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota kali ini akan berlangsung di 9 Provinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota di Indonesia.
Berbagai tahapan telah dilewati, dari masa pendaftaran dan penetapan calon, kampanye melalui tatap muka dalam pertemuan terbatas serta media, debat publik terbuka antar pasangan calon.
Kini saatnya kita memasuki masa tenang pada 6-8 Desember 2020. Pada tiga hari jelang pencoblosan ini, termasuk juga di antaranya berlangsung pembersihan alat peraga kampanye.
Mengapa ada masa tenang? Ini memang karakter pemilihan umum yang khas di Indonesia. Bahkan di negara demokrasi lain seperti Amerika Serikat tak mengenal masa ini.
Tak lain dan tak bukan, masa tenang dimaksudkan untuk membuat calon pemilih dapat berpikir jernih, terutama setelah pikiran diisi dengan hiruk-pikuk lebih dari dua bulan masa kampanye, serta rentang waktu yang jauh lebih panjang lagi jika dihitung dari masa penjaringan dan penyaringan, hingga pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah.
Masa tenang, saatnya kita berpikir tenang. Bersih dari semua pikiran buruk, termasuk hoaks, fitnah, maupun ujaran kebencian tentang para kandidat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ada sejumlah larangan bagi peserta pemilu, tim sukses, media, serta pelaksana untuk dilakukan pada masa tenang. Larangan-larangan itu tersebar di beberapa pasal.
Pada pasal 278 UU Pemilu diatur larangan bagi peserta, pelaksana, tim kampanye pemilu memberi imbalan kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih kandidat tertentu di pemilu.
Jika larangan itu dilanggar, sanksi pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp48 juta menanti orang terkait.
Kemudian, Pasal 287 UU Pemilu mengatur larangan bagi media massa menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu, atau bentuk lain yang mengarah pada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan kandidat.
Larangan bagi lembaga survei merilis hasil penelitian-nya selama masa tenang juga diatur dalam Pasal 449 UU Pemilu. Jika ada pengumuman soal survei atau jajak pendapat pada masa tenang, maka pihak yang melakukan akan terkena ancaman pidana penjara maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp12 juta.
Peserta pemilu juga dilarang melakukan kampanye dalam bentuk apapun selama masa tenang. Aturan itu terdapat di Pasal 24 ayat (4) Peraturan KPU tentang Kampanye Pemilu.
Di masa tenang ini, kita harapkan para pemilih makin memantapkan diri untuk menjalankan hak politiknya dengan datang ke bilik suara pada Rabu, 9 Desember 2020.
Target tingkat partisipasi masyarakat pada daerah-daerah yang menjalankan Pilkada Serentak 2020 diharapkan tidak kurang dari 77,5 persen. Target ini sama dengan target partisipasi pemilih pada Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019.
Angka itu sengaja tidak diturunkan dengan maksud untuk memberikan motivasi kepada penyelenggara demi menciptakan Pilkada 2020 yang aman dan berkualitas. Pada Pemilu 2019, tingkat partisipasi publik secara nasional justru melebihi target dan tercapai sebesar 81 persen.
Kita harapkan, pada Pilkada Serentak 2020, tingkat partisipasi publik ini bisa dicapai, terlebih karena ada kedekatan emosi dan psikologis antara publik dan calon pemimpin tingkat lokal.
Jumlah 100.359.152 pemilih terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap Pilkada Serentak 2020 bukanlah angka yang sedikit. Harapannya, mereka yang sudah terdaftar ini dapat menggerakkan diri dan mengajak orang-orang terdekatnya untuk menjadi pemilih pada hari penentuan nasib kemajuan daerah-nya pada 9 Desember 2020 pekan depan.
Antusiasme publik pada Pilkada Serentak 2020 diharapkan tak menemui kendala berarti setelah Pemerintah menetapkan hari pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak tanggal 9 Desember 2020 sebagai hari libur.
Penetapan itu tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2020, yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 27 November 2020.
"Menetapkan hari Rabu tanggal 9 Desember 2020 sebagai hari libur nasional dalam rangka pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota secara serentak," bunyi diktum Keppres tersebut.
Perdebatan tentang apakah Pilkada Serentak 2020 tetap berlangsung di masa pandemik COVID-19 pun telah kita lalui. Pemerintah memutuskan Pemilihan Serentak tetap dilaksanakan untuk menjamin hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih terpenuhi. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengatur mengenai hak memilih seperti tercantum dalam dalam Pasal 43 yang menyatakan,
“Setiap warga mendapatkan hak dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Selaku penyelenggara Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun telah menegaskan akan menjalankan Pilkada Serentak 2020 dengan protokol kesehatan sangat ketat.
Beberapa strategi dilakukan KPU, antara lain melakukan sosialisasi penerapan protokol kesehatan secara masif. Kemudian, mengintegrasikan protokol kesehatan ke dalam materi pelatihan bagi petugas Kelompok penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
KPU juga telah memperbanyak simulasi pemungutan suara dan penghitungan suara sesuai protokol kesehatan di tempat pemungutan suara. Harapannya, Rabu, 9 Desember 2020 mendatang, Pilkada Serentak berlangsung memenuhi harapan sebagai ‘Pemilu Sehat’ di tengah pandemi.
Akhirnya, selamat berefleksi di Masa Tenang Pilkada Serentak 2020, selamat memantapkan diri menjalankan hak politik, dan memilih calon kepala daerah pilihan Anda.
"Jangan lupa, tetap memilih dan jalankan protokol kesehatan," begitu pesan dalam tayangan iklan layanan masyarakat itu yang begitu menggaung dan mengena di benak pemirsa.
Pemilihan Serentak 2020 sukses, Pemilih Sehat, Pemilih Cerdas, dan Pemilih Damai!
*) Widodo Muktiyo, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika