Balikpapan (ANTARA) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menghukum denda sebesar Rp22,35 miliar PT Conch South Kalimantan Cement (CONCH) sebab terbukti menjual produknya di bawah harga wajar dengan tujuan akhir monopoli pasar.
“Terlapor terbukti melanggar Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,” kata Ketua Majelis Komisi Ukay Karyadi, SE ME, Selasa.
Pasal 20 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat berbunyi “Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.”
Pada tahun 2015, CONCH di Kalimantan Selatan menjual produknya berupa semen jenis Portland Composite Cement (PCC) seharga Rp58.000 per zak 50 kg, sementara Semen Gresik dari BUMN Semen Indonesia untuk berat dan kemasan yang sama dibanderol antara Rp60.000-Rp65.000.
Demikian pula pada tahun-tahun berikutnya, yang perlahan-lahan membuat semen dari luar Kalimantan tersingkir dari pasar.
“Perbedaan harga itu mungkin terlihat kecil, tapi bagi pembeli untuk proyek misalnya, yang membeli dalam jumlah besar, maka beda harga itu jadi cukup lumayan,” kata Budi, pemilik toko bahan bangunan di Balikpapan.
Pembeli dalam jumlah kecil pun akan secara alamiah memilih semen dengan harga termurah.
Namun harga murah yang menguntungkan konsumen tersebut ternyata banting harga di bawah modal produksi per zak.
Berdasarkan proses persidangan yang mulai digelar pada 23 Juni 2020 dan telaah Majelis Komisi pada alat bukti yang diperoleh, terbukti CONCH melakukan jual rugi di tahun 2015 dan menjual di harga selalu di bawah harga pasaran semen PCC di Kalimantan Selatan sampai 2019.
Majelis Komisi menemukan di Laporan Keuangan di tahun 2015, CONCH mengalami kerugian sebagai akibat dari perilaku tersebut.
Sementara penetapan harga yang sangat rendah disimpulkan melalui alat bukti yang menunjukkan harga jual rata-rata CONCH lebih rendah dibandingkan dengan pelaku usaha pesaingnya untuk penjualan semen jenis PCC di wilayah Kalimantan Selatan.
Ongkos angkut semen dari pabrik di Jawa ke Kalimantan Selatan diperhitungkan tidak membuat beda harga sangat besar.
Majelis Komisi juga menemukan bahwa CONCH secara kepemilikan dikendalikan oleh Anhui Conch Cement Company Limited selaku induk utama perusahaan multinasional yang memiliki kemampuan finansial yang kuat dan berpeluang besar untuk menguasai industri semen secara global.
Dengan dukungan tersebut, CONCH memiliki kemampuan dan kekuatan modal finansial untuk menjalankan strategi bisnis dari proses produksi hingga pemasaran, termasuk strategi penetapan harga agar lebih murah dibandingkan harga pasar atau dari harga pelaku usaha pesaingnya.
Dampaknya, jelas Karyadi, 5 merek semen terlempar dari Kalimantan Selatan meninggalkan CONCH sendirian.
“Ini praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,” tegasnya.
Maka Majelis pun menjatuhkan denda sebesar Rp22,38 miliar tersebut dan harus disetor ke kas negara begitu putusannya berkekuatan hukum tetap.
Di sisi lain, perusahaan terlapor masih berhak mengajukan banding atas putusan tersebut.