Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita dokumen terkait perizinan ekspor benih lobster (benur) dari penggeledahan di rumah tersangka Andreau Misanta Pribadi (AMP) di Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (27/1).
Andreau merupakan Staf Khusus (Stafsus) mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence). Penggeledahan itu dilakukan dalam penyidikan kasus suap perizinan ekspor benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Dari tempat tersebut, KPK menemukan dan mengamankan dokumen yang terkait dengan perkara ini," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Kamis.
Ali mengatakan tim penyidik akan menganalisa dan memverifikasi dokumen tersebut untuk selanjutnya disita sebagai barang bukti dalam berkas perkara.
KPK telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai penerima suap, yaitu Andreau, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.
Sedangkan tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).
Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benur menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benur itu, selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy dan istrinya Iis Rosita Dewi, Safri serta Andreau.
Uang itu, antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.
Andreau merupakan Staf Khusus (Stafsus) mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence). Penggeledahan itu dilakukan dalam penyidikan kasus suap perizinan ekspor benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Dari tempat tersebut, KPK menemukan dan mengamankan dokumen yang terkait dengan perkara ini," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya di Jakarta, Kamis.
Ali mengatakan tim penyidik akan menganalisa dan memverifikasi dokumen tersebut untuk selanjutnya disita sebagai barang bukti dalam berkas perkara.
KPK telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus tersebut. Sebagai penerima suap, yaitu Andreau, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.
Sedangkan tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).
Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benur menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benur itu, selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy dan istrinya Iis Rosita Dewi, Safri serta Andreau.
Uang itu, antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.