Buntok (ANTARA) - Bagi warga kurang mampu, perihal biaya persalinan untuk 'si buah hati' acapkali menjadi kendala, terlebih jika harus melalui operasi caesar.
Kondisi tersebut salah satunya dialami pasangan suami istri Rahmadi (28) dan Linda (25) warga Jalan Barito Raya Buntok, Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah ketika persalinan putri pertama mereka bernama Aqila Sabira yang pada Sabtu (6/2) sudah genap berusia 10 hari.
Ini merupakan potret atau gambaran kehidupan salah satu warga kurang mampu yang mengalami kesulitan dalam pembiayaan persalinan di kabupaten berjuluk Dahani Dahanai Tuntung Tulus tersebut.
Lantaran tak memiliki biaya, Rahmadi harus rela menggadaikan satu-satunya sepeda motor miliknya dan juga harus mencari utangan dari tetangga, untuk mencukupi biaya operasi caesar sang istri di Rumah Sakit Umum Daerah Jaraga Sasameh Buntok.
Rahmadi menceritakan, pada 25 Januari 2021, istri tercintanya yang sedang hamil merasa ada tanda-tanda mau melahirkan dan kemudian langsung dibawanya ke salah satu klinik persalinan yang ada di dalam Kota Buntok itu.
"Pada awalnya mengharapkan persalinan secara normal, sebab saya hanya memiliki tabungan untuk biaya persalinan," kata Rahmadi yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh bangunan secara serabutan itu.
Namun lanjut dia, setelah istrinya menjalani perawatan selama dua hari pada klinik persalinan tersebut, ternyata mengalami kendala, sehingga anak yang dikandung istrinya belum bisa dilahirkan.
Ia menuturkan, pada saat itu, kondisi istrinya sudah mengalami kelelahan serta habis tenaga berjuang selama dua hari dalam proses persalinan. Bidan pada klinik tersebut pun merujuk istrinya ke RSUD Jaraga Sasameh Buntok pada 26 Januari 2021 sekitar pukul 16.30 WIB.
Saat di rumah sakit, sang istri mendapat perawatan dan petugas medis mengupayakan agar persalinannya berjalan normal.
Setelah lama menunggu, belum juga bisa melahirkan secara normal, pihak RSUD mengonsultasikan kepada dirinya agar persalinan dilakukan dengan operasi caesar supaya istrinya sehat dan juga bayinya bisa lahir dengan selamat.
Sekitar pukul 22.00 WIB, istrinya pun menjalani operasi di rumah sakit dan setelah itu lahirlah buah hati pertamanya yang diberi nama Aqila.
Hati Rahmadi pun sangat senang dan bahagia atas kelahiran putri tercintanya. Hanya saja saat itu juga terselip rasa risau serta sedih, sebab dirinya harus menyiapkan biaya operasi persalinan yang sudah dijalani sebesar Rp7 juta.
"Istri saya memang ada memiliki kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang iurannya ditanggung pemerintah kabupaten, akan tetapi berdasarkan informasi pihak RSUD, kartunya tidak aktif lagi. Kartu bisa aktif harus didaftar ulang pada Mei nanti," ungkapnya.
Karena kebingungan, Rahmadi pun nekat menggadaikan satu-satunya sepeda motor miliknya sebesar Rp2,5 juta kepada tetangganya.
Padahal dirinya menginginkan uang dari hasil menggadaikan kendaraannya lebih dari itu, namun tetangganya hanya menyanggupi uang dengan nilai tersebut.
"Karena masih kekurangan juga, saya mencari utangan dengan tetangga lainnya, sehingga terkumpul uang Rp5,5 juta," timpal Kasrah (53) mertua Rahmadi.
Kemudian Rahmadi melanjutkan ceritanya, setelah itu dirinya meminta keringanan biaya persalinan dengan pihak rumah sakit, sebab uang yang ada hanya Rp5,5 juta dan pihak rumah sakit menyetujui pembayaran dengan nilai tersebut.
Dengan nada pelan sambil terbata-bata, ia mengungkapkan, sebenarnya, petugas kesehatan pada rumah sakit menyarankan agar bayinya dirawat inap selama satu pekan kedepan, karena ditakutkan terjadi infeksi akibat kemungkinan terminum air ketuban, sedangkan untuk biaya perawatan per harinya Rp700 ribu di luar biaya inapnya.
"Saya tidak menyanggupi menyiapkan biaya sebesar itu, sehingga saya bersama ibu mertua, dan istri memutuskan pulang dan menjalani rawat jalan di rumah saja," ucap Rahmadi yang duduk disamping Linda dan tampak mata keduanya terlihat berkaca-kaca.
Kemudian lanjut Rahmadi, dia bersama istri dengan ibu mertuanya juga sepakat membawa pulang Aqila ke rumah mertuanya yang sama-sama di Jalan Barito Raya.
"Setelah itu, rumah sakit mempersilakan pulang dan memberikan sejumlah obat-obatan untuk rawat jalan," ucap Linda menambahkan.
Menurut Rahmadi, jangankan membayar biaya perawatan selama sepekan, untuk menebus motor yang digadaikan serta melunasi utang saja masih kebingungan. Terlebih saat ini pekerjaan sebagai buruh bangunan terkadang ada dan terkadang tidak ada.
"Saya berharap, semoga semua urusan ini bisa selesai dan semuanya sehat serta selamat. Semoga saya bisa menebus sepeda motor yang sudah digadaikan dan bisa melunasi semua utang dengan tetangga untuk biaya persalinan tersebut," ucapnya.
Kasrah menambahkan, anak, menantu dan cucunya ini untuk sementara waktu tinggal di rumahnya, sebab kondisi Linda baru saja melahirkan dengan operasi dan tidak mungkin dibawa ke rumah mereka.
Disamping itu juga, rumah mereka yang kondisi bangunannya sama dengan rumah miliknya itu berada di dalam gang di Jalan Barito Raya ini.
"Kalau dibawa ke rumah mereka tidak mungkin, karena kondisi Linda yang baru saja melahirkan dengan dioperasi dan rumah mereka juga masuk ke dalam gang yang arahnya persis di belakang rumah kami," jelas Kasrah yang kesehariannya bekerja sebagai petugas kebersihan menyapu jalan tersebut.
Sementara itu Bagian Humas RSUD Jaraga Sasameh Buntok, Noor Halidah membenarkan bahwa memang ada pasien bernama Linda melakukan proses persalinan di rumah sakit.
"Iya benar dirawat di RS, bahkan sekarang sudah keluar dari RS, karena sudah sembuh," ucapnya saat dihubungi melalui telepon seluler.
Menurut dia, terkait kenapa BPJS tidak aktif, itu kewenangan dari pihak BPJS yang bisa menginformasikannya.
"Kenapa BPJS nya tidak aktif, itu kewenangan pihak BPJS yang ngasih tahu. Yang jelas bila tidak aktif BPJS nya di aplikasi kami, maka masuk sebagai pasien umum," terangnya.
Meskipun demikian lanjut dia, pihaknya akan tetap memberikan pelayanan terbaik terhadap semua pasien yang dirawat di RSUD Jaraga Sasameh Buntok.
Kepala BPJS Kesehatan Buntok, Netty mengatakan, kalau memang kartu BPJS yang iurannya ditanggung pemerintah kabupaten itu non aktif, berarti tidak tercover atau terakomodir diikutsertakan sebagai peserta oleh pemerintah daerah.
"Sebab pada 2020 lalu banyak pengurangan jumlah peserta BPJS yang iurannya ditanggung pemerintah daerah. Dari 70 ribu berkurang menjadi sekitar 22 ribuan dan pada 2021 ini juga informasinya tidak ada penambahan jumlahnya," ucapnya saat dihubungi melalui telepon selulernya, Senin.
Sementara Kepala Bidang Perlindungan, Rehabilitasi dan Jaminan Sosial pada Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DSPMD) Barito Selatan, Zanatun Ni'mah menjelaskan, adapun jumlah peserta BPJS yang iurannya ditanggung pemerintah daerah berdasarkan perjanjian antara Pemerintah Kabupaten Barito Selatan dengan BPJS sebanyak 22.538 orang.
"Mungkin saja ada beberapa warga kurang mampu yang belum tercover didaftarkan kepesertaannya, baik yang iurannya ditanggung pemerintah pusat maupun pemerintah daerah," tambah dia.
Ia mengharapkan agar pemerintah desa maupun kelurahan di daerah ini supaya selalu memperbaharui secara rutin data warga miskin di wilayahnya masing-masing untuk selanjutnya dilaporkan ke DSPMD Barito Selatan.
"Kami juga akan selalu memperbaharui data-data tersebut pada aplikasi kesejahteraan sosial dan mudah-mudahan apabila ada program, warga kurang mampu tersebut bisa mendapatkan bantuan," demikian Zanatun Ni'mah.
Berdasarkan pengecekan ANTARA di kantor BPJS Kesehatan Buntok, kartu BPJS milik Linda bersama ibunya Kasrah memang iuran kepesertaannya ditanggung melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), namun saat ini sudah non aktif.
Kondisi tersebut salah satunya dialami pasangan suami istri Rahmadi (28) dan Linda (25) warga Jalan Barito Raya Buntok, Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah ketika persalinan putri pertama mereka bernama Aqila Sabira yang pada Sabtu (6/2) sudah genap berusia 10 hari.
Ini merupakan potret atau gambaran kehidupan salah satu warga kurang mampu yang mengalami kesulitan dalam pembiayaan persalinan di kabupaten berjuluk Dahani Dahanai Tuntung Tulus tersebut.
Lantaran tak memiliki biaya, Rahmadi harus rela menggadaikan satu-satunya sepeda motor miliknya dan juga harus mencari utangan dari tetangga, untuk mencukupi biaya operasi caesar sang istri di Rumah Sakit Umum Daerah Jaraga Sasameh Buntok.
Rahmadi menceritakan, pada 25 Januari 2021, istri tercintanya yang sedang hamil merasa ada tanda-tanda mau melahirkan dan kemudian langsung dibawanya ke salah satu klinik persalinan yang ada di dalam Kota Buntok itu.
"Pada awalnya mengharapkan persalinan secara normal, sebab saya hanya memiliki tabungan untuk biaya persalinan," kata Rahmadi yang sehari-harinya bekerja sebagai buruh bangunan secara serabutan itu.
Namun lanjut dia, setelah istrinya menjalani perawatan selama dua hari pada klinik persalinan tersebut, ternyata mengalami kendala, sehingga anak yang dikandung istrinya belum bisa dilahirkan.
Ia menuturkan, pada saat itu, kondisi istrinya sudah mengalami kelelahan serta habis tenaga berjuang selama dua hari dalam proses persalinan. Bidan pada klinik tersebut pun merujuk istrinya ke RSUD Jaraga Sasameh Buntok pada 26 Januari 2021 sekitar pukul 16.30 WIB.
Saat di rumah sakit, sang istri mendapat perawatan dan petugas medis mengupayakan agar persalinannya berjalan normal.
Setelah lama menunggu, belum juga bisa melahirkan secara normal, pihak RSUD mengonsultasikan kepada dirinya agar persalinan dilakukan dengan operasi caesar supaya istrinya sehat dan juga bayinya bisa lahir dengan selamat.
Sekitar pukul 22.00 WIB, istrinya pun menjalani operasi di rumah sakit dan setelah itu lahirlah buah hati pertamanya yang diberi nama Aqila.
Hati Rahmadi pun sangat senang dan bahagia atas kelahiran putri tercintanya. Hanya saja saat itu juga terselip rasa risau serta sedih, sebab dirinya harus menyiapkan biaya operasi persalinan yang sudah dijalani sebesar Rp7 juta.
"Istri saya memang ada memiliki kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang iurannya ditanggung pemerintah kabupaten, akan tetapi berdasarkan informasi pihak RSUD, kartunya tidak aktif lagi. Kartu bisa aktif harus didaftar ulang pada Mei nanti," ungkapnya.
Karena kebingungan, Rahmadi pun nekat menggadaikan satu-satunya sepeda motor miliknya sebesar Rp2,5 juta kepada tetangganya.
Padahal dirinya menginginkan uang dari hasil menggadaikan kendaraannya lebih dari itu, namun tetangganya hanya menyanggupi uang dengan nilai tersebut.
"Karena masih kekurangan juga, saya mencari utangan dengan tetangga lainnya, sehingga terkumpul uang Rp5,5 juta," timpal Kasrah (53) mertua Rahmadi.
Kemudian Rahmadi melanjutkan ceritanya, setelah itu dirinya meminta keringanan biaya persalinan dengan pihak rumah sakit, sebab uang yang ada hanya Rp5,5 juta dan pihak rumah sakit menyetujui pembayaran dengan nilai tersebut.
Dengan nada pelan sambil terbata-bata, ia mengungkapkan, sebenarnya, petugas kesehatan pada rumah sakit menyarankan agar bayinya dirawat inap selama satu pekan kedepan, karena ditakutkan terjadi infeksi akibat kemungkinan terminum air ketuban, sedangkan untuk biaya perawatan per harinya Rp700 ribu di luar biaya inapnya.
"Saya tidak menyanggupi menyiapkan biaya sebesar itu, sehingga saya bersama ibu mertua, dan istri memutuskan pulang dan menjalani rawat jalan di rumah saja," ucap Rahmadi yang duduk disamping Linda dan tampak mata keduanya terlihat berkaca-kaca.
Kemudian lanjut Rahmadi, dia bersama istri dengan ibu mertuanya juga sepakat membawa pulang Aqila ke rumah mertuanya yang sama-sama di Jalan Barito Raya.
"Setelah itu, rumah sakit mempersilakan pulang dan memberikan sejumlah obat-obatan untuk rawat jalan," ucap Linda menambahkan.
Menurut Rahmadi, jangankan membayar biaya perawatan selama sepekan, untuk menebus motor yang digadaikan serta melunasi utang saja masih kebingungan. Terlebih saat ini pekerjaan sebagai buruh bangunan terkadang ada dan terkadang tidak ada.
"Saya berharap, semoga semua urusan ini bisa selesai dan semuanya sehat serta selamat. Semoga saya bisa menebus sepeda motor yang sudah digadaikan dan bisa melunasi semua utang dengan tetangga untuk biaya persalinan tersebut," ucapnya.
Kasrah menambahkan, anak, menantu dan cucunya ini untuk sementara waktu tinggal di rumahnya, sebab kondisi Linda baru saja melahirkan dengan operasi dan tidak mungkin dibawa ke rumah mereka.
Disamping itu juga, rumah mereka yang kondisi bangunannya sama dengan rumah miliknya itu berada di dalam gang di Jalan Barito Raya ini.
"Kalau dibawa ke rumah mereka tidak mungkin, karena kondisi Linda yang baru saja melahirkan dengan dioperasi dan rumah mereka juga masuk ke dalam gang yang arahnya persis di belakang rumah kami," jelas Kasrah yang kesehariannya bekerja sebagai petugas kebersihan menyapu jalan tersebut.
Sementara itu Bagian Humas RSUD Jaraga Sasameh Buntok, Noor Halidah membenarkan bahwa memang ada pasien bernama Linda melakukan proses persalinan di rumah sakit.
"Iya benar dirawat di RS, bahkan sekarang sudah keluar dari RS, karena sudah sembuh," ucapnya saat dihubungi melalui telepon seluler.
Menurut dia, terkait kenapa BPJS tidak aktif, itu kewenangan dari pihak BPJS yang bisa menginformasikannya.
"Kenapa BPJS nya tidak aktif, itu kewenangan pihak BPJS yang ngasih tahu. Yang jelas bila tidak aktif BPJS nya di aplikasi kami, maka masuk sebagai pasien umum," terangnya.
Meskipun demikian lanjut dia, pihaknya akan tetap memberikan pelayanan terbaik terhadap semua pasien yang dirawat di RSUD Jaraga Sasameh Buntok.
Kepala BPJS Kesehatan Buntok, Netty mengatakan, kalau memang kartu BPJS yang iurannya ditanggung pemerintah kabupaten itu non aktif, berarti tidak tercover atau terakomodir diikutsertakan sebagai peserta oleh pemerintah daerah.
"Sebab pada 2020 lalu banyak pengurangan jumlah peserta BPJS yang iurannya ditanggung pemerintah daerah. Dari 70 ribu berkurang menjadi sekitar 22 ribuan dan pada 2021 ini juga informasinya tidak ada penambahan jumlahnya," ucapnya saat dihubungi melalui telepon selulernya, Senin.
Sementara Kepala Bidang Perlindungan, Rehabilitasi dan Jaminan Sosial pada Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DSPMD) Barito Selatan, Zanatun Ni'mah menjelaskan, adapun jumlah peserta BPJS yang iurannya ditanggung pemerintah daerah berdasarkan perjanjian antara Pemerintah Kabupaten Barito Selatan dengan BPJS sebanyak 22.538 orang.
"Mungkin saja ada beberapa warga kurang mampu yang belum tercover didaftarkan kepesertaannya, baik yang iurannya ditanggung pemerintah pusat maupun pemerintah daerah," tambah dia.
Ia mengharapkan agar pemerintah desa maupun kelurahan di daerah ini supaya selalu memperbaharui secara rutin data warga miskin di wilayahnya masing-masing untuk selanjutnya dilaporkan ke DSPMD Barito Selatan.
"Kami juga akan selalu memperbaharui data-data tersebut pada aplikasi kesejahteraan sosial dan mudah-mudahan apabila ada program, warga kurang mampu tersebut bisa mendapatkan bantuan," demikian Zanatun Ni'mah.
Berdasarkan pengecekan ANTARA di kantor BPJS Kesehatan Buntok, kartu BPJS milik Linda bersama ibunya Kasrah memang iuran kepesertaannya ditanggung melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), namun saat ini sudah non aktif.