Jakarta (ANTARA) - Pengamat Timur Tengah Dr. Zuhairi Misrawi menyatakan jangan mengandalkan ceramah dari "Ustaz YouTube” .
Menurut dia, kaum milenial harus belajar dari guru atau ustaz yang berkualitas dan memiliki pemahaman Islam secara utuh, yakni Islam yang rahmatan lil alamin.
"Perlu melibatkan para anak muda itu agar mereka dapat memahami agama Islam secara utuh,” ujar Zuhairi Misrawi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Ia menilai anak muda harus sering mendengarkan ceramah yang membangun dan menyejukkan, bukan ceramah-ceramah ekstrem tidak relevan untuk mereka.
Anak-anak muda, menurut dia, harus diajak agar tidak memilih ustaz-ustaz yang radikal. Kalau harus menonton ceramah di YouTube, pilih ustaz-ustaz yang dakwahnya menyejukkan.
"Kita sebagai orang tua harus mampu mengingatkan anak-anak kita dan saudara kita. Harus dipahamkan jangan hanya menonton (ceramah) YouTube yang viewer-nya paling banyak karena kebenaran itu tidak selalu ditentukan dengan kuantitas, tetapi dari kualitas,” tutur Zuhairi.
Ia mengajak para milenial untuk bisa menyaring isu atau klaim yang sengaja disebarkan kelompok yang sengaja ingin merusak Islam dan Indonesia.
Menurut dia, Indonesia presidennya beragama Islam, ormas paling banyak Islam, bahkan secara jumlah umat Islam adalah mayoritas sehingga tidak tepat jika dikatakan umat Islam di Indonesia ini dizalimi.
Menurut dia, cara berpikir seperti itu adalah cara berpikir yang salah. Dalam hal ini tugas generasi muda dan umat Islam adalah memberikan inspirasi, memberikan solusi bagi negeri ini dan dunia, bukan justru menampilkan wajah Islam yang radikal.
"Harus berjuang bersama-sama biar umat Islam ini menjadi bagian dari solusi, bukan malah menjadi bagian dari masalah dari negeri ini," katanya.
Ia percaya bahwa kelompok-kelompok radikal ini akan terus mengecil karena sudah mulai ada ketegasan dari pemerintah, ada ketegasan dari masyarakat sendiri untuk memahami Islam yang rahmatan lil alamin.
"Jadi saya sangat optimistis melihat masa depan," tuturnya.
Zuhairi pun mengajak semua pihak untuk memahami hikmah Isra Mikraj yang baru diperingati umat Islam di seluruh dunia.
Ia berpendapat bahwa Isra Mikraj ini memiliki dua esensi, yakni pertama terkait hablum minannas, bahwa supaya diterima oleh Allah, di antara manusia harus membangun ukhuwah atau persaudaraan, sebagai sebuah bangsa harus bersatu dan bersaudara.
”Tidak boleh berkonflik apalagi menyebarkan hoaks yang bisa menimbulkan fitnah di antara sesama. Ini adalah garis yang harus kita lalui dalam membangun peradaban Indonesia. Hablum minannas-nya harus kuat karena itu esensi dari isra," katanya menjelaskan.
Ia melanjutkan, "Setelah bersatu dan bersaudara, tidak ada konflik, tidak ada saling fitnah, dan lain-lain maka hablum minallah, baru kemudian memohon kepada Allah supaya menurunkan rahmat-Nya.
"Itu diwujudkan dengan perintah salat yang artinya mengingat Allah," katanya.
Zuhairi lantas mengemukakan, "Supaya kita mengingat Allah bahwa kita semua ini adalah ciptaan Allah, qadarullah. Semuanya mulia apa pun agamanya, apa pun mazhabnya, apapun etnisnya. Kita ini mulia di sisi Allah. Maka, perjalanan Isra Mikraj itulah yang menggambarkan hablum minannas menjadi hablum minallah." katanya.
Ketika Nabi Muhammad melakukan Isra, lanjut dia, beliau tidak tinggal di langit, nabi turun ke bumi lagi sehingga seperti satu pendulum yang tidak pernah berhenti, membangun persaudaraan, dan membangun spiritualitas dengan Tuhan.
"Orang-orang menjadi radikal 'kan karena mereka tidak mengerti pentingnya ukhuwah. Kalau tahu pentingnya ukhuwah persaudaraan, dia tidak akan membunuh orang lain. Maka, dia juga tidak akan mengafirkan orang lain," tukas Zuhairi.
Menurut Zuhairi, kalau orang mengerti agama dengan baik, tidak mungkin dia akan radikal. Oleh karena itu, harus dipahami bahwa agama itu sumber kebajikan, agama adalah sumber kerahmatan, dan sumber persaudaraan.
Ia menegaskan bahwa Islam adalah sumber toleransi karena Rasulullah hadir ke muka bumi ini dengan membawa rahmat.
"Kurangnya pengetahuan tentang agama membuat kita kadang lupa tentang makna sesungguhnya Isra Mikraj ini. Ada juga karena unsur politis, merasa dizalimi, hingga menyebut Islam dizalimi," ungkap jebolan Al-Azhar Mesir ini.
Menurut dia, kaum milenial harus belajar dari guru atau ustaz yang berkualitas dan memiliki pemahaman Islam secara utuh, yakni Islam yang rahmatan lil alamin.
"Perlu melibatkan para anak muda itu agar mereka dapat memahami agama Islam secara utuh,” ujar Zuhairi Misrawi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Ia menilai anak muda harus sering mendengarkan ceramah yang membangun dan menyejukkan, bukan ceramah-ceramah ekstrem tidak relevan untuk mereka.
Anak-anak muda, menurut dia, harus diajak agar tidak memilih ustaz-ustaz yang radikal. Kalau harus menonton ceramah di YouTube, pilih ustaz-ustaz yang dakwahnya menyejukkan.
"Kita sebagai orang tua harus mampu mengingatkan anak-anak kita dan saudara kita. Harus dipahamkan jangan hanya menonton (ceramah) YouTube yang viewer-nya paling banyak karena kebenaran itu tidak selalu ditentukan dengan kuantitas, tetapi dari kualitas,” tutur Zuhairi.
Ia mengajak para milenial untuk bisa menyaring isu atau klaim yang sengaja disebarkan kelompok yang sengaja ingin merusak Islam dan Indonesia.
Menurut dia, Indonesia presidennya beragama Islam, ormas paling banyak Islam, bahkan secara jumlah umat Islam adalah mayoritas sehingga tidak tepat jika dikatakan umat Islam di Indonesia ini dizalimi.
Menurut dia, cara berpikir seperti itu adalah cara berpikir yang salah. Dalam hal ini tugas generasi muda dan umat Islam adalah memberikan inspirasi, memberikan solusi bagi negeri ini dan dunia, bukan justru menampilkan wajah Islam yang radikal.
"Harus berjuang bersama-sama biar umat Islam ini menjadi bagian dari solusi, bukan malah menjadi bagian dari masalah dari negeri ini," katanya.
Ia percaya bahwa kelompok-kelompok radikal ini akan terus mengecil karena sudah mulai ada ketegasan dari pemerintah, ada ketegasan dari masyarakat sendiri untuk memahami Islam yang rahmatan lil alamin.
"Jadi saya sangat optimistis melihat masa depan," tuturnya.
Zuhairi pun mengajak semua pihak untuk memahami hikmah Isra Mikraj yang baru diperingati umat Islam di seluruh dunia.
Ia berpendapat bahwa Isra Mikraj ini memiliki dua esensi, yakni pertama terkait hablum minannas, bahwa supaya diterima oleh Allah, di antara manusia harus membangun ukhuwah atau persaudaraan, sebagai sebuah bangsa harus bersatu dan bersaudara.
”Tidak boleh berkonflik apalagi menyebarkan hoaks yang bisa menimbulkan fitnah di antara sesama. Ini adalah garis yang harus kita lalui dalam membangun peradaban Indonesia. Hablum minannas-nya harus kuat karena itu esensi dari isra," katanya menjelaskan.
Ia melanjutkan, "Setelah bersatu dan bersaudara, tidak ada konflik, tidak ada saling fitnah, dan lain-lain maka hablum minallah, baru kemudian memohon kepada Allah supaya menurunkan rahmat-Nya.
"Itu diwujudkan dengan perintah salat yang artinya mengingat Allah," katanya.
Zuhairi lantas mengemukakan, "Supaya kita mengingat Allah bahwa kita semua ini adalah ciptaan Allah, qadarullah. Semuanya mulia apa pun agamanya, apa pun mazhabnya, apapun etnisnya. Kita ini mulia di sisi Allah. Maka, perjalanan Isra Mikraj itulah yang menggambarkan hablum minannas menjadi hablum minallah." katanya.
Ketika Nabi Muhammad melakukan Isra, lanjut dia, beliau tidak tinggal di langit, nabi turun ke bumi lagi sehingga seperti satu pendulum yang tidak pernah berhenti, membangun persaudaraan, dan membangun spiritualitas dengan Tuhan.
"Orang-orang menjadi radikal 'kan karena mereka tidak mengerti pentingnya ukhuwah. Kalau tahu pentingnya ukhuwah persaudaraan, dia tidak akan membunuh orang lain. Maka, dia juga tidak akan mengafirkan orang lain," tukas Zuhairi.
Menurut Zuhairi, kalau orang mengerti agama dengan baik, tidak mungkin dia akan radikal. Oleh karena itu, harus dipahami bahwa agama itu sumber kebajikan, agama adalah sumber kerahmatan, dan sumber persaudaraan.
Ia menegaskan bahwa Islam adalah sumber toleransi karena Rasulullah hadir ke muka bumi ini dengan membawa rahmat.
"Kurangnya pengetahuan tentang agama membuat kita kadang lupa tentang makna sesungguhnya Isra Mikraj ini. Ada juga karena unsur politis, merasa dizalimi, hingga menyebut Islam dizalimi," ungkap jebolan Al-Azhar Mesir ini.