Jakarta (ANTARA) - Di tengah pandemi COVID-19 yang masih membawa berbagai dampak terhadap pergerakan manusia dan ekonomi, kehadiran vaksin menjadi sumber harapan baru akan kehidupan yang setidaknya mendekati keadaan sebelum pandemi bagi berbagai negara di dunia, termasuk bagi Indonesia, yang telah mulai mendistribusikan vaksin bagi sejumlah kelompok masyarakat.
Pada 8 Maret, Indonesia menerima 1,1 juta dosis vaksin COVID-19 jadi buatan AstraZeneca, yang didapatkan melalui skema multilateral COVAX. Vaksin tersebut telah memperoleh persetujuan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Izin BPOM disusul oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang pada Jumat (19/3) menegaskan bahwa vaksin AstraZeneca yang diproduksi di SK Bioscience, Korea Selatan, boleh digunakan. Izin itu dikeluarkan setelah ada kajian serta masukan-masukan yang diterima dari para otoritas dan ahli terkait keamanan vaksin tersebut.
“Penggunaan vaksin AstraZeneca pada saat ini hukumnya dibolehkan dengan lima alasan,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh dari Jakarta, Jumat.
Lima alasan tersebut, menurut Asrorun Niam, yakni karena Indonesia dalam kondisi yang mendesak atau darurat syar’i; terdapat keterangan dari ahli tentang bahaya risiko fatal jika tidak segera dilakukan vaksinasi COVID-19; dan ketersediaan vaksin yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi COVID-19 guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok atau herd immunity.
Adapun alasan keempat adalah adanya jaminan keamanan penggunaan dari pemerintah. Menurut alasan yang kelima, pemerintah tidak memiliki kekuasaan memilih vaksin mengingat keterbatasan vaksin baik di Indonesia maupun di tingkat global.
Diperbolehkannya penggunaan vaksin AstraZeneca itu tertuang dalam Fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Vaksin COVID-19 Produksi AstraZeneca.
Guna memutus pandemi COVID-19 di Tanah Air, masyarakat pun diimbau untuk tak khawatir soal keamanannya.
Sebelumnya, sejumlah negara di dunia, termasuk yang berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, telah mengamankan pengiriman dosis vaksin COVID-19 buatan AstraZeneca bagi masyarakatnya, bahkan telah menyetujui dan menggunakan vaksin tersebut.
Salah satunya adalah Bangladesh. Negara itu pada Rabu (17/3) mengatakan akan melanjutkan distribusi vaksin AstraZeneca, menurut pernyataan Menteri Kesehatan Abdul Mannan.
Bangladesh telah menginokulasi hampir 4,6 juta orang sejak gerakan vaksinasi dimulai pada Februari dengan menggunakan suntikan AstraZeneca, yang dikembangkan bersama dengan Universitas Oxford di Inggris.
Iran tengah menunggu ketibaan 4,2 juta dosis vaksin AstraZeneca, yang lebih dari tiga juta dosisnya dibuat di Korea Selatan. Pasokan bagi Iran itu didapatkan melalui skema multilateral, COVAX, yang bertujuan untuk memasok vaksin COVID-19 ke negara-negara miskin.
Sebanyak 50.000 dosis vaksin AstraZeneca telah diterima di Mesir pada Februari untuk didistribusikan, bersamaan dengan vaksin Sinopharm yang akan diberikan pada masyarakat melalui 40 pusat vaksinasi. Masyarakat setempat yang menerima vaksin AstraZeneca diminta untuk menunggu selama 12 pekan antara dosis pertama dan dosis kedua.
Lebih lanjut, Uni Arab Emirat pada Februari telah menerima pengiriman pertama vaksin AstraZeneca yang dibuat di India, namun tidak memberikan keterangan rinci terkait berapa banyak dosis yang diterima, menurut laporan Reuters.
Meski demikian, laporan tersebut mengatakan bahwa Dubai dijadwalkan memulai vaksinasi terhadap warganya menggunakan Astrazeneca, segera setelah pengiriman vaksin tersebut tiba.
Pada Kamis (18/3), Suriah dijadwalkan menerima pengiriman vaksin COVID-19 pertama dalam beberapa pekan ke depan. Kiriman vaksin yang diperoleh melalui COVAX itu akan dapat membuka jalan bagi negara tersebut untuk memulai program inokulasi global secepatnya pada April.
Pengiriman pertama itu akan berisi satu juta dosis vaksin AstraZeneca dari Institut Serum India.
Sementara itu, sebanyak 2,8 juta dosis vaksin AstraZeneca juga dijadwalkan tiba di Pakistan pada Maret melalui inisiatif COVAX. Ketibaan itu akan disusul oleh pelaksanaan vaksinasi pada kalangan warga Pakistan yang berusia 60 tahun ke atas.
Pakistan, yang telah mencatat lebih dari 550.000 kasus COVID-19 dan lebih dari 12.000 kematian, masih sangat bergantung pada inisiatif COVAX. Pakistan sendiri telah memulai program imunisasi dengan 500.000 dosis vaksin yang didonasikan oleh China.
Selain itu, negara tetangga Malaysia juga menjadi salah satu negara yang telah menyetujui penggunaan vaksin buatan AstraZeneca. Pada awal Maret, Malaysia mengeluarkan persetujuan bersyarat untuk penggunaan vaksin COVID-19 yang dibuat oleh AstraZeneca dari Inggris, bersamaan dengan izin penggunaan vaksin Sinovac dari China.
Malaysia sendiri telah memulai program vaksinasi pada akhir Februari dengan menggunakan suntikan buatan perusahaan farmasi Amerika Serikat, Pfizer, yang bermitra dengan perusahaan Jerman, BioNTech.
Pada Jumat (19/3), Malaysia mengumumkan rencana untuk meneruskan pembelian vaksin AstraZeneca dengan tetap memegang keputusan sebelumnya bahwa tidak ada bukti penggunaan vaksin tersebut menyebabkan terjadinya pembekuan darah, sebagaimana sempat dilaporkan oleh sejumlah negara Eropa yang mengakibatkan penundaan penggunaan vaksin di negara-negara itu.
Pada pertengahan Februari, badan pengawas makanan dan obat-obatan Arab Saudi juga telah menyetujui penggunaan vaksin COVID-19 buatan AstraZeneca. Dan baru-baru ini, negara tersebut melaporkan tak ada kasus pembekuan darah dalam penggunaan vaksin itu.
Uni Emirat Arab dilaporkan akan mulai melakukan vaksinasi pada warganya dengan menggunakan suntikan AstraZeneca-Oxford pada awal Februari. Menurut laporan Reuters, terdapat 200.000 dosis dalam pengiriman pertama yang datang dari India itu.
Sebanyak 24.000 dosis vaksin AstraZeneca juga dilaporkan telah mencapai Palestina, bersamaan dengan 38.000 dosis vaksin Pfizer/BioNTech, melalui skema COVAX.
Meski demikian, pada Rabu (17/3), 24.000 dosis tersebut dilaporkan akan disimpan sambil menunggu keputusan ilmiah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait kasus pembekuan darah yang terjadi di sejumlah negara.
WHO sendiri telah mendesak negara-negara untuk tetap melanjutkan penggunaan vaksin COVID-19 tersebut.
“Vaksin AstraZeneca ini sangatlah penting khususnya karena vaksin tersebut mencakup 90 persen dari vaksin yang didistribusikan melalui COVAX,” ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Baca juga: Menristek sebut vaksin Merah Putih bisa untuk semua umur
Baca juga: Tak bisa hanya andalkan vaksin COVID, namun perlu perkuat daya tahan tubuh
Baca juga: Satgas COVID ungkap kekebalan individu usai divaksin belum teruji