Citeureup, Bogor (ANTARA) - Partai Demokrat (PD) versi Kongres Luar Biasa (KLB) menuding Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) otoritarian dan "keluargais", dalam jumpa pers di lokasi proyek Wisma Atlet Hambalang, Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis.
"Partai yang mengarah kepada tirani, otoritarian dan 'keluargais' yang dilakukan SBY dan AHY harus diakhiri. Ini adalah bencana yang luar biasa bagi pembangunan demokrasi pascareformasi di Indonesia," kata Juru Bicara PD versi KLB Muhammad Rahmad saat jumpa pers.
Menurutnya, melalui KLB di Deli Serdang yang menetapkan Moeldoko sebagai Ketua Umum PD, akan mengembalikan partai berlambang bintang mercy ini menjadi partai yang terbuka, demokratis, modern, dan santun.
Baca juga: DPP Demokrat yakin KLB akan gagal serahkan dokumen lengkap ke Kemenkumham
"Bapak Moeldoko memiliki komitmen untuk menghapus ketentuan-ketentuan yang memberatkan kader dan memberikan rewards atau penghargaan kepada kader yang berjasa kepada partai," ujarnya pula.
Politisi Partai Demokrat versi KLB Max Sopacua mengungkap alasan kubunya menggelar jumpa pers di lokasi proyek Wisma Atlet Hambalang, yaitu untuk mengingat kembali masa lalu.
"Kenapa Demokrat KLB ini di Hambalang. Tempat inilah, proyek inilah yang menjadi salah satu bagian yang merontokkan elektabilitas Demokrat ketika peristiwa-peristiwa itu terjadi," ujar Max saat jumpa pers.
Baca juga: Marzuki Alie cs cabut gugatan ke pengurus Demokrat karena ini
Menurutnya, sejak diusutnya kasus korupsi megaproyek senilai Rp2,5 triliun itu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), elektabilitas Partai Demokrat terus turun karena menyeret para petinggi PD.
"Hambalang bagian dari sejarah yang menentukan yang menyebabkan Demokrat turun mulai 20,4 persen menjadi 10,2 persen dan 7,3 persen. Itu berturut-turut. Saya adalah pelaku sejarah," ujarnya pula.
Ia menuding, masih ada beberapa oknum kader Partai Demokrat yang turut menikmati hasil korupsi Wisma Atlet, tapi hingga kini belum diproses hukum.
"Sebagian besar kawan kami yang terlibat sudah menderita, sudah dimasukkan ke tempat yang harus dimasukkan karena kesalahan, tetapi ada yang tidak tersentuh hukum yang juga menikmati hasil dari pembangunan ini, sampai hari ini belum. Mudah-mudahan segera ya," katanya lagi.
Baca juga: Adu strategi Jenderal versus Mayor raih kursi Demokrat
"Partai yang mengarah kepada tirani, otoritarian dan 'keluargais' yang dilakukan SBY dan AHY harus diakhiri. Ini adalah bencana yang luar biasa bagi pembangunan demokrasi pascareformasi di Indonesia," kata Juru Bicara PD versi KLB Muhammad Rahmad saat jumpa pers.
Menurutnya, melalui KLB di Deli Serdang yang menetapkan Moeldoko sebagai Ketua Umum PD, akan mengembalikan partai berlambang bintang mercy ini menjadi partai yang terbuka, demokratis, modern, dan santun.
Baca juga: DPP Demokrat yakin KLB akan gagal serahkan dokumen lengkap ke Kemenkumham
"Bapak Moeldoko memiliki komitmen untuk menghapus ketentuan-ketentuan yang memberatkan kader dan memberikan rewards atau penghargaan kepada kader yang berjasa kepada partai," ujarnya pula.
Politisi Partai Demokrat versi KLB Max Sopacua mengungkap alasan kubunya menggelar jumpa pers di lokasi proyek Wisma Atlet Hambalang, yaitu untuk mengingat kembali masa lalu.
"Kenapa Demokrat KLB ini di Hambalang. Tempat inilah, proyek inilah yang menjadi salah satu bagian yang merontokkan elektabilitas Demokrat ketika peristiwa-peristiwa itu terjadi," ujar Max saat jumpa pers.
Baca juga: Marzuki Alie cs cabut gugatan ke pengurus Demokrat karena ini
Menurutnya, sejak diusutnya kasus korupsi megaproyek senilai Rp2,5 triliun itu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), elektabilitas Partai Demokrat terus turun karena menyeret para petinggi PD.
"Hambalang bagian dari sejarah yang menentukan yang menyebabkan Demokrat turun mulai 20,4 persen menjadi 10,2 persen dan 7,3 persen. Itu berturut-turut. Saya adalah pelaku sejarah," ujarnya pula.
Ia menuding, masih ada beberapa oknum kader Partai Demokrat yang turut menikmati hasil korupsi Wisma Atlet, tapi hingga kini belum diproses hukum.
"Sebagian besar kawan kami yang terlibat sudah menderita, sudah dimasukkan ke tempat yang harus dimasukkan karena kesalahan, tetapi ada yang tidak tersentuh hukum yang juga menikmati hasil dari pembangunan ini, sampai hari ini belum. Mudah-mudahan segera ya," katanya lagi.
Baca juga: Adu strategi Jenderal versus Mayor raih kursi Demokrat