Surabaya (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam meminta vaksinasi COVID-19 gotong royong untuk dunia usaha dibuka secara transparan oleh perusahaan yang ditunjuk.
Hal ini sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021, pendistribusian vaksin untuk vaksinasi berbayar itu dilaksanakan oleh Bio Farma.
"Kami memang telah rapat dengan Bio Farma, kami minta ini dibuka blak-blakan, karena ini melibatkan dana yang luar biasa besar dari pelaku usaha dalam negeri ke Bio Farma," ujar Mufti Anam dalam keterangan pers-nya kepada media di Surabaya, Kamis.
Mufti mengatakan, hingga saat ini ada lebih dari 8 juta pekerja yang didaftarkan oleh sekitar 15.000 perusahaan melalui Kadin untuk mengikuti vaksinasi gotong royong berbayar ini. Jumlahnya akan terus meningkat pada pendaftaran tahap berikutnya.
"Artinya ini pasar yang besar. Sekarang sekitar 8 juta pekerja. Angkanya ke depan semakin besar. Ada yang memprediksi 20 juta pekerja. Bio Farma sendiri sudah punya komitmen pengadaan vaksin untuk komersial ini sebanyak 20,2 juta dosis dari Sinopharm (China) dan Moderna (Amerika Serikat)," ujar Mufti.
"Kalau nantinya ada 20 juta pekerja, dan per pekerja dihargai Rp1 juta, maka ada duit Rp20 triliun masuk ke Bio Farma. Kalau harga paket vaksinnya Rp500.000, maka Rp10 triliun. Kami belum tahu harga pastinya. Kementerian Kesehatan juga menunggu usulan Bio Farma," tutur politisi PDI Perjuangan itu.
Mufti meminta ada transparansi pembentukan harga oleh Bio Farma sebagai perusahaan yang dipercaya melakukan pengadaan vaksin tersebut.
"Karena ini masa pandemik, jangan sampai cari untung berlipat-lipat dari vaksinasi gotong royong," ujarnya.
Mufti menambahkan, Bio Farma sudah meraih pendapatan besar dari vaksinasi program yang gratis untuk masyarakat di luar skema vaksinasi gotong royong. Total akan ada 426 juta dosis vaksin untuk bisa mencapai herd immunity 181,5 juta jiwa pennduduk, dengan cadangan 15 persen.
"Maka yang untuk vaksinasi gotonng royong, saya minta ada transparansi struktur biayanya. Sehingga publik dan dunia usaha bisa melihatnya dengan mudah. Kan untuk vaksinasi gotong royong ada beberapa merek vaksin di luar merek yang digunakan untuk vaksin gratis, yaitu di luar Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Novavac," papar Mufti.
Struktur biaya masing-masing vaksin untuk vaksinasi gotong royong, lanjut politisi muda itu, harus dibuka ke publik.
"Untuk merek A, begini struktur biayanya. Termasuk marjin Bio Farma sekian persen. Untuk merek B, begini. Untuk merek C, begini. Dan seterusnya. Sehingga publik punya kepercayaan ke Bio Farma," ujarnya.
Hal ini sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021, pendistribusian vaksin untuk vaksinasi berbayar itu dilaksanakan oleh Bio Farma.
"Kami memang telah rapat dengan Bio Farma, kami minta ini dibuka blak-blakan, karena ini melibatkan dana yang luar biasa besar dari pelaku usaha dalam negeri ke Bio Farma," ujar Mufti Anam dalam keterangan pers-nya kepada media di Surabaya, Kamis.
Mufti mengatakan, hingga saat ini ada lebih dari 8 juta pekerja yang didaftarkan oleh sekitar 15.000 perusahaan melalui Kadin untuk mengikuti vaksinasi gotong royong berbayar ini. Jumlahnya akan terus meningkat pada pendaftaran tahap berikutnya.
"Artinya ini pasar yang besar. Sekarang sekitar 8 juta pekerja. Angkanya ke depan semakin besar. Ada yang memprediksi 20 juta pekerja. Bio Farma sendiri sudah punya komitmen pengadaan vaksin untuk komersial ini sebanyak 20,2 juta dosis dari Sinopharm (China) dan Moderna (Amerika Serikat)," ujar Mufti.
"Kalau nantinya ada 20 juta pekerja, dan per pekerja dihargai Rp1 juta, maka ada duit Rp20 triliun masuk ke Bio Farma. Kalau harga paket vaksinnya Rp500.000, maka Rp10 triliun. Kami belum tahu harga pastinya. Kementerian Kesehatan juga menunggu usulan Bio Farma," tutur politisi PDI Perjuangan itu.
Mufti meminta ada transparansi pembentukan harga oleh Bio Farma sebagai perusahaan yang dipercaya melakukan pengadaan vaksin tersebut.
"Karena ini masa pandemik, jangan sampai cari untung berlipat-lipat dari vaksinasi gotong royong," ujarnya.
Mufti menambahkan, Bio Farma sudah meraih pendapatan besar dari vaksinasi program yang gratis untuk masyarakat di luar skema vaksinasi gotong royong. Total akan ada 426 juta dosis vaksin untuk bisa mencapai herd immunity 181,5 juta jiwa pennduduk, dengan cadangan 15 persen.
"Maka yang untuk vaksinasi gotonng royong, saya minta ada transparansi struktur biayanya. Sehingga publik dan dunia usaha bisa melihatnya dengan mudah. Kan untuk vaksinasi gotong royong ada beberapa merek vaksin di luar merek yang digunakan untuk vaksin gratis, yaitu di luar Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Novavac," papar Mufti.
Struktur biaya masing-masing vaksin untuk vaksinasi gotong royong, lanjut politisi muda itu, harus dibuka ke publik.
"Untuk merek A, begini struktur biayanya. Termasuk marjin Bio Farma sekian persen. Untuk merek B, begini. Untuk merek C, begini. Dan seterusnya. Sehingga publik punya kepercayaan ke Bio Farma," ujarnya.