Palangka Raya (ANTARA) - Anggota DPD RI Agustin Teras Narang mengajak masyarakat di Provinsi Kalimantan Tengah, khususnya di Kota Palangka Raya, mengelola dan manfaatkan lahan miliknya, agar tidak terjadi konflik akibat tumpang tindih kepemilikan, terutama mencegah direbut oleh 'mafia tanah'.
"Informasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palangka Raya, hampir semua lahan atau tanah kosong di kota ini bermasalah akibat tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya," kata Teras melalui rilis yang diterima di Palangka Raya, Senin.
Selain itu, lanjut dia, informasi dari BPN Palangka Raya, masyarakat yang memiliki lahan lebih cenderung terfokus fokus pada pengurusan sertifikat kepemilikan tapi tidak melakukan optimalisasi aset. Kondisi itu, bukan hanya membuat penguasaan lahan menghasilkan produktivitas, namun juga rawan terjadi klaim-klaim kepemilikan oleh 'mafia tanah' terhadap lahan yang kosong dan belum dikelola itu.
"Itu sebagian informasi yang saya terima saat bertemu dan berdiskusi secara daring dengan Kepala BPN Palangka Raya. Itulah kenapa saya mengajak masyarakat di Kalteng, khususnya di Palangka Raya, memanfaatkan atau mengelola lahan miliknya. Jangan dibiarkan kosong," ucapnya.
Senator dari Kalimantan Tengah itu mengaku, dirinya yang tergabung di Komite 1 DPD RI, sedang berkonsentrasi dalam program Presiden Jokowi yang berkaitan dengan pertanahan. Apalagi pertanahan ini erat kaitannya dengan isu tata ruang yang juga tak lepas dari perhatian DPD RI periode 2019-2024.
Dia mengatakan DPD RI mencatat banyak persoalan terkait pertanahan terjadi di Riau, Jambi,Sumatera Utara, Papua, termasuk di Kalteng. Persoalannya pun tidak sederhana, karena menyangkut tumpang tindih aturan serta tidak selarasnya penataan sejak dari masa-masa lalu hingga kini.
Baca juga: Teras: Lakukan advokasi secara TSM selesaikan persoalan tata ruang
"Persoalan di Kalteng juga punya sejarah panjang. Secara jujur saya akui, berat menuntaskan isu tata ruang di Kalteng. Walau saya berhasil mendorong terbitnya Perda no 05 tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalteng, tapi perda itu tidak sempurna," kata Teras.
Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 itu menyebut, terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan pada tahun 2012 dan tahun 2018, menjadi sekaligus menimbulkan permasalahan yang cukup rumit. Sebab, SK Menhut itu menetapkan Kawasan hutan Kalteng yang sebelumnya seluas sekitar 66 persen menjadi 82 persen.
Dia mengatakan kondisi itu semakin diperparah akibat adanya surat yang membatalkan Perda no 08 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalteng. Alhasil, penataan ruang menjadi makin rumit lagi, terlebih banyaknya pemukiman warga yang tercatat dalam Kawasan hutan, menimbulkan sulitnya menjalankan agenda pembangunan.
"Melalui kesempatan ini, saya mengajak semua pihak dapat lebih jeli dan arif menyelesaikan permasalahan tanah di Kalteng. Terlebih agar kepentingan masyarakat adat juga dapat dilindungi. Sebab, adanya status hukum yang jelas atas kepemilikan atau pemanfaatan lahan, akan menghasilkan kepastian hukum dan kemanfaatan serta keadilan," demikian Teras.
Baca juga: Teras Narang: Pemuda harus memperluas jaringan dan berkolaborasi
Baca juga: Teras Narang desak RUU Masyarakat Hukum Adat segera dituntaskan
"Informasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palangka Raya, hampir semua lahan atau tanah kosong di kota ini bermasalah akibat tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya," kata Teras melalui rilis yang diterima di Palangka Raya, Senin.
Selain itu, lanjut dia, informasi dari BPN Palangka Raya, masyarakat yang memiliki lahan lebih cenderung terfokus fokus pada pengurusan sertifikat kepemilikan tapi tidak melakukan optimalisasi aset. Kondisi itu, bukan hanya membuat penguasaan lahan menghasilkan produktivitas, namun juga rawan terjadi klaim-klaim kepemilikan oleh 'mafia tanah' terhadap lahan yang kosong dan belum dikelola itu.
"Itu sebagian informasi yang saya terima saat bertemu dan berdiskusi secara daring dengan Kepala BPN Palangka Raya. Itulah kenapa saya mengajak masyarakat di Kalteng, khususnya di Palangka Raya, memanfaatkan atau mengelola lahan miliknya. Jangan dibiarkan kosong," ucapnya.
Senator dari Kalimantan Tengah itu mengaku, dirinya yang tergabung di Komite 1 DPD RI, sedang berkonsentrasi dalam program Presiden Jokowi yang berkaitan dengan pertanahan. Apalagi pertanahan ini erat kaitannya dengan isu tata ruang yang juga tak lepas dari perhatian DPD RI periode 2019-2024.
Dia mengatakan DPD RI mencatat banyak persoalan terkait pertanahan terjadi di Riau, Jambi,Sumatera Utara, Papua, termasuk di Kalteng. Persoalannya pun tidak sederhana, karena menyangkut tumpang tindih aturan serta tidak selarasnya penataan sejak dari masa-masa lalu hingga kini.
Baca juga: Teras: Lakukan advokasi secara TSM selesaikan persoalan tata ruang
"Persoalan di Kalteng juga punya sejarah panjang. Secara jujur saya akui, berat menuntaskan isu tata ruang di Kalteng. Walau saya berhasil mendorong terbitnya Perda no 05 tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalteng, tapi perda itu tidak sempurna," kata Teras.
Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 itu menyebut, terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan pada tahun 2012 dan tahun 2018, menjadi sekaligus menimbulkan permasalahan yang cukup rumit. Sebab, SK Menhut itu menetapkan Kawasan hutan Kalteng yang sebelumnya seluas sekitar 66 persen menjadi 82 persen.
Dia mengatakan kondisi itu semakin diperparah akibat adanya surat yang membatalkan Perda no 08 tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalteng. Alhasil, penataan ruang menjadi makin rumit lagi, terlebih banyaknya pemukiman warga yang tercatat dalam Kawasan hutan, menimbulkan sulitnya menjalankan agenda pembangunan.
"Melalui kesempatan ini, saya mengajak semua pihak dapat lebih jeli dan arif menyelesaikan permasalahan tanah di Kalteng. Terlebih agar kepentingan masyarakat adat juga dapat dilindungi. Sebab, adanya status hukum yang jelas atas kepemilikan atau pemanfaatan lahan, akan menghasilkan kepastian hukum dan kemanfaatan serta keadilan," demikian Teras.
Baca juga: Teras Narang: Pemuda harus memperluas jaringan dan berkolaborasi
Baca juga: Teras Narang desak RUU Masyarakat Hukum Adat segera dituntaskan