Jakarta (ANTARA) - Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto mengakui masyarakat masih mempercayai hoaks tentang COVID-19 yang disampaikan oleh dokter Lois Owien di beberapa platform media sosial.
"Sudah banyak yang menjadi korban meninggal dunia karena COVID-19, kok masih percaya hoaks," kata Agus saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Dokter Lois menjadi tersangka penyebar hoaks tentang penanganan COVID-19 di beberapa pernyataannya di media sosial, salah satunya menyebutkan pasien COVID-19 meninggal dunia karena interaksi antarbermacam-macam obat. Dia tidak mempercayai COVID-19 sehingga tidak menggunakan masker dalam aktivitas sehari-hari.
Agus menjelaskan bahwa manusia diciptakan secara beragam, ada yang memiliki tubuh dengan daya tangkal COVID-19, ada pula yang tidak. Terlebih lagi adanya varian Delta yang memiliki daya tular yang cepat dan mudah.
Baca juga: Polri: dr Lois sebarkan berita bohong terkait penanganan pandemi
Oleh karena itu, kata dia, vaksinasi menjadi salah satu upaya mencegah penularan virus SARS-CoV-2 meluas. Orang yang sudah divaksin memiliki daya tangkal terhadap virus, kalau terpapar proses penyembuhannya lebih cepat.
"Allah tidak akan mengubah nasib setiap kaum dengan apa yang kita kerjakan. Mau vaksin, ya kalau terpapar virus corona-nya tidak terlalu parah karena punya daya tangkal (proses illahiyah), yang enggak mau ya macam-macam risiko illahiyah-nya," ujar Agus.
Agus mengajak masyarakat bersedia divaksin karena pemerintah sudah menyiapkan vaksin COVID-19 secara gratis. Semakin banyak masyarakat divaksin, maka kekebalan kelompok atau "herd immunity" segera terwujud. Hingga saat ini baru 7,5 persen masyarakat Indonesia telah menerima vaksin dosis kedua, sedangkan dosis pertama mencapai 19 persen. Target vaksinasi secara nasional 75 persen penduduk Indonesia.
Baca juga: Dokter Tirta jadi saksi soal pernyataan kontroversial Dokter Lois
"Pemerintah sudah siapkan fasilitas vaksin kepada masyarakat dengan gratis berkelanjutan, pilihannya kepada masyarakat sendiri. Yang punya komorbit tentu dengan pertimbangan dokter bisa diberikan atau tidak, harapannya yang lain berpartisipasi untuk mencapai imunitas komunal," tutur Agus.
Agus belum menyampaikan perkembangan terbaru dari pekara penyebaran hoaks yang dilakukan dr Lois Owien.
Beredar informasi ada warga meninggal dunia karena mempercayai hoaks yang disampaikan dr Lois terkait interaksi antarobat. Hal ini diceritakan oleh Helmi Indra warga Depok lewat sosial media.
Baca juga: Mabes Polri benarkan terkait penangkapan dr Lois Owien
Dalam unggahannya, Helmi menceritakan ayahnya mempercayai vaksin COVID-19 haram sehingga tidak mau divaksin. Hingga tanggal 6 Juli, ayahnya terkonfirmasi positif COVID-19. Ayahnya menolak mengonsumsi obat-obat yang direkomendasikan pemerintah untuk pengobatan COVID-19 karena percaya dengan penjelasan dr Lois tentang interaksi antarobat penyebab kematian.
Mengenai hal itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan pihaknya akan mengecek kebenaran informasi tersebut.
"Nanti dicek kebenarannya," ucap Argo.
"Sudah banyak yang menjadi korban meninggal dunia karena COVID-19, kok masih percaya hoaks," kata Agus saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Dokter Lois menjadi tersangka penyebar hoaks tentang penanganan COVID-19 di beberapa pernyataannya di media sosial, salah satunya menyebutkan pasien COVID-19 meninggal dunia karena interaksi antarbermacam-macam obat. Dia tidak mempercayai COVID-19 sehingga tidak menggunakan masker dalam aktivitas sehari-hari.
Agus menjelaskan bahwa manusia diciptakan secara beragam, ada yang memiliki tubuh dengan daya tangkal COVID-19, ada pula yang tidak. Terlebih lagi adanya varian Delta yang memiliki daya tular yang cepat dan mudah.
Baca juga: Polri: dr Lois sebarkan berita bohong terkait penanganan pandemi
Oleh karena itu, kata dia, vaksinasi menjadi salah satu upaya mencegah penularan virus SARS-CoV-2 meluas. Orang yang sudah divaksin memiliki daya tangkal terhadap virus, kalau terpapar proses penyembuhannya lebih cepat.
"Allah tidak akan mengubah nasib setiap kaum dengan apa yang kita kerjakan. Mau vaksin, ya kalau terpapar virus corona-nya tidak terlalu parah karena punya daya tangkal (proses illahiyah), yang enggak mau ya macam-macam risiko illahiyah-nya," ujar Agus.
Agus mengajak masyarakat bersedia divaksin karena pemerintah sudah menyiapkan vaksin COVID-19 secara gratis. Semakin banyak masyarakat divaksin, maka kekebalan kelompok atau "herd immunity" segera terwujud. Hingga saat ini baru 7,5 persen masyarakat Indonesia telah menerima vaksin dosis kedua, sedangkan dosis pertama mencapai 19 persen. Target vaksinasi secara nasional 75 persen penduduk Indonesia.
Baca juga: Dokter Tirta jadi saksi soal pernyataan kontroversial Dokter Lois
"Pemerintah sudah siapkan fasilitas vaksin kepada masyarakat dengan gratis berkelanjutan, pilihannya kepada masyarakat sendiri. Yang punya komorbit tentu dengan pertimbangan dokter bisa diberikan atau tidak, harapannya yang lain berpartisipasi untuk mencapai imunitas komunal," tutur Agus.
Agus belum menyampaikan perkembangan terbaru dari pekara penyebaran hoaks yang dilakukan dr Lois Owien.
Beredar informasi ada warga meninggal dunia karena mempercayai hoaks yang disampaikan dr Lois terkait interaksi antarobat. Hal ini diceritakan oleh Helmi Indra warga Depok lewat sosial media.
Baca juga: Mabes Polri benarkan terkait penangkapan dr Lois Owien
Dalam unggahannya, Helmi menceritakan ayahnya mempercayai vaksin COVID-19 haram sehingga tidak mau divaksin. Hingga tanggal 6 Juli, ayahnya terkonfirmasi positif COVID-19. Ayahnya menolak mengonsumsi obat-obat yang direkomendasikan pemerintah untuk pengobatan COVID-19 karena percaya dengan penjelasan dr Lois tentang interaksi antarobat penyebab kematian.
Mengenai hal itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan pihaknya akan mengecek kebenaran informasi tersebut.
"Nanti dicek kebenarannya," ucap Argo.