Jakarta (ANTARA) - Survei yang dilakukan Kaspersky baru-baru ini menunjukkan lebih dari separuh anak di Asia Pasifik belajar dalam jaringan menggunakan ponsel.
"Di seluruh kawasan Asia Pasifik, pembelajaran virtual terus menjadi norma yang dibutuhkan dan kami melihat ini masih akan berlanjut dalam beberapa bulan mendatang," kata Managing Director Kaspersky Asia Pasifik, Chris Connell, dalam siaran pers, dikutip Selasa.
Dalam survei yang berlangsung April-Mei lalu, Kaspersky menemukan 59 persen anak di Asia Pasifik belajar online menggunakan ponsel selama pandemi virus corona.
Baca juga: Media sosial jadi wadah guru kembangkan kreativitas mengajar
Perpindahan belajar ke metode dalam jaringan juga membawa sejumlah tantangan teknis, baik bagi anak yang belajar atau orang tua yang mendampingi. Tiga dari lima anak, atau sekitar 60 persen dari responden, mengalami kesulitan teknis untuk tersambung ke pembelajaran online.
Mayoritas anak, 79 persen dari responden, mendapat bantuan dari orang tua supaya gawai berfungsi, hanya 16 persen yang bisa menyelesaikan masalah teknis sendiri.
Kaspersky juga menemukan di kawasan Asia Pasifik, banyak keluarga yang harus membeli gawai tambahan, meminjam dari teman atau sekolah jika ada pilihan tersebut, agar anak bisa belajar online dari rumah.
Satu dari dua keluarga, 49 persen, yang memiliki anak dua atau lebih, harus membeli atau menyewa perangkat tambahan.
Menurut Kaspersky, angka ini tertinggi kedua setelah Afrika, 62 persen. Kawasan lainnya yang mengalami hal serupa adalah Amerika Latin (48 persen) dan Timur Tengah (42 persen).
Anak juga memasang aplikasi tambahan di ponsel supaya mereka bisa sekolah dari jarak jauh, antara lai 38 persen memasang aplikasi konferensi video, 43 persen mengunduh simulator interaktif dan program edukasi.
Terdapat 23 persen responden orang tua yang menggunakan solusi keamanan di gawai untuk belajar online.
Baca juga: Ruangguru buka kembali sekolah 'online' gratis
Baca juga: Cara akses 'offline' Google Classroom untuk guru dan murid
"Di seluruh kawasan Asia Pasifik, pembelajaran virtual terus menjadi norma yang dibutuhkan dan kami melihat ini masih akan berlanjut dalam beberapa bulan mendatang," kata Managing Director Kaspersky Asia Pasifik, Chris Connell, dalam siaran pers, dikutip Selasa.
Dalam survei yang berlangsung April-Mei lalu, Kaspersky menemukan 59 persen anak di Asia Pasifik belajar online menggunakan ponsel selama pandemi virus corona.
Baca juga: Media sosial jadi wadah guru kembangkan kreativitas mengajar
Perpindahan belajar ke metode dalam jaringan juga membawa sejumlah tantangan teknis, baik bagi anak yang belajar atau orang tua yang mendampingi. Tiga dari lima anak, atau sekitar 60 persen dari responden, mengalami kesulitan teknis untuk tersambung ke pembelajaran online.
Mayoritas anak, 79 persen dari responden, mendapat bantuan dari orang tua supaya gawai berfungsi, hanya 16 persen yang bisa menyelesaikan masalah teknis sendiri.
Kaspersky juga menemukan di kawasan Asia Pasifik, banyak keluarga yang harus membeli gawai tambahan, meminjam dari teman atau sekolah jika ada pilihan tersebut, agar anak bisa belajar online dari rumah.
Satu dari dua keluarga, 49 persen, yang memiliki anak dua atau lebih, harus membeli atau menyewa perangkat tambahan.
Menurut Kaspersky, angka ini tertinggi kedua setelah Afrika, 62 persen. Kawasan lainnya yang mengalami hal serupa adalah Amerika Latin (48 persen) dan Timur Tengah (42 persen).
Anak juga memasang aplikasi tambahan di ponsel supaya mereka bisa sekolah dari jarak jauh, antara lai 38 persen memasang aplikasi konferensi video, 43 persen mengunduh simulator interaktif dan program edukasi.
Terdapat 23 persen responden orang tua yang menggunakan solusi keamanan di gawai untuk belajar online.
Baca juga: Ruangguru buka kembali sekolah 'online' gratis
Baca juga: Cara akses 'offline' Google Classroom untuk guru dan murid