Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta debt collector atau penagih utang selalu membawa dokumen resmi saat menagih cicilan atau utang kepada debitur agar citra industri pembiayaan lebih baik. “Dalam pelaksanaan penagihan kendaraan, perusahaan harus memastikan bahwa petugas penagih telah dibekali beberapa dokumen,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank merangkap anggota Dewan Komisioner OJK, Riswinandi Idris, dalam webinar Infobank, Senin.
Riswinandi menyampaikan sejumlah dokumen yang harus selalu dibawa debt collector adalah kartu identitas, sertifikat profesi, surat tugas, dan bukti jaminan fidusia.
“Dokumen tersebut harus senantiasa di bawah dan digunakan untuk memperkuat aspek legalitas atau hukum ketika upaya penarikan ini dilakukan,” ujarnya.
Ia tak menampik bahwa debt collector memiliki citra yang kurang baik di mata masyarakat karena sering melakukan penagihan dengan cara-cara yang tak sesuai dengan standar operasional, bahkan menggunakan kekerasan.
Meskipun pemerintah melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan memperbolehkan perusahaan pembiayaan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga untuk menagih pembiayaan, perusahaan pembiayaan sebagai pihak kreditur harus senantiasa melakukan evaluasi atas kebijakan dan prosedur penagihan yang dilakukan oleh pihak ketiga.
“Jika memang diperlukan, perusahaan pembiayaan boleh memberikan sanksi tegas kepada pihak ketiga yang melanggar peraturan,” jelasnya.
Selain itu ia mengingatkan agar perusahaan pembiayaan mengirimkan surat peringatan terlebih dahulu kepada debitur sebelum melakukan penagihan.
Ia juga mengimbau debt collector menghindari aspek-aspek yang berpotensi menimbulkan risiko hukum saat proses penarikan, di antaranya menggunakan ancaman, tindakan yang bersifat memalukan dan penggunaan tekanan secara fisik dan verbal.
“Jika hal tersebut dilakukan tentu ada potensi hukum pidana maupun sosial dan stigma negatif dari masyarakat terhadap industri dan pembiayaan khususnya,” tuturnya.
Adapun OJK mencatat perusahaan pembiayaan belum pulih sepenuhnya dari hantaman pandemi COVID-19. Piutang pembiayaan hingga Mei 2021 baru mencapai l Rp351,40 triliun atau tumbuh negatif 13,60 persen dibandingkan Mei 2020 yang berjumlah Rp405,76 triliun.
Di sisi lain kualitas piutang masih tetap terjaga dengan baik. NPL gross pada Mei 2021 sebesar 4,05 persen dan NPL net 1,32 persen. Sedangkan pada Mei 2020, NPL gross sebesar 4,11 dan net 0,81 persen.
Riswinandi menyampaikan sejumlah dokumen yang harus selalu dibawa debt collector adalah kartu identitas, sertifikat profesi, surat tugas, dan bukti jaminan fidusia.
“Dokumen tersebut harus senantiasa di bawah dan digunakan untuk memperkuat aspek legalitas atau hukum ketika upaya penarikan ini dilakukan,” ujarnya.
Ia tak menampik bahwa debt collector memiliki citra yang kurang baik di mata masyarakat karena sering melakukan penagihan dengan cara-cara yang tak sesuai dengan standar operasional, bahkan menggunakan kekerasan.
Meskipun pemerintah melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan memperbolehkan perusahaan pembiayaan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga untuk menagih pembiayaan, perusahaan pembiayaan sebagai pihak kreditur harus senantiasa melakukan evaluasi atas kebijakan dan prosedur penagihan yang dilakukan oleh pihak ketiga.
“Jika memang diperlukan, perusahaan pembiayaan boleh memberikan sanksi tegas kepada pihak ketiga yang melanggar peraturan,” jelasnya.
Selain itu ia mengingatkan agar perusahaan pembiayaan mengirimkan surat peringatan terlebih dahulu kepada debitur sebelum melakukan penagihan.
Ia juga mengimbau debt collector menghindari aspek-aspek yang berpotensi menimbulkan risiko hukum saat proses penarikan, di antaranya menggunakan ancaman, tindakan yang bersifat memalukan dan penggunaan tekanan secara fisik dan verbal.
“Jika hal tersebut dilakukan tentu ada potensi hukum pidana maupun sosial dan stigma negatif dari masyarakat terhadap industri dan pembiayaan khususnya,” tuturnya.
Adapun OJK mencatat perusahaan pembiayaan belum pulih sepenuhnya dari hantaman pandemi COVID-19. Piutang pembiayaan hingga Mei 2021 baru mencapai l Rp351,40 triliun atau tumbuh negatif 13,60 persen dibandingkan Mei 2020 yang berjumlah Rp405,76 triliun.
Di sisi lain kualitas piutang masih tetap terjaga dengan baik. NPL gross pada Mei 2021 sebesar 4,05 persen dan NPL net 1,32 persen. Sedangkan pada Mei 2020, NPL gross sebesar 4,11 dan net 0,81 persen.