Jakarta (ANTARA) - Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam acara penandatanganan pernyataan bersama upaya pemberantasan pinjaman 'online' ilegal secara virtual di Jakarta, Jumat, mengungkap sejumlah modus operandi pelaku kejahatan finansial teknologi yang perlu diwaspadai masyarakat.
Sigit menyebutkan berbagai modus operandi pinjaman online tersebut di antaranya memberikan penawaran kepada calon nasabah dengan persyaratan yang mudah tanpa harus bertemu ataupun bertatap muka.
"Pelaku pinjaman online ilegal memiliki syarat kepada para nasabah untuk mengikuti kebijakan atau ketentuan dalam aplikasi pinjaman online, di mana data nomor kontak dalam ponsel nasabah dapat dibuka oleh pemberi pinjaman," kata Sigit.
Modus operandi lainnya, lanjut Sigit, dalam hal penagihan oleh pinjaman online tidak dilakukan dengan tata cara penagihan sesuai ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 77 POKJ 01/2016 tentang Penyelenggaraan Jasa Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Adanya persyaratan pelaku pinjaman dapat mengakses nomor kontak pada ponsel nasabah apabila terjadi keterlambatan dalam pembayaran, kata Sigit, maka pemberi pinjaman melakukan penagihan pada nama-nama yang terdapat dalam kontak ponsel nasabah.
"Kontak dan lokasi kantor penyelenggara aplikasi pinjaman online ilegal ini tidak jelas," katanya.
Yang paling merugikan, papar Sigit, peminjam yang sudah membayar pinjaman namun pinjaman tidak dihapus dalam aplikasi dengan alasan tidak masuk dalam sistem.
Sigit mengatakan akhir-akhir ini pinjaman online diminati oleh masyarakat, karena memberikan kemudahan akses dan tidak memakan waktu yang lama.
Menurut mantan Kabareskrim Polri ini, pinjaman online menjembatani masyarakat yang tidak bisa dilayani sektor keuangan formal dengan menawarkan beragam fitur yang menguntungkan konsumen.
"Masyarakat yang ingin mengajukan pinjaman cukup men-'download' aplikasi atau mengakses 'website' penyedia layanan pinjaman, mengisi data, dan meng-'uplaod' dokumen yang dibutuhkan dalam waktu yang relatif cepat," ujar Sigit.
Namun, kemudahan itu perlu diwaspadai masyarakat dan memastikan apakah aplikasi pinjaman online tersebut legal (terdaftar di OJK) atau ilegal.
Data yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan sampai Juli 2021, kata Sigit, terdapat 121 perusahaan finansial teknologi "peer to peer lending" atau pinjaman online yang terdaftar dan berizin di OJK.
Sigit mengingatkan masyarakat akan risiko yang ada pada aplikasi pinjaman online ilegal.
"Pinjaman online diminati karena memberikan kemudahan dalam layanan, di sisi lain terdapat beberapa potensi risiko kejahatan yang sering terjadi, seperti kejahatan siber, misinformasi, transaksi error, dan penyalahgunaan data pribadi," kata Sigit.
Sigit mengingatkan regulasi nonkeuangan perbankan Indonesia tidak seketat regulasi perbankan saat ini sehingga sering dimanfaatkan para pelaku kejahatan penyedia jasa pinjaman online, terutama yang tidak memiliki izin resmi dari OJK.
"Selama periode 2018 sampai 2021, Polri telah melakukan penegakan hukum sebanyak 14 kasus pinjaman online ilegal," kata Sigit.
Penandatanganan pernyataan bersama dalam rangka pemberantasan pinjaman online ilegal melibatkan lima kementerian/lembaga, yakni Polri, OJK, Bank Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Koperasi dan UMKM.
Hadir dalam 'high level meeting' sekaligus penandatangan pernyataan bersama dalam rangka pemberantasan pinjaman online ilegal secara virtual yakni Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G Plate, Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, serta Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto.
Tujuan dari penandatanganan pernyataan bersama ini dalam rangka memberantas pinjaman online ilegal, memberikan rasa aman, dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan perbankan, memperkuat literasi tentang pembiayaan digital resmi, penanganan pengaduan masyarakat, dan penegakan hukum.
Sigit menyebutkan berbagai modus operandi pinjaman online tersebut di antaranya memberikan penawaran kepada calon nasabah dengan persyaratan yang mudah tanpa harus bertemu ataupun bertatap muka.
"Pelaku pinjaman online ilegal memiliki syarat kepada para nasabah untuk mengikuti kebijakan atau ketentuan dalam aplikasi pinjaman online, di mana data nomor kontak dalam ponsel nasabah dapat dibuka oleh pemberi pinjaman," kata Sigit.
Modus operandi lainnya, lanjut Sigit, dalam hal penagihan oleh pinjaman online tidak dilakukan dengan tata cara penagihan sesuai ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 77 POKJ 01/2016 tentang Penyelenggaraan Jasa Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Adanya persyaratan pelaku pinjaman dapat mengakses nomor kontak pada ponsel nasabah apabila terjadi keterlambatan dalam pembayaran, kata Sigit, maka pemberi pinjaman melakukan penagihan pada nama-nama yang terdapat dalam kontak ponsel nasabah.
"Kontak dan lokasi kantor penyelenggara aplikasi pinjaman online ilegal ini tidak jelas," katanya.
Yang paling merugikan, papar Sigit, peminjam yang sudah membayar pinjaman namun pinjaman tidak dihapus dalam aplikasi dengan alasan tidak masuk dalam sistem.
Sigit mengatakan akhir-akhir ini pinjaman online diminati oleh masyarakat, karena memberikan kemudahan akses dan tidak memakan waktu yang lama.
Menurut mantan Kabareskrim Polri ini, pinjaman online menjembatani masyarakat yang tidak bisa dilayani sektor keuangan formal dengan menawarkan beragam fitur yang menguntungkan konsumen.
"Masyarakat yang ingin mengajukan pinjaman cukup men-'download' aplikasi atau mengakses 'website' penyedia layanan pinjaman, mengisi data, dan meng-'uplaod' dokumen yang dibutuhkan dalam waktu yang relatif cepat," ujar Sigit.
Namun, kemudahan itu perlu diwaspadai masyarakat dan memastikan apakah aplikasi pinjaman online tersebut legal (terdaftar di OJK) atau ilegal.
Data yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan sampai Juli 2021, kata Sigit, terdapat 121 perusahaan finansial teknologi "peer to peer lending" atau pinjaman online yang terdaftar dan berizin di OJK.
Sigit mengingatkan masyarakat akan risiko yang ada pada aplikasi pinjaman online ilegal.
"Pinjaman online diminati karena memberikan kemudahan dalam layanan, di sisi lain terdapat beberapa potensi risiko kejahatan yang sering terjadi, seperti kejahatan siber, misinformasi, transaksi error, dan penyalahgunaan data pribadi," kata Sigit.
Sigit mengingatkan regulasi nonkeuangan perbankan Indonesia tidak seketat regulasi perbankan saat ini sehingga sering dimanfaatkan para pelaku kejahatan penyedia jasa pinjaman online, terutama yang tidak memiliki izin resmi dari OJK.
"Selama periode 2018 sampai 2021, Polri telah melakukan penegakan hukum sebanyak 14 kasus pinjaman online ilegal," kata Sigit.
Penandatanganan pernyataan bersama dalam rangka pemberantasan pinjaman online ilegal melibatkan lima kementerian/lembaga, yakni Polri, OJK, Bank Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Koperasi dan UMKM.
Hadir dalam 'high level meeting' sekaligus penandatangan pernyataan bersama dalam rangka pemberantasan pinjaman online ilegal secara virtual yakni Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G Plate, Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, serta Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto.
Tujuan dari penandatanganan pernyataan bersama ini dalam rangka memberantas pinjaman online ilegal, memberikan rasa aman, dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan perbankan, memperkuat literasi tentang pembiayaan digital resmi, penanganan pengaduan masyarakat, dan penegakan hukum.