Jakarta (ANTARA) - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 72/PUU-XVII/2019 mengabulkan permohonan para pemohon dan menjamin ASN/TNI/POLRI untuk menerima hak-hak pensiun mereka secara utuh dan penuh.
Berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, Mahkamah Konstitusi dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membatalkan pengalihan penyelenggaraan pengelolaan hak-hak pensiun ASN dari PT TASPEN kepada BPJS Ketenagakerjaan dan pengelolaan hak-hak pensiun anggota TNI/POLRI dari PT ASABRI kepada BPJS Ketengakerjaan sebagaimana diatur dalam Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Mahkamah Konstitusi menilai bahwa kedua pasal tersebut akan menimbulkan kerugian konstitusional di kemudian hari bilamana “Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun” dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.
Para Pemohon yang terdiri dari pensiunan pejabat tinggi negara, yaitu di antaranya mantan Ketua Mahkamah Agung Moh. Saleh, dan beberapa pensiunan PNS lain, memberi kuasa kepada Andi M. Asrun untuk memperjuangkan kepentingan mereka di Mahkamah Konstitusi.
“Putusan Mahkamah Konstitusi hari ini sangat mengembirakan para ASN/Anggota TNI/POLRI, karena masa depan pensiun mereka kembali dijamin penuh yang dibayarkan oleh PT TASPEN ketika mereka pensiun,” kata Kuasa Hukum Pemohon Andi Asrun.
MK menyatakan bahwa para pemohon memang dirugikan dengan adanya ketentuan Pasal 57 huruf (f) dan Pasal 65 ayat (2) UU 24/2011, karena ketentuan pasal-pasal a quo menuntut agar TASPEN tidak lagi menyelenggarakan “Program Tabungan Hari Tua dan Pembayaran Pensiun” selambat-lambatnya tahun 2029.
“Menyatakan Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” putus Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.
Kedua pasal tersebut telah menimbulkan ketidakpastian (uncertainty) bagi Para Pemohon terhadap pelaksanaan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan “jaminan sosial” sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945.
Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi mengabulkan seluruh permohonan para Pemohon dan menyatakan bahwa kedua pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, Mahkamah Konstitusi dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman membatalkan pengalihan penyelenggaraan pengelolaan hak-hak pensiun ASN dari PT TASPEN kepada BPJS Ketenagakerjaan dan pengelolaan hak-hak pensiun anggota TNI/POLRI dari PT ASABRI kepada BPJS Ketengakerjaan sebagaimana diatur dalam Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
Mahkamah Konstitusi menilai bahwa kedua pasal tersebut akan menimbulkan kerugian konstitusional di kemudian hari bilamana “Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun” dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.
Para Pemohon yang terdiri dari pensiunan pejabat tinggi negara, yaitu di antaranya mantan Ketua Mahkamah Agung Moh. Saleh, dan beberapa pensiunan PNS lain, memberi kuasa kepada Andi M. Asrun untuk memperjuangkan kepentingan mereka di Mahkamah Konstitusi.
“Putusan Mahkamah Konstitusi hari ini sangat mengembirakan para ASN/Anggota TNI/POLRI, karena masa depan pensiun mereka kembali dijamin penuh yang dibayarkan oleh PT TASPEN ketika mereka pensiun,” kata Kuasa Hukum Pemohon Andi Asrun.
MK menyatakan bahwa para pemohon memang dirugikan dengan adanya ketentuan Pasal 57 huruf (f) dan Pasal 65 ayat (2) UU 24/2011, karena ketentuan pasal-pasal a quo menuntut agar TASPEN tidak lagi menyelenggarakan “Program Tabungan Hari Tua dan Pembayaran Pensiun” selambat-lambatnya tahun 2029.
“Menyatakan Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” putus Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.
Kedua pasal tersebut telah menimbulkan ketidakpastian (uncertainty) bagi Para Pemohon terhadap pelaksanaan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan “jaminan sosial” sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945.
Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi mengabulkan seluruh permohonan para Pemohon dan menyatakan bahwa kedua pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.