Palangka Raya (ANTARA) - Anggota DPD RI Agustin Teras Narang mengajak para akademisi di Provinsi Kalimantan Tengah, mengawal dan mengkaji secara mendalam produk aturan adat di wilayah setempat, sekaligus menjadikannya sebagai bahan penulisan pada berbagai jurnal terkait.
Hal ini untuk mengangkat kearifan lokal serta praktik hukum adat Dayak di Kalteng yang bisa diadopsi di daerah lain, kata Teras saat menjadi pembicara di Kuliah Umum Hukum Adat yang dilaksanakan Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya secara daring, Jumat.
"Menjaga hukum adat sesuai perkembangan zaman, merupakan bagian dari merawat Pancasila dan membangun hukum nasional. Jadi, perlu bersama untuk mengupayakannya lewat berbagai cara, termasuk lewat dukungan profesi kita masing-masing," ucapnya.
Menurut Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 itu, eksistensi hukum adat dalam konteks Kalteng, bukan lagi serta merta seperti era kolonial. Tapi terpisah dari hukum pemerintah Hindia Belanda. Bahkan, kini hukum adat Kalteng telah menjadi bagian dari hukum daerah dan mewarnai kehidupan hukum nasional.
Teras mengatakan perda terkait adat yang dikeluarkan Kalteng, merupakan peraturan daerah yang termasuk berani bahkan pertama. Sebab, saat hukum nasional pun sampai saat ini masih belum tegas memberikan pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan terhadap masyarakat adat, Kalteng telah melakukannya.
"Ini merupakan kebanggaan sekaligus menjadi amanah bagi kita untuk memeliharanya secara konsisten. Hal ini agar dari praktik hukum adat di Kalteng, dapat mewarnai hukum nasional," beber dia.
Terlebih, lanjut mantan anggota DPR RI periode 1999-2004 dan 2004-2005 itu, untuk berbagai isu sosial yang tidak dapat diurai dengan sekadar memakai aturan perundang-undangan. Seperti contoh dalam memberi solusi terhadap pelarangan pembakaran lahan bagi peladang tradisional, yang terjebak oleh aturan perundang-undangan.
Baca juga: Teras: 463 wilayah di Kalteng tanpa sinyal bakal disampaikan ke pusat
Ditambah lagi, hukum adat adalah produk kebudayaan yang menjadi inspirasi lahirnya Pancasila. Untuk itu, keberadaanya perlu dilestarikan serta disesuaikan dengan perkembangan zaman. Bahkan nilai-nilai luhurnya mesti dijalankan agar dapat menginspirasi serta diadopsi dalam produk hukum nasional.
Sementara Produk hukum adat Dayak Kalteng yang lahir dari kearifan falsafah Huma Betang, berpotensi mewarnai produk hukum nasional lewat komitmen bersama pemangku kepentingan daerah dan masyarakat adat, untuk menjaga, mengembangkan serta menindaklanjuti Perda terkait adat yang sudah ada.
"Itulah kenapa kalangan akademisi mesti mengawal serta melakukan kajian mendalam terhadap produk aturan adat di Kalteng, serta menjadikannya sebagai bahan penulisan pada berbagai jurnal terkait," demikian Teras.
Kuliah Umum Hukum Adat yang dilaksanakan secara daring itu turut dihadiri Rektor Universitas Palangka Raya, Dekan Fakultas Hukum UPR beserta jajarannya, dan para mahasiswa.
Baca juga: Teras: Gotong royong mampu tekan ketimpangan akses pendidikan
Baca juga: Teras kembali sarankan pada MPR komitmen Pancasila masuk sumpah Presiden-Wakil Presiden
Hal ini untuk mengangkat kearifan lokal serta praktik hukum adat Dayak di Kalteng yang bisa diadopsi di daerah lain, kata Teras saat menjadi pembicara di Kuliah Umum Hukum Adat yang dilaksanakan Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya secara daring, Jumat.
"Menjaga hukum adat sesuai perkembangan zaman, merupakan bagian dari merawat Pancasila dan membangun hukum nasional. Jadi, perlu bersama untuk mengupayakannya lewat berbagai cara, termasuk lewat dukungan profesi kita masing-masing," ucapnya.
Menurut Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015 itu, eksistensi hukum adat dalam konteks Kalteng, bukan lagi serta merta seperti era kolonial. Tapi terpisah dari hukum pemerintah Hindia Belanda. Bahkan, kini hukum adat Kalteng telah menjadi bagian dari hukum daerah dan mewarnai kehidupan hukum nasional.
Teras mengatakan perda terkait adat yang dikeluarkan Kalteng, merupakan peraturan daerah yang termasuk berani bahkan pertama. Sebab, saat hukum nasional pun sampai saat ini masih belum tegas memberikan pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan terhadap masyarakat adat, Kalteng telah melakukannya.
"Ini merupakan kebanggaan sekaligus menjadi amanah bagi kita untuk memeliharanya secara konsisten. Hal ini agar dari praktik hukum adat di Kalteng, dapat mewarnai hukum nasional," beber dia.
Terlebih, lanjut mantan anggota DPR RI periode 1999-2004 dan 2004-2005 itu, untuk berbagai isu sosial yang tidak dapat diurai dengan sekadar memakai aturan perundang-undangan. Seperti contoh dalam memberi solusi terhadap pelarangan pembakaran lahan bagi peladang tradisional, yang terjebak oleh aturan perundang-undangan.
Baca juga: Teras: 463 wilayah di Kalteng tanpa sinyal bakal disampaikan ke pusat
Ditambah lagi, hukum adat adalah produk kebudayaan yang menjadi inspirasi lahirnya Pancasila. Untuk itu, keberadaanya perlu dilestarikan serta disesuaikan dengan perkembangan zaman. Bahkan nilai-nilai luhurnya mesti dijalankan agar dapat menginspirasi serta diadopsi dalam produk hukum nasional.
Sementara Produk hukum adat Dayak Kalteng yang lahir dari kearifan falsafah Huma Betang, berpotensi mewarnai produk hukum nasional lewat komitmen bersama pemangku kepentingan daerah dan masyarakat adat, untuk menjaga, mengembangkan serta menindaklanjuti Perda terkait adat yang sudah ada.
"Itulah kenapa kalangan akademisi mesti mengawal serta melakukan kajian mendalam terhadap produk aturan adat di Kalteng, serta menjadikannya sebagai bahan penulisan pada berbagai jurnal terkait," demikian Teras.
Kuliah Umum Hukum Adat yang dilaksanakan secara daring itu turut dihadiri Rektor Universitas Palangka Raya, Dekan Fakultas Hukum UPR beserta jajarannya, dan para mahasiswa.
Baca juga: Teras: Gotong royong mampu tekan ketimpangan akses pendidikan
Baca juga: Teras kembali sarankan pada MPR komitmen Pancasila masuk sumpah Presiden-Wakil Presiden