Purwakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengungkap sejumlah kejanggalan dalam penanganan perkebunan sawit ilegal di Indonesia.

“Ada beberapa kejanggalan persoalan perkebunan sawit ilegal di Tanah Air, seperti yang terjadi di Riau,“ kata Dedi dalam sambungan telepon di Purwakarta, Senin.

Ia mengatakan, beberapa waktu lalu dirinya bersama rombongan Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan kerja bersama Ditjen Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menyegel perkebunan sawit ilegal di Riau.

Baca juga: Dedi Mulyadi akui channel YouTube-nya berisi pencitraan

Saat melakukan kunjungan pertama untuk penyegelan, Dedi merasa optimis akan berdampak luas khususnya bagi para pemilik perkebunan sawit ilegal, agar segera melakukan pembenahan mulai dari sisi administratif, membayar denda hingga membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Tetapi faktanya Bupati menyampaikan bahwa kebun yang disegel sudah bersertifikat. Pertanyaannya adalah dasar ATR/BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) mengeluarkan sertifikat dari mana? Ini kan ada dua lembaga negara, ATR/BPN dan KLHK cq Ditjen Penegakan Hukum,” ujarnya pula.

“Satu ilegal (menurut KLHK), satu lagi (ATR/BPN) mengatakan sudah mengeluarkan sertifikat,” katanya.

Baca juga: Dedi Mulyadi minta KLHK jujur dan ungkap penyebab banjir di Kalimantan

Ia menilai kalau proses keluarnya sertifikat oleh ATR/BPN tersebut ada prosedur yang dilanggar. Sebab perkebunan tersebut telah jelas melanggar hingga akhirnya disegel oleh KLHK.

Atas hal tersebut, katanya pula, ada pembelajaran penting yang harus dilakukan yakni mendorong KLHK untuk berani tegas membuat laporan ke Mabes Polri terkait proses sertifikat kawasan perkebunan sawit ilegal tersebut.

“Itu bertentangan dengan undang-undang, sehingga kepala BPN yang mengeluarkan sertifikat bisa dipidana. Saya khawatir ini terjadi di berbagai tempat, bukan hanya satu sertifikat bisa jadi ratusan atau ribuan sertifikat yang melibatkan jutaan hektare tanah, dan negara dirugikan,” kata dia lagi.

Baca juga: Warga Seruyan sampaikan aspirasi terkait plasma sawit ke DPR RI

Tidak hanya itu, Dedi juga mendapat informasi adanya persiapan para korporasi berubah menjadi koperasi. Hal tersebut dikarenakan sesuai UU Cipta Kerja masyarakat boleh menggarap perkebunan rakyat yang luasnya tidak lebih dari 5 hektare.

“Jadi korporasi yang menanam kebun sawit ilegal itu berubah jadi koperasi, kebun sawit itu kemudian dibagi-bagi 5 hektare, sehingga mereka terbebas dari denda dan pembayaran PNBP,” kata Dedi.

Ia meminta agar KLHK terbuka kepada publik mengumumkan siapa pelaku atau korporasi yang menyebabkan kerugian negara akibat menjamurnya perkebunan sawit ilegal, sehingga hal tersebut bisa menjadi perhatian publik.

Baca juga: KPK periksa Dedi Mulyadi soal aliran dana banprov untuk Indramayu

Pewarta : M.Ali Khumaini
Uploader : Ronny
Copyright © ANTARA 2024