Palangka Raya (ANTARA) - Legislator Kalimantan Tengah Fajar Hariyadi menilai, penetapan empat tersangka penerbitan surat izin ekspor minyak kelapa sawit, semakin membuktikan bahwa para pengusaha di sektor tersebut, benar-benar serakah dan sudah melampaui batas.
Keserakahan pengusaha kelapa sawit itu bahkan telah menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap keuangan serta perekonomian Indonesia, kata Fajar melalui pesan singkat diterima di Palangka Raya, Jumat.
"Sudahlah kewajiban 20 persen plasma ke masyarakat banyak yang tak dilaksanakan, ekspor minyak sawit secara besar-besaran tanpa memperhatikan Domestik Market Obligation (DMO) pun, mereka lakukan," ucapnya.
Selain serakah, lanjut Anggota Fraksi PKB DPRD Kalteng itu, kasus penerbitan surat izin ekspor minyak kelapa sawit ditangani Kejaksaan Agung tersebut, menunjukkan bahwa ada oligarki yang mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Dia mengatakan, Kementerian Perdagangan yang seharusnya menjaga kuota ekspor dengan memenuhi kewajiban Kuota dalam negeri atau DMO 30 persen, justru berbuat sebaliknya. Di mana ada salah seorang pejabat di kementerian tersebut mengeluarkan persetujuan ekspor CPO, tanpa memperhatikan kuota DMO.
Padahal, Presiden Joko Widodo memberikan atensi atau perhatian serius terhadap terjaganya DMO dan DPO (Domestic Price Obligation). Garda terdepan untuk melaksanakan atensi itu berada di Kemendag.
"Sementara, salah seorang dari empat tersangka kasus penerbitan izin ekspor itu kan pejabat di Kemendag," kata Fajar.
Baca juga: Perkuat rekomendasi terhadap LKPJ Gubernur, DPRD Kalteng ke Kalsel
Anggota Komisi II bidang Sumber Daya Alam (SDA) DPRD Kalteng itu pun menyebut, kasus penerbitan izin ekspor minyak sawit tidak hanya menimbulkan kerugian negara, tetapi juga perekonomian. Sebab, berkurangnya kuota DMO itu, berdampak pada minyak goreng menjadi langka dan mahal di Indonesia.
Akibat kondisi itu, pemerintah terpaksa mengeluarkan uang dari pajak rakyat untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT), demi membantu masyarakat mampu membeli minyak goreng yang harganya semakin mahal.
"Jadi, keserakahan para pengusaha kelapa sawit yang sudah melampaui batas ini benar-benar merugikan negara," demikian Fajar.
Baca juga: Pansus DPRD Kalteng: Raperda Bahasa harus segera disahkan
Baca juga: Infrastruktur ke objek wisata Punggu Alas di Katingan minta dibenahi
Keserakahan pengusaha kelapa sawit itu bahkan telah menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap keuangan serta perekonomian Indonesia, kata Fajar melalui pesan singkat diterima di Palangka Raya, Jumat.
"Sudahlah kewajiban 20 persen plasma ke masyarakat banyak yang tak dilaksanakan, ekspor minyak sawit secara besar-besaran tanpa memperhatikan Domestik Market Obligation (DMO) pun, mereka lakukan," ucapnya.
Selain serakah, lanjut Anggota Fraksi PKB DPRD Kalteng itu, kasus penerbitan surat izin ekspor minyak kelapa sawit ditangani Kejaksaan Agung tersebut, menunjukkan bahwa ada oligarki yang mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Dia mengatakan, Kementerian Perdagangan yang seharusnya menjaga kuota ekspor dengan memenuhi kewajiban Kuota dalam negeri atau DMO 30 persen, justru berbuat sebaliknya. Di mana ada salah seorang pejabat di kementerian tersebut mengeluarkan persetujuan ekspor CPO, tanpa memperhatikan kuota DMO.
Padahal, Presiden Joko Widodo memberikan atensi atau perhatian serius terhadap terjaganya DMO dan DPO (Domestic Price Obligation). Garda terdepan untuk melaksanakan atensi itu berada di Kemendag.
"Sementara, salah seorang dari empat tersangka kasus penerbitan izin ekspor itu kan pejabat di Kemendag," kata Fajar.
Baca juga: Perkuat rekomendasi terhadap LKPJ Gubernur, DPRD Kalteng ke Kalsel
Anggota Komisi II bidang Sumber Daya Alam (SDA) DPRD Kalteng itu pun menyebut, kasus penerbitan izin ekspor minyak sawit tidak hanya menimbulkan kerugian negara, tetapi juga perekonomian. Sebab, berkurangnya kuota DMO itu, berdampak pada minyak goreng menjadi langka dan mahal di Indonesia.
Akibat kondisi itu, pemerintah terpaksa mengeluarkan uang dari pajak rakyat untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT), demi membantu masyarakat mampu membeli minyak goreng yang harganya semakin mahal.
"Jadi, keserakahan para pengusaha kelapa sawit yang sudah melampaui batas ini benar-benar merugikan negara," demikian Fajar.
Baca juga: Pansus DPRD Kalteng: Raperda Bahasa harus segera disahkan
Baca juga: Infrastruktur ke objek wisata Punggu Alas di Katingan minta dibenahi