Pulang Pisau (ANTARA) - Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Pulang Pisau Deni Widanarni mengakui masih banyak Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di kabupaten setempat yang mati suri.
“Ada beberapa faktor yang menyebabkan BUMDes ini mati suri atau tidak ada aktivitas usaha yang dilakukan,” kata Deni Widanarni di Pulang Pisau, Selasa.
Dijelaskannya, faktor yang menjadi penyebab BUMDes mati suri diantaranya kepengurusan yang banyak berganti-ganti, kurangnya pembinaan akibat adanya pergantian kepala desa.
Selain itu, faktor sumber daya manusia (SDM) yang tidak memiliki jiwa bisnis juga ikut berpengaruh terhadap berjalan tidaknya pengelolaan BUMDes.
“Tidak semua, masih banyak juga BUMDes yang berjalan,” ucapnya.
Untuk meningkatkan SDM BUMDes, terang Deni Widanarni, pihaknya juga telah melakukan kerjasama dengan Balai di Banjarbaru untuk memberikan pelatihan agar pengurus bisa meningkatkan wawasan dan pengetahuan terhadap pengelolaan BUMDes. Tahun 2021 dan 2022 ini sudah ada puluhan pengurus BUMDes yang telah diberikan pelatihan.
Menurut Deni Widanarni, selepas pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak, DPMD setempat kembali melakukan pemetaan agar mendapatkan data terkait dengan mana BUMDes yang aktif dan tidak aktif mati suri.
Selanjutnya, BUMDes yang tidak aktif dievaluasi dan diberikan surat untuk mengetahui apa yang menjadi permasalahan.
Baca juga: Bupati Pulang Pisau minta pelayanan masyarakat kembali dimaksimalkan
Dikatakannya, selain BUMDes juga ada BUMDESMA. Baru satu BUMDESMA yang berjalan yakni di Kecamatan Kahayan Tengah dan ada sebanyak empat BUMDes yang telah memiliki badan hukum dan terdaftar di KemenkumHAM, meski BUMDes lainnya juga tetap diakui keberadaannya.
Deni Widanarni menegaskan pemerintah desa bisa saja mengganti atau memperbaharui kepengurusan BUMDes jika dinilai vakum atau tidak berjalan dengan dasar adanya hasil dan berita acara dari Musyawarah Desa (Musdes).
Pemerintah desa itu sendiri yang lebih mengetahui apa yang menjadi permasalahan dan penyebab pengelolaan maupun kepengurusan BUMDes itu tidak berjalan, termasuk dalam pertanggungjawaban aset-aset yang dimiliki BUMDes.
“Berdasarkan hasil Musdes itu, pemerintah desa bisa saja mengganti atau memperbaharui kepengurusan yang dinilai tidak aktif,” paparnya.
Dirinya juga mengungkapkan DPMD terus berusaha melakukan evaluasi dan bekerjasama dengan Tenaga Pendamping Profesional dalam menangani keberadaaan BUMDes yang mati suri ini.
Baca juga: Kementan stabilkan ketersediaan pangan di Kalteng melalui pasar mitra tani
Baca juga: Buntoi diusulkan jadi Desa Adat, kondisi infrastruktur rusak parah
Baca juga: Teras: Hadirkan industri pengolahan padi modern di lokasi food estate
“Ada beberapa faktor yang menyebabkan BUMDes ini mati suri atau tidak ada aktivitas usaha yang dilakukan,” kata Deni Widanarni di Pulang Pisau, Selasa.
Dijelaskannya, faktor yang menjadi penyebab BUMDes mati suri diantaranya kepengurusan yang banyak berganti-ganti, kurangnya pembinaan akibat adanya pergantian kepala desa.
Selain itu, faktor sumber daya manusia (SDM) yang tidak memiliki jiwa bisnis juga ikut berpengaruh terhadap berjalan tidaknya pengelolaan BUMDes.
“Tidak semua, masih banyak juga BUMDes yang berjalan,” ucapnya.
Untuk meningkatkan SDM BUMDes, terang Deni Widanarni, pihaknya juga telah melakukan kerjasama dengan Balai di Banjarbaru untuk memberikan pelatihan agar pengurus bisa meningkatkan wawasan dan pengetahuan terhadap pengelolaan BUMDes. Tahun 2021 dan 2022 ini sudah ada puluhan pengurus BUMDes yang telah diberikan pelatihan.
Menurut Deni Widanarni, selepas pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak, DPMD setempat kembali melakukan pemetaan agar mendapatkan data terkait dengan mana BUMDes yang aktif dan tidak aktif mati suri.
Selanjutnya, BUMDes yang tidak aktif dievaluasi dan diberikan surat untuk mengetahui apa yang menjadi permasalahan.
Baca juga: Bupati Pulang Pisau minta pelayanan masyarakat kembali dimaksimalkan
Dikatakannya, selain BUMDes juga ada BUMDESMA. Baru satu BUMDESMA yang berjalan yakni di Kecamatan Kahayan Tengah dan ada sebanyak empat BUMDes yang telah memiliki badan hukum dan terdaftar di KemenkumHAM, meski BUMDes lainnya juga tetap diakui keberadaannya.
Deni Widanarni menegaskan pemerintah desa bisa saja mengganti atau memperbaharui kepengurusan BUMDes jika dinilai vakum atau tidak berjalan dengan dasar adanya hasil dan berita acara dari Musyawarah Desa (Musdes).
Pemerintah desa itu sendiri yang lebih mengetahui apa yang menjadi permasalahan dan penyebab pengelolaan maupun kepengurusan BUMDes itu tidak berjalan, termasuk dalam pertanggungjawaban aset-aset yang dimiliki BUMDes.
“Berdasarkan hasil Musdes itu, pemerintah desa bisa saja mengganti atau memperbaharui kepengurusan yang dinilai tidak aktif,” paparnya.
Dirinya juga mengungkapkan DPMD terus berusaha melakukan evaluasi dan bekerjasama dengan Tenaga Pendamping Profesional dalam menangani keberadaaan BUMDes yang mati suri ini.
Baca juga: Kementan stabilkan ketersediaan pangan di Kalteng melalui pasar mitra tani
Baca juga: Buntoi diusulkan jadi Desa Adat, kondisi infrastruktur rusak parah
Baca juga: Teras: Hadirkan industri pengolahan padi modern di lokasi food estate