Sampit (ANTARA) - Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Rimbun mengaku mendukung langkah masyarakat memperjuangkan hak kebun plasma yang selama ini tidak dipenuhi perusahaan.
"Kebun plasma 20 persen dari luas kebun perusahaan itu kan memang hak masyarakat dan itu sudah ada aturannya. Wajar kalau masyarakat menuntut hak itu. Tapi tentu, cara yang dilakukan tidak boleh anarkis," kata Rimbun di Sampit, Senin.
Rimbun menanggapi aksi masyarakat didampingi organisasi daerah yang menuntut realisasi kebun plasma 20 persen dari salah satu perusahaan besar perkebunan kelapa sawit di Kotawaringin Timur, beberapa hari lalu.
Menurut Rimbun, aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan masyarakat atas sikap perusahaan yang tidak menepati janji memenuhi kewajiban menyediakan 20 persen kebun plasma untuk masyarakat.
Dia menilai ini hanya satu dari beberapa masalah serupa yang terjadi di Kotawaringin Timur. Banyaknya masalah tersebut menunjukkan perlunya ketegasan pemerintah dalam menegakkan aturan.
Beberapa perusahaan berdalih belum merealisasikan kebun plasma karena masih mengurus perizinan. Ironisnya, perusahaan terus beroperasi dan memanen sawit di lahan yang dijanjikan tersebut.
Baca juga: Legislator Kotim: Pemetaan potensi UMKM permudah pembinaan
Menurut Rimbun, kejanggalan-kejanggalan seperti ini sudah sering terjadi. Bahkan dia menduga tidak sedikit kebun sawit perusahaan yang belum memiliki hak guna usaha (HGU) maupun ditanam di luar HGU.
Dugaan pelanggaran aturan itu sudah sering disampaikan masyarakat dan legislator kepada pemerintah daerah. Sayangnya, hingga kini seolah diabaikan, sementara hak kebun plasma untuk masyarakat juga banyak yang belum direalisasikan.
Masalah sengketa lahan dengan masyarakat juga masih marak dan belum terselesaikan hingga tuntas. Tim yang dibentuk pemerintah daerah juga dinilai tidak mampu secara tegas menyelesaikan masalah-masalah tersebut sehingga berlarut-larut dan dikeluhkan masyarakat.
"Kita tidak anti dengan investasi, bahkan kita menyambut baik kehadiran investasi, tetapi tentu investasi yang menghargai dan memenuhi hak-hak masyarakat. Kita ini bicara hak yang sudah diatur pemerintah. Bukan masyarakat yang mengada-ada. Tinggal perusahaan, mau patuh atau tidak terhadap aturan itu, dan bagaimana pemerintah menyikapinya," demikian Rimbun.
Baca juga: Sekolah swasta di Kotim juga perlu perhatian
Baca juga: DPRD Kotim setujui Raperda Pengembangan Produk Unggulan Daerah
Baca juga: Pemkab Kotim diminta siapkan insentif pengembangan produk unggulan daerah
"Kebun plasma 20 persen dari luas kebun perusahaan itu kan memang hak masyarakat dan itu sudah ada aturannya. Wajar kalau masyarakat menuntut hak itu. Tapi tentu, cara yang dilakukan tidak boleh anarkis," kata Rimbun di Sampit, Senin.
Rimbun menanggapi aksi masyarakat didampingi organisasi daerah yang menuntut realisasi kebun plasma 20 persen dari salah satu perusahaan besar perkebunan kelapa sawit di Kotawaringin Timur, beberapa hari lalu.
Menurut Rimbun, aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan masyarakat atas sikap perusahaan yang tidak menepati janji memenuhi kewajiban menyediakan 20 persen kebun plasma untuk masyarakat.
Dia menilai ini hanya satu dari beberapa masalah serupa yang terjadi di Kotawaringin Timur. Banyaknya masalah tersebut menunjukkan perlunya ketegasan pemerintah dalam menegakkan aturan.
Beberapa perusahaan berdalih belum merealisasikan kebun plasma karena masih mengurus perizinan. Ironisnya, perusahaan terus beroperasi dan memanen sawit di lahan yang dijanjikan tersebut.
Baca juga: Legislator Kotim: Pemetaan potensi UMKM permudah pembinaan
Menurut Rimbun, kejanggalan-kejanggalan seperti ini sudah sering terjadi. Bahkan dia menduga tidak sedikit kebun sawit perusahaan yang belum memiliki hak guna usaha (HGU) maupun ditanam di luar HGU.
Dugaan pelanggaran aturan itu sudah sering disampaikan masyarakat dan legislator kepada pemerintah daerah. Sayangnya, hingga kini seolah diabaikan, sementara hak kebun plasma untuk masyarakat juga banyak yang belum direalisasikan.
Masalah sengketa lahan dengan masyarakat juga masih marak dan belum terselesaikan hingga tuntas. Tim yang dibentuk pemerintah daerah juga dinilai tidak mampu secara tegas menyelesaikan masalah-masalah tersebut sehingga berlarut-larut dan dikeluhkan masyarakat.
"Kita tidak anti dengan investasi, bahkan kita menyambut baik kehadiran investasi, tetapi tentu investasi yang menghargai dan memenuhi hak-hak masyarakat. Kita ini bicara hak yang sudah diatur pemerintah. Bukan masyarakat yang mengada-ada. Tinggal perusahaan, mau patuh atau tidak terhadap aturan itu, dan bagaimana pemerintah menyikapinya," demikian Rimbun.
Baca juga: Sekolah swasta di Kotim juga perlu perhatian
Baca juga: DPRD Kotim setujui Raperda Pengembangan Produk Unggulan Daerah
Baca juga: Pemkab Kotim diminta siapkan insentif pengembangan produk unggulan daerah