Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corupption Watch (ICW) meminta agar Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo membersihkan institusinya dari oknum-oknum yang sempat terbukti melakukan praktik korupsi setelah adanya regulasi peninjauan kembali atas putusan etik AKBP Brotoseno.

"Kami meminta agar Kapolri memprioritaskan agenda bersih-bersih lembaga Polri dari oknum-oknum yang sempat terbukti melakukan praktik korupsi dengan cara langsung memberhentikannya secara tidak hormat," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada ANTARA saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Kurnia juga menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian, yang menurutnya problematika AKBP Raden Brotoseno diakibatkan oleh peraturan tersebut.

Ia mengatakan bahwa peraturan tersebut menyamaratakan jenis kejahatan yang menjadi dasar untuk memberhentikan secara tidak dengan hormat anggota Polri, ditambah lagi dengan mesti melakukan mekanisme sidang etik sebagaimana tertuang dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a PP Nomor 1 Tahun 2003.

"Maka dari itu, ICW mendesak agar Presiden segera merevisi aturan tersebut dengan mewajibkan Polri untuk langsung memberhentikan anggotanya yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pratik korupsi tanpa harus melalui sidang kode etik," ujar Kurnia.

Selain, Kurnia juga meminta agar Kapolri memastikan jajarannya responsif terhadap segala laporan, aduan, atau permintaan informasi dari masyarakat, termasuk polemik AKBP Raden Brotoseno yang dinilai ICW ada upaya menutup-nutupi.

"Bukti konkretnya, surat permintaan informasi perihal status keanggotaan Brotoseno yang kami kirimkan kepada Asisten SDM Kapolri diabaikan begitu saja," kata Kurnia.

Nama AKBP Raden Brotoseno mencuat setelah ICW mempertanyakan status keanggotannya di Korps Bhayangkara.

Brotoseno telah bebas bersyarat sejak 15 Februari 2020. Ia dinilai telah memenuhi syarat administratif dan substantif untuk mendapatkan hak remisi dan pembebasan bersyarat sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 3 Tahun 2018.

Sementara itu, dalam sidang Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia (KKEP) yang digelar pada tanggal 13 Oktober 2020, AKBP Brotoseno terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 13 ayat (1) huruf a, Pasal 13 ayat (1) huruf e Peraturan Kapolri Nomor 14 tentang KEPP. Namun, dia hanya disanksi pemindahtugasan yang bersifat demosi dan diminta untuk meminta maaf kepada pimpinan Korps Bhayangkara.

"Dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri serta direkomendasikan dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat demosi," kata Kadiv Propam Polri Irjen Pol. Ferdy Sambo kepada wartawan, Senin (30/5).

Polri memiliki peraturan baru yang dapat melakukan peninjauan kembali terhadap putusan KKEP yang sudah diputus, seperti putusan etik terhadap AKBP Raden Brotoseno.

Kewenangan melakukan peninjauan kembali diatur dalam Pasal 83 ayat (1) Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Perpol tersebut mencabut Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Polri dan Perkap Nomor 19 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri. Diundangkannya Perpol tersebut tertuang dalam Berita Negara Nomor 597. 2022 yang ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM Yosanna H. Laoly pada hari Rabu, tanggal 15 Juni 2022.

Pewarta : Laily Rahmawaty
Uploader : Ronny
Copyright © ANTARA 2024