Jakarta (ANTARA) - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menetapkan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana kasus polisi tembak polisi di rumah Irjen Pol Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu malam.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo membenarkan Bharada Richard Eliezer yang terlibat insiden polisi tembak polisi di rumah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) nonaktif Irjen Pol. Ferdy Sambo kembali ke kesatuan asalnya, Brimob.
Dedi yang dikonfirmasi di Jakarta, Minggu, menyebutkan alasan Bharada E kembali ke Brimob karena yang bersangkutan masih berstatus sebagai saksi dalam kasus polisi tembak polisi.
"Ya, karena statusnya masih sebagai saksi," kata Dedi.
Ia enggan menjelaskan lebih detail terkait dengan alasan penarikan Bharada E ke Mako Brimob.
Sementara itu, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E diketahui sebagai anggota Brimob yang diperbantukan di Divisi Propam Polri dan menjadi ajudan Irjen Pol. Ferdy Sambo.
Bharada E diduga terlibat baku tembak dengan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadie J di rumah Kadiv Propam Polri Irjem Pol. Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7).
Kepolisian menangani tiga laporan dalam peristiwa tersebut, yakni: pertama, laporan berkenaan dengan dugaan pelecehan seksual atau pencabulan; kedua, berkenaan dengan dugaan pengancaman dan kekerasan serta percobaan pembunuhan.
Ketiga, kasus yang ditangani oleh Bareskrim Polri terkait dengan dugaan percobaan pembunuhan dan penganiayaan yang dilaporkan oleh kuasa hukum keluarga Briptu Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Kini ketiga laporan polisi itu ditangani oleh Bareskrim Polri menjadi satu kesatuan. Kendati demikian, hingga saat ini belum ada penetapan tersangka.
Setelah kasus polisi tembak polisi, Bharada E mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Pada hari Jumat (29/7) LPSK menerima kedatangan Bharada Eliezer untuk menjalani asesmen dan investigasi terkait dengan kematian Brigadir J.
Sebelumnya, LPSK telah menjadwalkan para pemohon, yakni Putri Candrawathi yang merupakan istri Irjen Pol. Ferdy Sambo dan Bharada E untuk melakukan asesmen dan investigasi pada hari Rabu (27/8). Namun, keduanya berhalangan hadir.
Begitu pula Bharada E. Melalui perwakilan Mako Brimob yang datang ke LPSK, juga menyampaikan yang bersangkutan belum bisa hadir memberikan keterangan.
Kasus polisi tembak polisi turunkan citra Polri di masyarakat
Indonesia Police Watch (IPW) menyebutkan kasus polisi tembak polisi di rumah Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol. Ferdy Sambo hingga menewaskan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J berdampak turunnya citra Polri di masyarakat.
"Oleh karena itu, Kapolri berkewajiban menjaga muruah institusi dan menyelamatkan Polri dari hujatan masyarakat," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso melalui pesan instan diterima di Jakarta, Minggu.
Kasus polisi tembak polisi memasuki babak baru setelah Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengambil alih penanganannya dari Polda Metro Jaya ke Bareskrim, Mabes Polri.
"IPW mengapresiasi langkah Kapolri untuk mengambil alih penanganan kasus tewasnya polisi tembak polisi di rumah Irjen Pol. Ferdy Sambo ke Bareskrim," katanya.
Menurut Sugeng, sudah saatnya Polri membuka dan menjelaskan kepada publik apa yang terjadi dalam insiden tersebut. Apalagi, peristiwa itu melibatkan anggota yang tergabung dalam Satuan Tugas Khusus (Satgassus) yang dibentuk oleh Kapolri.
Berdasarkan penelusuran IPW, Brigadir Yosua dan Bharada Richard Eliezer (Bharada E) merupakan anggota Satgassus. Keduanya diduga terlibat baku tembak di rumah Irjen Pol. Ferdy Sambo yang merupakan Kepala Satgassus Polri. Selain itu, keduanya juga merupakan ajudan dari Ferdy Sambo.
"Oleh sebab itu, Kapolri harus tegas menangani kasus ini sesuai dengan perintah Presiden Jokowi untuk diproses hukum, terbuka, dan jangan ditutup-tutupi. Kepercayaan publik terhadap Polri harus dijaga," kata Teguh menegaskan.
Sebelumnya, penanganan kasus polisi tembak polisi tersebut ditangani oleh Polda Metro untuk dua laporan. Laporan pertama berkenaan dengan dugaan pelecehan seksual atau pencabulan, sedangkan laporan kedua berkenaan dengan dugaan pengancaman dan kekerasan serta percobaan pembunuhan.
Sementara itu, kasus yang ditangani oleh Bareskrim Polri terkait dengan dugaan percobaan pembunuhan dan penganiayaan yang dilaporkan oleh kuasa hukum keluarga Briptu Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Dikatakan pula oleh Teguh bahwa alasan penanganan kasus tersebut dijadikan satu di bawah Bareskrim Polri agar tidak bias dan satu koordinasi.
Dengan demikian, penanganan kasus tersebut berada di wilayah Tim Khusus Internal Polri yang digawangi Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono sebagai penanggung jawab dengan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto sebagai anggotanya.
Menurut Teguh, karena kasus dugaan polisi tembak polisi terjadi di lingkungan satuan kerja Divisi Propam Polri sekaligus berada di Tim Satgassus Polri, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit harus menegakkan aturannya sendiri, yakni Perkap Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri.
Dalam kejadian ini, menurut dia, Irjen Pol. Ferdy Sambo selaku atasan tidak melakukan kewajiban melaksanakan pengawasan melekat (waskat) sesuai dengan Pasal 9 Perkap Nomor 2 Tahun 2022.
Pasal 9 Perkap 2 Tahun 2022 menyebutkan bahwa atasan yang tidak melakukan kewajiban dalam melaksanakan waskat sebagaimana diatur dalam peraturan Kapolri ini diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
"Sesuai dengan pertimbangan dikeluarkannya perkap bahwa pengawasan melekat untuk lebih meningkatkan disiplin, etika, dan kinerja anggota Polri dalam melaksanakan tugas. Dengan demikian, tujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintah yang baik," kata Sugeng.
Diberitakan sebelumnya, Mabes Polri menarik penanganan kasus Brigadir Yosua yang ditangani oleh Polda Metro Jaya ke Bareskrim Polri.
"Penarikan untuk efektivitas dan efisiensi manajemen penyidikan dan mempercepat proses pembuktian secara ilmiah (SCI)," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo saat dihubungi terpisah, Minggu.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo membenarkan Bharada Richard Eliezer yang terlibat insiden polisi tembak polisi di rumah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) nonaktif Irjen Pol. Ferdy Sambo kembali ke kesatuan asalnya, Brimob.
Dedi yang dikonfirmasi di Jakarta, Minggu, menyebutkan alasan Bharada E kembali ke Brimob karena yang bersangkutan masih berstatus sebagai saksi dalam kasus polisi tembak polisi.
"Ya, karena statusnya masih sebagai saksi," kata Dedi.
Ia enggan menjelaskan lebih detail terkait dengan alasan penarikan Bharada E ke Mako Brimob.
Sementara itu, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E diketahui sebagai anggota Brimob yang diperbantukan di Divisi Propam Polri dan menjadi ajudan Irjen Pol. Ferdy Sambo.
Bharada E diduga terlibat baku tembak dengan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadie J di rumah Kadiv Propam Polri Irjem Pol. Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7).
Kepolisian menangani tiga laporan dalam peristiwa tersebut, yakni: pertama, laporan berkenaan dengan dugaan pelecehan seksual atau pencabulan; kedua, berkenaan dengan dugaan pengancaman dan kekerasan serta percobaan pembunuhan.
Ketiga, kasus yang ditangani oleh Bareskrim Polri terkait dengan dugaan percobaan pembunuhan dan penganiayaan yang dilaporkan oleh kuasa hukum keluarga Briptu Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Kini ketiga laporan polisi itu ditangani oleh Bareskrim Polri menjadi satu kesatuan. Kendati demikian, hingga saat ini belum ada penetapan tersangka.
Setelah kasus polisi tembak polisi, Bharada E mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Pada hari Jumat (29/7) LPSK menerima kedatangan Bharada Eliezer untuk menjalani asesmen dan investigasi terkait dengan kematian Brigadir J.
Sebelumnya, LPSK telah menjadwalkan para pemohon, yakni Putri Candrawathi yang merupakan istri Irjen Pol. Ferdy Sambo dan Bharada E untuk melakukan asesmen dan investigasi pada hari Rabu (27/8). Namun, keduanya berhalangan hadir.
Begitu pula Bharada E. Melalui perwakilan Mako Brimob yang datang ke LPSK, juga menyampaikan yang bersangkutan belum bisa hadir memberikan keterangan.
Kasus polisi tembak polisi turunkan citra Polri di masyarakat
Indonesia Police Watch (IPW) menyebutkan kasus polisi tembak polisi di rumah Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol. Ferdy Sambo hingga menewaskan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J berdampak turunnya citra Polri di masyarakat.
"Oleh karena itu, Kapolri berkewajiban menjaga muruah institusi dan menyelamatkan Polri dari hujatan masyarakat," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso melalui pesan instan diterima di Jakarta, Minggu.
Kasus polisi tembak polisi memasuki babak baru setelah Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengambil alih penanganannya dari Polda Metro Jaya ke Bareskrim, Mabes Polri.
"IPW mengapresiasi langkah Kapolri untuk mengambil alih penanganan kasus tewasnya polisi tembak polisi di rumah Irjen Pol. Ferdy Sambo ke Bareskrim," katanya.
Menurut Sugeng, sudah saatnya Polri membuka dan menjelaskan kepada publik apa yang terjadi dalam insiden tersebut. Apalagi, peristiwa itu melibatkan anggota yang tergabung dalam Satuan Tugas Khusus (Satgassus) yang dibentuk oleh Kapolri.
Berdasarkan penelusuran IPW, Brigadir Yosua dan Bharada Richard Eliezer (Bharada E) merupakan anggota Satgassus. Keduanya diduga terlibat baku tembak di rumah Irjen Pol. Ferdy Sambo yang merupakan Kepala Satgassus Polri. Selain itu, keduanya juga merupakan ajudan dari Ferdy Sambo.
"Oleh sebab itu, Kapolri harus tegas menangani kasus ini sesuai dengan perintah Presiden Jokowi untuk diproses hukum, terbuka, dan jangan ditutup-tutupi. Kepercayaan publik terhadap Polri harus dijaga," kata Teguh menegaskan.
Sebelumnya, penanganan kasus polisi tembak polisi tersebut ditangani oleh Polda Metro untuk dua laporan. Laporan pertama berkenaan dengan dugaan pelecehan seksual atau pencabulan, sedangkan laporan kedua berkenaan dengan dugaan pengancaman dan kekerasan serta percobaan pembunuhan.
Sementara itu, kasus yang ditangani oleh Bareskrim Polri terkait dengan dugaan percobaan pembunuhan dan penganiayaan yang dilaporkan oleh kuasa hukum keluarga Briptu Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Dikatakan pula oleh Teguh bahwa alasan penanganan kasus tersebut dijadikan satu di bawah Bareskrim Polri agar tidak bias dan satu koordinasi.
Dengan demikian, penanganan kasus tersebut berada di wilayah Tim Khusus Internal Polri yang digawangi Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono sebagai penanggung jawab dengan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto sebagai anggotanya.
Menurut Teguh, karena kasus dugaan polisi tembak polisi terjadi di lingkungan satuan kerja Divisi Propam Polri sekaligus berada di Tim Satgassus Polri, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit harus menegakkan aturannya sendiri, yakni Perkap Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri.
Dalam kejadian ini, menurut dia, Irjen Pol. Ferdy Sambo selaku atasan tidak melakukan kewajiban melaksanakan pengawasan melekat (waskat) sesuai dengan Pasal 9 Perkap Nomor 2 Tahun 2022.
Pasal 9 Perkap 2 Tahun 2022 menyebutkan bahwa atasan yang tidak melakukan kewajiban dalam melaksanakan waskat sebagaimana diatur dalam peraturan Kapolri ini diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
"Sesuai dengan pertimbangan dikeluarkannya perkap bahwa pengawasan melekat untuk lebih meningkatkan disiplin, etika, dan kinerja anggota Polri dalam melaksanakan tugas. Dengan demikian, tujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintah yang baik," kata Sugeng.
Diberitakan sebelumnya, Mabes Polri menarik penanganan kasus Brigadir Yosua yang ditangani oleh Polda Metro Jaya ke Bareskrim Polri.
"Penarikan untuk efektivitas dan efisiensi manajemen penyidikan dan mempercepat proses pembuktian secara ilmiah (SCI)," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo saat dihubungi terpisah, Minggu.