Muara Teweh (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, minta petugas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Muara Teweh dan Puskesmas untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dalam rangka menanggulangi wabah melalui respon kewaspadaan dini kejadian luar biasa (KLB) khususnya keracunan pangan.
"Kasus KLB di Barito Utara hampir setiap tahun terjadi di daerah ini yaitu keracunan pangan. Kasus terakhir terjadi pada lokasi dan orang yang sama, yaitu kasus keracunan pangan di PT KTC di wilayah Desa Lemo Kecamatan Teweh Tengah tahun 2021 dan 2022," kata Kepala Dinas Kesehatan Barito Utara Siswandoyo di Muara Teweh, Kamis.
Menurut dia, kasus keracunan pangan, sampai saat ini masih belum ditemukan penyebab KLB, walaupun sampel sudah diperiksa di laboratorium BPOM Kalteng.
"Untuk itu perlu menjadi perhatian kita semua khususnya pengelola program surveilans dan kesehatan lingkungan. Kiranya dapat melakukan penyelidikan epidemiologi sesuai dengan buku pedoman penyelidikan dan penanggulangan KLB penyakit menular dan keracunan pangan," kata Siswandoyo.
Siswandoyo mengatakan pihaknya telah melakukan pertemuan peningkatan kapasitas pengelola program surveilans bagi petugas RSUD Muara Teweh dan Puskesmas, merupakan wadah mengevaluasi hasil capaian program yang sudah dilaksanakan.
Pada kesempatan itu, Kadis Kesehatan menyampaikan kepada para peserta pertemuan agar meningkatkan pelayanan kesehatan dalam rangka menanggulangi wabah melalui respon kewaspadaan dini KLB.
Selain itu melakukan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan lintas sektor terkait apabila terjadi kasus KLB. Melakukan verifikasi dan validasi data setiap laporan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) oleh Puskesmas serta penyelenggaraan surveilans kesehatan harus sesuai dengan indikator seperti kelengkapan laporan, ketetapan laporan dan indikator kinerja surveilans lainnya.
"Untuk itu saya berharap pada pertemuan ini dapat dirumuskan percepatan capaian program, surveilans dan agar dapat dibuat kesepakatan serta rencana tindak lanjutnya setelah kegiatan ini untuk masa yang akan datang," kata Siswandoyo.
Indonesia, menurut dia, merupakan negara yang masih memiliki angka KLB penyakit menular dan keracunan pangan yang cukup tinggi.
Kondisi ini menyebabkan perlunya peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB tersebut dengan langkah-langkah yang terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangan menjadi cepat dan akurat pula.
"Meningkatnya mobilisasi manusia dan barang dewasa ini mendorong semakin besarnya faktor risiko menularnya penyakit lintas dan antar negara seperti H5N1, H7N9, Merscov dan Ebola serta COVID-19," ujar Siswandoyo.
"Kasus KLB di Barito Utara hampir setiap tahun terjadi di daerah ini yaitu keracunan pangan. Kasus terakhir terjadi pada lokasi dan orang yang sama, yaitu kasus keracunan pangan di PT KTC di wilayah Desa Lemo Kecamatan Teweh Tengah tahun 2021 dan 2022," kata Kepala Dinas Kesehatan Barito Utara Siswandoyo di Muara Teweh, Kamis.
Menurut dia, kasus keracunan pangan, sampai saat ini masih belum ditemukan penyebab KLB, walaupun sampel sudah diperiksa di laboratorium BPOM Kalteng.
"Untuk itu perlu menjadi perhatian kita semua khususnya pengelola program surveilans dan kesehatan lingkungan. Kiranya dapat melakukan penyelidikan epidemiologi sesuai dengan buku pedoman penyelidikan dan penanggulangan KLB penyakit menular dan keracunan pangan," kata Siswandoyo.
Siswandoyo mengatakan pihaknya telah melakukan pertemuan peningkatan kapasitas pengelola program surveilans bagi petugas RSUD Muara Teweh dan Puskesmas, merupakan wadah mengevaluasi hasil capaian program yang sudah dilaksanakan.
Pada kesempatan itu, Kadis Kesehatan menyampaikan kepada para peserta pertemuan agar meningkatkan pelayanan kesehatan dalam rangka menanggulangi wabah melalui respon kewaspadaan dini KLB.
Selain itu melakukan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan lintas sektor terkait apabila terjadi kasus KLB. Melakukan verifikasi dan validasi data setiap laporan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) oleh Puskesmas serta penyelenggaraan surveilans kesehatan harus sesuai dengan indikator seperti kelengkapan laporan, ketetapan laporan dan indikator kinerja surveilans lainnya.
"Untuk itu saya berharap pada pertemuan ini dapat dirumuskan percepatan capaian program, surveilans dan agar dapat dibuat kesepakatan serta rencana tindak lanjutnya setelah kegiatan ini untuk masa yang akan datang," kata Siswandoyo.
Indonesia, menurut dia, merupakan negara yang masih memiliki angka KLB penyakit menular dan keracunan pangan yang cukup tinggi.
Kondisi ini menyebabkan perlunya peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB tersebut dengan langkah-langkah yang terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangan menjadi cepat dan akurat pula.
"Meningkatnya mobilisasi manusia dan barang dewasa ini mendorong semakin besarnya faktor risiko menularnya penyakit lintas dan antar negara seperti H5N1, H7N9, Merscov dan Ebola serta COVID-19," ujar Siswandoyo.