Sidoarjo (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada terdakwa Itong Isnaeni Hidayat, hakim Pengadilan Negeri Surabaya nonaktif yang terlibat kasus suap.
"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan hukuman penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp300 juta. Jika tidak dibayar harus diganti dengan hukuman penjara selama enam bulan," kata Hakim Tongani saat membaca amar putusan di Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa.
Dalam putusan tersebut, terdakwa Itong Isnaeni juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp390 juta selambat-lambatnya dalam satu bulan. Jika tidak dibayar, wajib diganti dengan hukuman penjara selama enam bulan.
Putusan ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama tujuh tahun penjara kepada Itong Isnaeni karena terbukti bersalah menerima suap dalam perkara pembubaran PT Soyu Giri Primedika.
Setelah mendengar hakim membaca putusan, Itong Isnaeni yang mengikuti sidang secara dalam jaringan dari Rutan Medaeng langsung menyatakan banding atas putusan tersebut.
"Saya tidak pernah menerima uang itu. Oleh karenanya, saya menyatakan banding," kata Itong sebelum sidang ditutup.
Usai sidang, Mulyadi selaku kuasa hukum Itong Isnaeni mengatakan bahwa kliennya tidak pernah menerima uang suap itu sehingga memilih banding atas putusan ini.
"Dalam pertimbangan majelis ada pengondisian, berarti ada yang dikondisikan. Tapi, ternyata tidak ada yang dikondisikan. Ini putusan yang kontradiktif," kata Mulyadi.
Mulyadi menyatakan bahwa beberapa saksi yang dihadirkan dalam sidang mengaku tidak pernah memberi uang kepada Itong sehingga upaya banding yang dilakukan kliennya sangat beralasan.
Sementara itu, jaksa penuntut umum menyatakan masih pikir-pikir atas putusan itu. Para jaksa dari KPK harus berkoordinasi dulu dengan pimpinannya untuk mengambil keputusan menerima atau banding atas putusan tersebut.
"Putusan memang lebih ringan dari tuntutan. Kami menuntut tujuh tahun penjara, majelis memutus lima tahun. Kami harus menghormati putusan hakim," kata Jaksa KPK M. Nur Aziz ditemui usai sidang.
Sidang perkara tindak pidana korupsi gratifikasi suap hakim Pengadilan Negeri Surabaya nonaktif Itong Isnaeni Hidayat digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Dalam perkara ini, Itong Isnaeni tidak sendirian. Ia didakwa bersama M. Hamdan selaku panitera pengganti dan Hendro Kasiono (seorang pengacara), dalam berkas terpisah.
Itong Isnaeni dan M. Hamdan dijerat dengan pasal berlapis, yakni keduanya sebagai penerima suap didakwa pasal kesatu: pasal 12 huruf c UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua: pasal 11 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan terdakwa Hendro Kasiono sebagai pemberi suap didakwa kesatu: pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua: pasal 13 UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan hukuman penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp300 juta. Jika tidak dibayar harus diganti dengan hukuman penjara selama enam bulan," kata Hakim Tongani saat membaca amar putusan di Pengadilan Tipikor Surabaya di Jalan Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa.
Dalam putusan tersebut, terdakwa Itong Isnaeni juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp390 juta selambat-lambatnya dalam satu bulan. Jika tidak dibayar, wajib diganti dengan hukuman penjara selama enam bulan.
Putusan ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama tujuh tahun penjara kepada Itong Isnaeni karena terbukti bersalah menerima suap dalam perkara pembubaran PT Soyu Giri Primedika.
Setelah mendengar hakim membaca putusan, Itong Isnaeni yang mengikuti sidang secara dalam jaringan dari Rutan Medaeng langsung menyatakan banding atas putusan tersebut.
"Saya tidak pernah menerima uang itu. Oleh karenanya, saya menyatakan banding," kata Itong sebelum sidang ditutup.
Usai sidang, Mulyadi selaku kuasa hukum Itong Isnaeni mengatakan bahwa kliennya tidak pernah menerima uang suap itu sehingga memilih banding atas putusan ini.
"Dalam pertimbangan majelis ada pengondisian, berarti ada yang dikondisikan. Tapi, ternyata tidak ada yang dikondisikan. Ini putusan yang kontradiktif," kata Mulyadi.
Mulyadi menyatakan bahwa beberapa saksi yang dihadirkan dalam sidang mengaku tidak pernah memberi uang kepada Itong sehingga upaya banding yang dilakukan kliennya sangat beralasan.
Sementara itu, jaksa penuntut umum menyatakan masih pikir-pikir atas putusan itu. Para jaksa dari KPK harus berkoordinasi dulu dengan pimpinannya untuk mengambil keputusan menerima atau banding atas putusan tersebut.
"Putusan memang lebih ringan dari tuntutan. Kami menuntut tujuh tahun penjara, majelis memutus lima tahun. Kami harus menghormati putusan hakim," kata Jaksa KPK M. Nur Aziz ditemui usai sidang.
Sidang perkara tindak pidana korupsi gratifikasi suap hakim Pengadilan Negeri Surabaya nonaktif Itong Isnaeni Hidayat digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Dalam perkara ini, Itong Isnaeni tidak sendirian. Ia didakwa bersama M. Hamdan selaku panitera pengganti dan Hendro Kasiono (seorang pengacara), dalam berkas terpisah.
Itong Isnaeni dan M. Hamdan dijerat dengan pasal berlapis, yakni keduanya sebagai penerima suap didakwa pasal kesatu: pasal 12 huruf c UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua: pasal 11 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan terdakwa Hendro Kasiono sebagai pemberi suap didakwa kesatu: pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kedua: pasal 13 UU Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.