Muara Teweh (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, memberikan pemahaman terkait tanah restan di kawasan transmigrasi yang memiliki atau tidak memiliki surat keputusan (SK) atau sertifikat hak pengelolaan (HPL).
"Kegiatan ini sesuai Surat Edaran (SE) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) RI Nomor 18 Tahun 2020 tentang penjelasan status tanah restan di kawasan Transmigrasi," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, Koperasi dan UKM Barito Utara, Mastur menyosialisasikan SE Kemendes PDTT di Muara Teweh, Kamis.
Menurut dia, sosialisasi ini untuk memberikan pengetahuan dan informasi mengenai pemanfaatan tanah restan dengan harapkan memperoleh kesamaan pemahaman dalam penyelesaian permasalahan tanah restan.
"Kita harapkan kesamaan pemahaman dalam masalah tanah restan yang diikuti 17 kepala desa pada empat kecamatan dan dinas terkait," kata Mastur
Bupati Barito Utara Nadalsyah dalam sambutan tertulisnya dibacakan Sekda Muhlis mengatakan bahwa perolehan tanah restan di awali dengan penyediaan tanah untuk pembangunan kawasan transmigrasi yang dilaksanakan melalui mekanisme proses pencadangan tanah oleh pemerintah daerah.
"Pencadangan tanah ini berasal dari tanah hak, tanah kawasan hutan yang dilepaskan menjadi tanah negara, atau berasal dari tanah negara bebas," kata Sekda Muhlis membuka kegiatan tersebut.
Selanjutnya, kata Sekda, diterbitkan hak pengelolaan atas nama Kementerian Transmigrasi, kemudian di atas HPL tersebut dilakukan pembuatan rencana kapling, berupa lahan pekarangan, lahan usaha I, lahan usaha II yang diperuntukkan bagi transmigran dengan status hak milik, hak pakai bagi tanah yang dikuasai instansi pemerintah selama dipergunakan, serta fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Sekda Muhlis mengatakan, diantara tanah-tanah tersebut terdapat tanah sisa yang disebut dengan tanah restan yang dikuasai oleh transmigran pecahan kepala keluarga atau bukan pecahan KK.
"Status tanah restan adalah tanah negara eks hak pengelolaan Departemen Transmigrasi, ketentuan pasal 6 Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Transmigrasi Republik Indonesia dan Kepala Badan Pertanahan Nasional, hak pengelolaan Departemen Transmigrasi sesuai ketentuan sudah diserahkan pengelolaan kepada pemerintah daerah sehingga subyek HPL tidak eksis dan status tanahnya menjadi tanah negara," kata Muhlis.
Dijelaskan Sekda, pelepasan hak statusnya kembali kepada negara. Eksisting di lapangan tanah tersebut pengelolaan diserahkan pemerintah desa serta tidak terdaftar dalam 91 daftar inventaris instansi pemerintah yang bersangkutan sehingga tidak bisa dikatakan sebagai aset pemerintah daerah.
Untuk itu Bupati melalui Sekda Muhlis mengimbau kepada seluruh peserta sosialisasi agar mendengarkan secara seksama penjelasan yang akan diberikan oleh pemateri/narasumber sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang status tanah restan.
"Sehingga ke depan para peserta sosialisasi ini dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan tentang tanah restan ini sehingga sumber daya manusia kita mampu mengelola kekayaan alam yang ada untuk pembangunan," ujar Sekda Muhlis.
"Kegiatan ini sesuai Surat Edaran (SE) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) RI Nomor 18 Tahun 2020 tentang penjelasan status tanah restan di kawasan Transmigrasi," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, Koperasi dan UKM Barito Utara, Mastur menyosialisasikan SE Kemendes PDTT di Muara Teweh, Kamis.
Menurut dia, sosialisasi ini untuk memberikan pengetahuan dan informasi mengenai pemanfaatan tanah restan dengan harapkan memperoleh kesamaan pemahaman dalam penyelesaian permasalahan tanah restan.
"Kita harapkan kesamaan pemahaman dalam masalah tanah restan yang diikuti 17 kepala desa pada empat kecamatan dan dinas terkait," kata Mastur
Bupati Barito Utara Nadalsyah dalam sambutan tertulisnya dibacakan Sekda Muhlis mengatakan bahwa perolehan tanah restan di awali dengan penyediaan tanah untuk pembangunan kawasan transmigrasi yang dilaksanakan melalui mekanisme proses pencadangan tanah oleh pemerintah daerah.
"Pencadangan tanah ini berasal dari tanah hak, tanah kawasan hutan yang dilepaskan menjadi tanah negara, atau berasal dari tanah negara bebas," kata Sekda Muhlis membuka kegiatan tersebut.
Selanjutnya, kata Sekda, diterbitkan hak pengelolaan atas nama Kementerian Transmigrasi, kemudian di atas HPL tersebut dilakukan pembuatan rencana kapling, berupa lahan pekarangan, lahan usaha I, lahan usaha II yang diperuntukkan bagi transmigran dengan status hak milik, hak pakai bagi tanah yang dikuasai instansi pemerintah selama dipergunakan, serta fasilitas umum dan fasilitas sosial.
Sekda Muhlis mengatakan, diantara tanah-tanah tersebut terdapat tanah sisa yang disebut dengan tanah restan yang dikuasai oleh transmigran pecahan kepala keluarga atau bukan pecahan KK.
"Status tanah restan adalah tanah negara eks hak pengelolaan Departemen Transmigrasi, ketentuan pasal 6 Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Transmigrasi Republik Indonesia dan Kepala Badan Pertanahan Nasional, hak pengelolaan Departemen Transmigrasi sesuai ketentuan sudah diserahkan pengelolaan kepada pemerintah daerah sehingga subyek HPL tidak eksis dan status tanahnya menjadi tanah negara," kata Muhlis.
Dijelaskan Sekda, pelepasan hak statusnya kembali kepada negara. Eksisting di lapangan tanah tersebut pengelolaan diserahkan pemerintah desa serta tidak terdaftar dalam 91 daftar inventaris instansi pemerintah yang bersangkutan sehingga tidak bisa dikatakan sebagai aset pemerintah daerah.
Untuk itu Bupati melalui Sekda Muhlis mengimbau kepada seluruh peserta sosialisasi agar mendengarkan secara seksama penjelasan yang akan diberikan oleh pemateri/narasumber sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang status tanah restan.
"Sehingga ke depan para peserta sosialisasi ini dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan tentang tanah restan ini sehingga sumber daya manusia kita mampu mengelola kekayaan alam yang ada untuk pembangunan," ujar Sekda Muhlis.