Jakarta (ANTARA) - Kepala Puskesmas Kelurahan Tugu Utara 3 Kecamatan Koja Jakarta dr. Endang Sulistyani mengingatkan terdapat tiga gejala klinis yang spesifik yang harus diwaspadai masyarakat, terutama bagi orang-orang dengan faktor risiko tinggi.
“Ada tiga ciri khas atau gejala klinis yang spesifik untuk penyakit DM ini yang disebut 3P atau tiga banyak. Adalah poliuri atau banyak kencing, kemudian polidipsi atau banyak minum, dan polifagi atau banyak makan,” kata Endang dalam bincang virtual yang disiarkan melalui YouTube Dinkes DKI diikuti di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut, dia menjelaskan gejala poliuri ditandai ketika seseorang banyak berkemih atau sering buang air kecil. Hal tersebut, imbuh Endang, disebabkan karena kadar gula di dalam darah yang sangat meningkat, kemudian ginjal berusaha untuk membuang gula dan ikut menarik cairan yang banyak di dalam tubuh.
“Sehingga seseorang yang kadar gula dalam darahnya meningkat ini mengalami sering sekali berkemih atau buang air kecil. Bahkan dalam sehari bisa lima liter yang dikeluarkan pada saat berkemih,” ujarnya.
Baca juga: Kenali bahaya komplikasi yang bisa muncul dari diabetes
Selanjutnya, gejala polidipsi atau sering haus. Kondisi ini terjadi karena banyak cairan yang dikeluarkan ketika buang air kecil sehingga seorang penderita diabetes akan merasa haus yang berlebihan dan kebutuhan untuk minum juga menjadi lebih besar.
Terakhir, gejala polifagi atau banyak makan yang terjadi saat tubuh mengalami kelaparan sel sehingga tubuh akan berusaha memasukkan banyak kalori untuk mengatasi sel-sel yang kelaparan. Dengan demikian, seseorang yang kadar gula dalam darahnya tinggi akan merasa sering lapar atau banyak makan.
“Itu adalah gejala-gejala yang spesifik untuk diabetes melitus. Ada juga gejala yang tidak spesifik misalnya penurunan berat badan karena sebab yang tidak diketahui, ‘Kok, tiba-tiba berat badan saya turun banyak padahal saya makan banyak’,” kata Endang.
Selain itu, gejala yang tidak spesifik lainnya termasuk tubuh merasa lemas, bisa muncul gatal-gatal, terdapat luka yang tidak kunjung sembuh atau bisul yang hilang-timbul, keputihan pada perempuan, bahkan impotensi pada laki-laki.
“Tapi gejala-gejala ini bisa juga terjadi pada saat yang sudah lanjut sehingga seseorang kadang-kadang tidak sadar bahwa dirinya sudah mengidap diabetes melitus, bahkan ada yang tidak bergejala sehingga terlambat diketahui seseorang mengidap diabetes melitus,” katanya.
Baca juga: Apa itu penyakit Diabetik Makular Edema?
Endang mengingatkan penyakit diabetes, terutama diabetes tipe dua, sebetulnya berisiko terhadap semua orang. Secara garis besar, terdapat faktor risiko yang sebenarnya dapat diubah untuk menurunkan risiko terjadinya diabetes seperti obesitas, kurang aktivitas fisik, tidak diet gizi seimbang, serta hipertensi.
Sementara faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti usia, keturunan, ibu yang menderita diabetes gestasional, serta kelahiran bayi dengan bobot kurang dari 2500 gram.
Endang mengatakan penegakan diagnosis diabetes melitus dilakukan melalui pemeriksaan gula darah, yakni pemeriksaan gula darah sewaktu melalui vena kapiler di ujung jari atau melalui darah vena yang biasanya diambil dari siku.
“Seseorang ditegakkan menyandang DM apabila kadar gula darah sewaktunya lebih dari 200mg/dL disertai dengan gejala-gejala yang spesifik seperti yang disebutkan, ada polifagi, poliuri, polidipsi,” katanya.
Pemeriksaan darah lain yang bisa dilakukan yaitu gula sampel darah puasa yang diambil ketika seseorang sudah berpuasa minimal 8 jam. Apabila kadar gula darah lebih dari 126 mg/dL, maka sudah bisa ditegakkan sebagai diabetes melitus.
Ada pula pemeriksaan yang lebih spesifik dengan pemeriksaan HBA1C, yang apabila kadar gula darah lebih dari 6,5 mg/dL maka dikategorikan sebagai diagnosa diabetes melitus.
Baca juga: Penderita diabetes dinilai penting untuk modifikasi gaya hidup
Baca juga: Ini penyebab Alzheimer yang jarang disadari
“Ada tiga ciri khas atau gejala klinis yang spesifik untuk penyakit DM ini yang disebut 3P atau tiga banyak. Adalah poliuri atau banyak kencing, kemudian polidipsi atau banyak minum, dan polifagi atau banyak makan,” kata Endang dalam bincang virtual yang disiarkan melalui YouTube Dinkes DKI diikuti di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut, dia menjelaskan gejala poliuri ditandai ketika seseorang banyak berkemih atau sering buang air kecil. Hal tersebut, imbuh Endang, disebabkan karena kadar gula di dalam darah yang sangat meningkat, kemudian ginjal berusaha untuk membuang gula dan ikut menarik cairan yang banyak di dalam tubuh.
“Sehingga seseorang yang kadar gula dalam darahnya meningkat ini mengalami sering sekali berkemih atau buang air kecil. Bahkan dalam sehari bisa lima liter yang dikeluarkan pada saat berkemih,” ujarnya.
Baca juga: Kenali bahaya komplikasi yang bisa muncul dari diabetes
Selanjutnya, gejala polidipsi atau sering haus. Kondisi ini terjadi karena banyak cairan yang dikeluarkan ketika buang air kecil sehingga seorang penderita diabetes akan merasa haus yang berlebihan dan kebutuhan untuk minum juga menjadi lebih besar.
Terakhir, gejala polifagi atau banyak makan yang terjadi saat tubuh mengalami kelaparan sel sehingga tubuh akan berusaha memasukkan banyak kalori untuk mengatasi sel-sel yang kelaparan. Dengan demikian, seseorang yang kadar gula dalam darahnya tinggi akan merasa sering lapar atau banyak makan.
“Itu adalah gejala-gejala yang spesifik untuk diabetes melitus. Ada juga gejala yang tidak spesifik misalnya penurunan berat badan karena sebab yang tidak diketahui, ‘Kok, tiba-tiba berat badan saya turun banyak padahal saya makan banyak’,” kata Endang.
Selain itu, gejala yang tidak spesifik lainnya termasuk tubuh merasa lemas, bisa muncul gatal-gatal, terdapat luka yang tidak kunjung sembuh atau bisul yang hilang-timbul, keputihan pada perempuan, bahkan impotensi pada laki-laki.
“Tapi gejala-gejala ini bisa juga terjadi pada saat yang sudah lanjut sehingga seseorang kadang-kadang tidak sadar bahwa dirinya sudah mengidap diabetes melitus, bahkan ada yang tidak bergejala sehingga terlambat diketahui seseorang mengidap diabetes melitus,” katanya.
Baca juga: Apa itu penyakit Diabetik Makular Edema?
Endang mengingatkan penyakit diabetes, terutama diabetes tipe dua, sebetulnya berisiko terhadap semua orang. Secara garis besar, terdapat faktor risiko yang sebenarnya dapat diubah untuk menurunkan risiko terjadinya diabetes seperti obesitas, kurang aktivitas fisik, tidak diet gizi seimbang, serta hipertensi.
Sementara faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti usia, keturunan, ibu yang menderita diabetes gestasional, serta kelahiran bayi dengan bobot kurang dari 2500 gram.
Endang mengatakan penegakan diagnosis diabetes melitus dilakukan melalui pemeriksaan gula darah, yakni pemeriksaan gula darah sewaktu melalui vena kapiler di ujung jari atau melalui darah vena yang biasanya diambil dari siku.
“Seseorang ditegakkan menyandang DM apabila kadar gula darah sewaktunya lebih dari 200mg/dL disertai dengan gejala-gejala yang spesifik seperti yang disebutkan, ada polifagi, poliuri, polidipsi,” katanya.
Pemeriksaan darah lain yang bisa dilakukan yaitu gula sampel darah puasa yang diambil ketika seseorang sudah berpuasa minimal 8 jam. Apabila kadar gula darah lebih dari 126 mg/dL, maka sudah bisa ditegakkan sebagai diabetes melitus.
Ada pula pemeriksaan yang lebih spesifik dengan pemeriksaan HBA1C, yang apabila kadar gula darah lebih dari 6,5 mg/dL maka dikategorikan sebagai diagnosa diabetes melitus.
Baca juga: Penderita diabetes dinilai penting untuk modifikasi gaya hidup
Baca juga: Ini penyebab Alzheimer yang jarang disadari