Badung (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyebut tiga area yang rentan menjadi tempat terjadinya tindak pidana korupsi, yaitu perizinan, rekrutmen pegawai, serta pengadaan barang dan jasa.
Oleh karena itu, Ghufron meminta pejabat publik untuk tetap mawas diri dan mulai menyadari bahwa korupsi merugikan tidak hanya bagi pelaku, tetapi juga korban yang dikorupsi, yaitu aset negara, kepercayaan dan kepentingan publik.
"(Pejabat publik harus mulai) berkomitmen mulai dari sekarang budaya korupsi tidak lagi zaman, tidak lagi now (kekinian, red.), tidak keren ketika perizinan dan pengadaan barang dan jasa (korupsi) tidak keren. Ini yang penting," kata Nurul Ghufron saat acara pembukaan peringatan Hari Antikorupsi Dunia (Road to Harkodia) 2022 di Badung, Bali, Kamis.
Dalam kesempatan itu, ia menjelaskan seringkali ada asumsi bahwa korupsi pada tiga bidang itu menguntungkan, padahal korupsi pada pengadaan barang dan jasa justru merugikan.
"Seandainya gedung ini dibuat, dibangun dengan tidak proper, ada korupsinya, saya dan anda semua bisa berisiko (kena) ambruk. Kita semua bisa jadi korban. Jika pengadaan barang dan jasa tidak proper, bahaya bagi pelaku sendiri karena kantor (gedung) ini yang menikmati (hasil) pengadaannya para pejabatnya,” katanya pada acara yang berlangsung di Gedung Balai Budaya Giri Nata Mandala, Pusat Pemerintahan (Puspem) Badung, Bali.
Ghufron menegaskan risiko korupsi bukan hanya tertangkap oleh KPK, kepolisian, atau jaksa, melainkan ada kerugian secara materiil yang dapat dialami oleh pelaku.
"Risiko materiil itu langsung menimpa diri masing-masing (pelaku). Itu yang kami ingin sadarkan, budayakan dengan menghadirkan Harkodia 2022 pada lima wilayah, salah satunya Bali," tambahnya.
Kemudian, ia mencontohkan korupsi pada bidang rekrutmen juga merugikan pelaku.
"(Misalnya) bupati atau eksekutif di daerah merekrut SDM berdasarkan yang bayar Rp30 juta, Rp100 juta, pasti mereka (SDM yang terekrut) tidak membantu (pekerjaan di pemerintahan), bahkan membebani. Rusak pemerintahnya, rugi juga (yang merekrut)," kata Wakil Ketua KPK RI.
Menurut Ghufron, pemahaman bahwa korupsi itu merugikan pelaku harus senantiasa disuarakan agar para pejabat publik atau pihak lain yang rentan mengurungkan niatnya untuk korupsi.
"Korupsi tidak ada untungnya, hanya akan merugikan tidak hanya pada kita, tetapi pada generasi mendatang, anak cucu kita. Korupsi pasti merusak Indonesia, merusak provinsi, kabupaten, kota masing-masing," katanya menegaskan.
Oleh karena itu, Ghufron meminta pejabat publik untuk tetap mawas diri dan mulai menyadari bahwa korupsi merugikan tidak hanya bagi pelaku, tetapi juga korban yang dikorupsi, yaitu aset negara, kepercayaan dan kepentingan publik.
"(Pejabat publik harus mulai) berkomitmen mulai dari sekarang budaya korupsi tidak lagi zaman, tidak lagi now (kekinian, red.), tidak keren ketika perizinan dan pengadaan barang dan jasa (korupsi) tidak keren. Ini yang penting," kata Nurul Ghufron saat acara pembukaan peringatan Hari Antikorupsi Dunia (Road to Harkodia) 2022 di Badung, Bali, Kamis.
Dalam kesempatan itu, ia menjelaskan seringkali ada asumsi bahwa korupsi pada tiga bidang itu menguntungkan, padahal korupsi pada pengadaan barang dan jasa justru merugikan.
"Seandainya gedung ini dibuat, dibangun dengan tidak proper, ada korupsinya, saya dan anda semua bisa berisiko (kena) ambruk. Kita semua bisa jadi korban. Jika pengadaan barang dan jasa tidak proper, bahaya bagi pelaku sendiri karena kantor (gedung) ini yang menikmati (hasil) pengadaannya para pejabatnya,” katanya pada acara yang berlangsung di Gedung Balai Budaya Giri Nata Mandala, Pusat Pemerintahan (Puspem) Badung, Bali.
Ghufron menegaskan risiko korupsi bukan hanya tertangkap oleh KPK, kepolisian, atau jaksa, melainkan ada kerugian secara materiil yang dapat dialami oleh pelaku.
"Risiko materiil itu langsung menimpa diri masing-masing (pelaku). Itu yang kami ingin sadarkan, budayakan dengan menghadirkan Harkodia 2022 pada lima wilayah, salah satunya Bali," tambahnya.
Kemudian, ia mencontohkan korupsi pada bidang rekrutmen juga merugikan pelaku.
"(Misalnya) bupati atau eksekutif di daerah merekrut SDM berdasarkan yang bayar Rp30 juta, Rp100 juta, pasti mereka (SDM yang terekrut) tidak membantu (pekerjaan di pemerintahan), bahkan membebani. Rusak pemerintahnya, rugi juga (yang merekrut)," kata Wakil Ketua KPK RI.
Menurut Ghufron, pemahaman bahwa korupsi itu merugikan pelaku harus senantiasa disuarakan agar para pejabat publik atau pihak lain yang rentan mengurungkan niatnya untuk korupsi.
"Korupsi tidak ada untungnya, hanya akan merugikan tidak hanya pada kita, tetapi pada generasi mendatang, anak cucu kita. Korupsi pasti merusak Indonesia, merusak provinsi, kabupaten, kota masing-masing," katanya menegaskan.