Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengecek adanya laporan dari masyarakat soal dugaan korupsi dalam penambangan batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim).
"Kami masih cek apakah benar ada laporan dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu sore.
Namun, kata dia, KPK memastikan setiap laporan masyarakat akan ditindaklanjuti sesuai prosedur dan kewenangan KPK.
Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Soliditas Pemuda Mahasiswa (KSPM) melaporkan kasus tersebut ke KPK pada Rabu.
"Menyampaikan aspirasi kami terkait dengan beberapa kasus korupsi di negara ini yang sampai saat ini belum dituntaskan yang tentunya adalah termasuk kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur yang baru-baru ini sempat viral melibatkan beberapa oknum pejabat. Salah satu yang kemudian diduga paling kuat adalah Kabareskrim Mabes Polri," kata Koordinator KSPM Giefrans Mahendra di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Giefrans juga mengaku menyerahkan dua dokumen terkait laporannya tersebut.
Sebelumnya, KPK mempersilakan masyarakat melapor terkait dugaan korupsi tersebut. KPK juga meminta masyarakat yang ingin membuat pengaduan harus membawa data atau dokumen awal untuk memudahkan proses selanjutnya.
Dugaan penambangan ilegal di Kaltim tersebut sempat diungkit oleh mantan anggota Satuan Intelkam Polres Samarinda Aiptu Ismail Bolong.
Video Ismail sempat beredar di media sosial yang mengaku melakukan pengepulan dan penjualan batu bara ilegal tanpa izin usaha penambangan (IUP) di wilayah hukum Kaltim dengan keuntungan sekitar Rp5 miliar-Rp10 miliar setiap bulan.
Ismail mengklaim sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim Komjen Pol. Agus Andrianto dengan memberikan uang sebanyak tiga kali. Uang disetor bulan September 2021 sebesar Rp2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp2 miliar.
Lalu Ismail membuat pernyataan bantahan melalui video yang tersebar di media sosial. Dalam video keduanya itu, Ismail memberi klarifikasi permohonan maaf kepada Komjen Agus atas berita yang beredar.
Dia mengklarifikasi bahwa dirinya tidak pernah berkomunikasi dan tidak pernah memberikan uang kepada Agus.
Sementara, Agus menegaskan ia mempertanggungjawabkan seluruh pekerjaannya kepada Allah sebagai tanggapan atas tudingan ia menerima setoran dari hasil tambang ilegal di Kaltim.
"Saya mempertanggungjawabkan seluruh pekerjaan saya kepada Allah SWT, sesuai arahan Bapak Presiden kepada Kapolri dan tuntutan masyarakat yang sedemikian cerdas," kata Agus dalam keterangannya pada Jumat (25/11).
Pernyataan tersebut merupakan tanggapan Agus terkait ucapan Ismail dan beredar nya laporan hasil pemeriksaan (LHP) DivPropam yang menyebut dirinya menerima setoran dari hasil tambang ilegal di Kaltim.
"Saya ini penegak hukum, ada istilah bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup, maklumlah kasus almarhum Brigadir Yoshua saja mereka tutup-tutupi," ujar Komjen Agus.
"Kami masih cek apakah benar ada laporan dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu sore.
Namun, kata dia, KPK memastikan setiap laporan masyarakat akan ditindaklanjuti sesuai prosedur dan kewenangan KPK.
Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Soliditas Pemuda Mahasiswa (KSPM) melaporkan kasus tersebut ke KPK pada Rabu.
"Menyampaikan aspirasi kami terkait dengan beberapa kasus korupsi di negara ini yang sampai saat ini belum dituntaskan yang tentunya adalah termasuk kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur yang baru-baru ini sempat viral melibatkan beberapa oknum pejabat. Salah satu yang kemudian diduga paling kuat adalah Kabareskrim Mabes Polri," kata Koordinator KSPM Giefrans Mahendra di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Giefrans juga mengaku menyerahkan dua dokumen terkait laporannya tersebut.
Sebelumnya, KPK mempersilakan masyarakat melapor terkait dugaan korupsi tersebut. KPK juga meminta masyarakat yang ingin membuat pengaduan harus membawa data atau dokumen awal untuk memudahkan proses selanjutnya.
Dugaan penambangan ilegal di Kaltim tersebut sempat diungkit oleh mantan anggota Satuan Intelkam Polres Samarinda Aiptu Ismail Bolong.
Video Ismail sempat beredar di media sosial yang mengaku melakukan pengepulan dan penjualan batu bara ilegal tanpa izin usaha penambangan (IUP) di wilayah hukum Kaltim dengan keuntungan sekitar Rp5 miliar-Rp10 miliar setiap bulan.
Ismail mengklaim sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim Komjen Pol. Agus Andrianto dengan memberikan uang sebanyak tiga kali. Uang disetor bulan September 2021 sebesar Rp2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp2 miliar.
Lalu Ismail membuat pernyataan bantahan melalui video yang tersebar di media sosial. Dalam video keduanya itu, Ismail memberi klarifikasi permohonan maaf kepada Komjen Agus atas berita yang beredar.
Dia mengklarifikasi bahwa dirinya tidak pernah berkomunikasi dan tidak pernah memberikan uang kepada Agus.
Sementara, Agus menegaskan ia mempertanggungjawabkan seluruh pekerjaannya kepada Allah sebagai tanggapan atas tudingan ia menerima setoran dari hasil tambang ilegal di Kaltim.
"Saya mempertanggungjawabkan seluruh pekerjaan saya kepada Allah SWT, sesuai arahan Bapak Presiden kepada Kapolri dan tuntutan masyarakat yang sedemikian cerdas," kata Agus dalam keterangannya pada Jumat (25/11).
Pernyataan tersebut merupakan tanggapan Agus terkait ucapan Ismail dan beredar nya laporan hasil pemeriksaan (LHP) DivPropam yang menyebut dirinya menerima setoran dari hasil tambang ilegal di Kaltim.
"Saya ini penegak hukum, ada istilah bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup, maklumlah kasus almarhum Brigadir Yoshua saja mereka tutup-tutupi," ujar Komjen Agus.