Jakarta (ANTARA) - Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan agar aksi pencegahan korupsi harus lebih terasa dampaknya dan tidak hanya seremonial.
"Presiden telah menginstruksikan bahwa aksi pencegahan korupsi ke depan harus terasa aksinya dan tidak seremonial," kata Jaleswari dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa, terkait peluncuran Aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) 2023-2024.
Jaleswari mengatakan aksi pencegahan korupsi juga harus mudah dipahami masyarakat dan terasa kuat kebaruan nya.
Tim Nasional Pencegahan Korupsi pada Selasa di Jakarta meluncurkan Aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi 2023-2024, menyusul berakhirnya pelaksanaan Aksi Pencegahan Korupsi 2021-2022. Sesuai mandat Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), aksi pencegahan korupsi disusun setiap dua tahun sekali oleh Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK).
Timnas PK beranggotakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Pendayagunaan Aparatus Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kantor Staf Presiden.
Jaleswari yang juga anggota Tim Pengarah Stranas PK ini menyebut ada tiga kriteria utama yang menjadi parameter dalam pemilihan Aksi Stranas PK 2023-2024. Parameter itu adalah, pertama, aksi yang terbukti menghasilkan hasil dan manfaat langsung terhadap perbaikan sistem dan tata kelola pemerintahan seperti penyederhanaan perizinan dan digitalisasi pemerintahan.
Kedua, kata dia, aksi yang mendukung agenda pembangunan nasional seperti pencegahan korupsi dalam pembangunan di Ibu Kota Nusantara, percepatan pembangunan di Papua, dan pelaksanaan Pemilu Serentak 2024.
"Parameter ketiga, aksi yang mampu memperbaiki kinerja pemberantasan korupsi di lembaga penegak hukum dan birokrasi," ucap dia.
Jaleswari mengklaim sejak dilaksanakan pada 2019, pencegahan korupsi melalui Stranas PK telah menunjukkan hasil baik terutama di sektor prioritas seperti aksi utilisasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) bersama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, dan pemerintah daerah yang menghasilkan perbaikan basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Aksi DTKS yang dipadankan dengan NIK tersebut, kata Jaleswari, telah menjadikan penyaluran bansos lebih tepat sasaran, tidak ganda, dan berdampak pada efisiensi keuangan negara untuk program perluasan cakupan penerima bansos dan bantuan iuran BPJS kesehatan. Masing-masing dari aksi tersebut telah menghasilkan efisiensi setara Rp1,79 triliun dan Rp672 miliar.
Jaleswari juga menjelaskan aksi reformasi perizinan dan birokrasi di pelabuhan yang dilakukan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Keuangan juga sudah mulai berdampak.
Menurut dia, sistem digitalisasi untuk tata kelola sistem trucking, single billing, bongkar muat, dan pengawasan, telah mempercepat waktu sandar (port stay) dari 3 hari menjadi 1 hari di beberapa pelabuhan seperti Belawan, Makassar, Ambon, dan Tanjung Priok.
"Proses bongkar muat yang kapasitas semula hanya delapan hingga 10 TEUs/crane per jam, menjadi tiga puluh lima hingga empat puluh TEUs/crane per jam,” kata dia.
Dengan hasil itu, menurut Jaleswari, Tim Nasional Pencegahan Korupsi harus lebih memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak terutama dalam mengevaluasi dampak dan komunikasi publik terkait pencegahan korupsi.
"Dan yang tak kalah penting bekerja sama dengan media massa sebagai mitra strategis untuk memperkuat sistem pencegahan korupsi kita," ujar dia.
"Presiden telah menginstruksikan bahwa aksi pencegahan korupsi ke depan harus terasa aksinya dan tidak seremonial," kata Jaleswari dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa, terkait peluncuran Aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) 2023-2024.
Jaleswari mengatakan aksi pencegahan korupsi juga harus mudah dipahami masyarakat dan terasa kuat kebaruan nya.
Tim Nasional Pencegahan Korupsi pada Selasa di Jakarta meluncurkan Aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi 2023-2024, menyusul berakhirnya pelaksanaan Aksi Pencegahan Korupsi 2021-2022. Sesuai mandat Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), aksi pencegahan korupsi disusun setiap dua tahun sekali oleh Tim Nasional Pencegahan Korupsi (Timnas PK).
Timnas PK beranggotakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Pendayagunaan Aparatus Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kantor Staf Presiden.
Jaleswari yang juga anggota Tim Pengarah Stranas PK ini menyebut ada tiga kriteria utama yang menjadi parameter dalam pemilihan Aksi Stranas PK 2023-2024. Parameter itu adalah, pertama, aksi yang terbukti menghasilkan hasil dan manfaat langsung terhadap perbaikan sistem dan tata kelola pemerintahan seperti penyederhanaan perizinan dan digitalisasi pemerintahan.
Kedua, kata dia, aksi yang mendukung agenda pembangunan nasional seperti pencegahan korupsi dalam pembangunan di Ibu Kota Nusantara, percepatan pembangunan di Papua, dan pelaksanaan Pemilu Serentak 2024.
"Parameter ketiga, aksi yang mampu memperbaiki kinerja pemberantasan korupsi di lembaga penegak hukum dan birokrasi," ucap dia.
Jaleswari mengklaim sejak dilaksanakan pada 2019, pencegahan korupsi melalui Stranas PK telah menunjukkan hasil baik terutama di sektor prioritas seperti aksi utilisasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) bersama Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, dan pemerintah daerah yang menghasilkan perbaikan basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Aksi DTKS yang dipadankan dengan NIK tersebut, kata Jaleswari, telah menjadikan penyaluran bansos lebih tepat sasaran, tidak ganda, dan berdampak pada efisiensi keuangan negara untuk program perluasan cakupan penerima bansos dan bantuan iuran BPJS kesehatan. Masing-masing dari aksi tersebut telah menghasilkan efisiensi setara Rp1,79 triliun dan Rp672 miliar.
Jaleswari juga menjelaskan aksi reformasi perizinan dan birokrasi di pelabuhan yang dilakukan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Keuangan juga sudah mulai berdampak.
Menurut dia, sistem digitalisasi untuk tata kelola sistem trucking, single billing, bongkar muat, dan pengawasan, telah mempercepat waktu sandar (port stay) dari 3 hari menjadi 1 hari di beberapa pelabuhan seperti Belawan, Makassar, Ambon, dan Tanjung Priok.
"Proses bongkar muat yang kapasitas semula hanya delapan hingga 10 TEUs/crane per jam, menjadi tiga puluh lima hingga empat puluh TEUs/crane per jam,” kata dia.
Dengan hasil itu, menurut Jaleswari, Tim Nasional Pencegahan Korupsi harus lebih memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak terutama dalam mengevaluasi dampak dan komunikasi publik terkait pencegahan korupsi.
"Dan yang tak kalah penting bekerja sama dengan media massa sebagai mitra strategis untuk memperkuat sistem pencegahan korupsi kita," ujar dia.