Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis kedokteran jiwa dr. Zulvia Oktanida Syarif SpKJ mengatakan anak yang mengalami Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau awam disebut hiperaktif ada kemungkinan bisa diturunkan dari orang tua atau saudara kandung memiliki ADHD yang cukup dominan.

"Jadi cukup dominan faktor genetiknya, biasanya seorang anak yang mengalami ADHD ada kemungkinan orangtuanya juga ADHD atau punya kakak atau adik yang ADHD jadi faktor genetik cukup berperan,” ucapnya dalam diskusi mengenai gangguan mental ADHD atau hiperaktif yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.

Zulvia menjelaskan ADHD merupakan satu gangguan mental yang ada dalam kelompok gangguan neuro developmental yaitu suatu gangguan perkembangan neurologis. Gangguan ini biasanya muncul sejak usia anak-anak dan terdeteksi di bawah usia 12 tahun.

Gejala yang perlu dievaluasi adalah anak yang sulit berkonsentrasi atau fokus pada satu hal, serta pergerakannya yang terlalu aktif di luar tahapan perkembangan usianya.

“Ketika dia umur 10 atau 11 tahun kok masih suka lari-lari, manjat-manjat, enggak bisa duduk tenang, itu menjadi pertanyaan. Jadi susah fokus konsentrasinya, pergerakan hyperatifnya tidak sesuai dengan malestone-nya atau tahapan perkembangan usia itu pada umumnya,” ucapnya.


Baca juga: Dokter: Konsumsi gula berlebih tidak membuat anak hiperaktif

Baca juga: Gawai sebabkan anak hiperaktif dan mudah amuk
 

Anak dengan ADHD berbeda dengan anak yang aktif biasa. Ia menjelaskan anak dengan ADHD tidak bisa mengendalikan dirinya dan tidak bisa duduk tenang di kelas dalam waktu yang lama. Pada saat belajar pun tidak bisa memusatkan kosentrasinya dalam waktu lama dan mudah teralihkan.

Karena tidak bisa memusatkan konsentrasi saat belajar, anak dengan ADHD seringkali mengalami gangguan belajar atau learning disability sehingga mengalami tingkatan IQ yang rendah.

“Anak-anak ADHD ini seringkali mengalami gangguan belajar atau learning disability jadi salah satu kesulitannya adalah gangguan belajar ada juga yang memang jadi mengalami IQ yang rendah, tapi juga ada anak ADHD dengan IQ tinggi,” ucap Zulvia.

Ia mengatakan beberapa orang tua tidak menyadari anaknya aktif berlebihan dan tidak sesuai dengan tahapan perkembangan usianya sehingga seringkali dibiarkan. Namun, lama kelamaan anak dengan ADHD bisa memiliki masalah Kesehatan mental lainnya seperti kecemasan atau anxiety, kesulitan tidur atau insomnia dan bisa juga mengalami depresi karena interaksi dengan orang lain menjadi sulit.

Gangguan kesehatan mental ini bisa mempengaruhi fungsi kehidupan anak ketika dewasa nanti.

“Karena sudah mulai berinteraksi dan berbenturan jadi sama mamanya dimarahin terus, di sekolah nilai-nilainya buruk sedangkan orang tuanya menyuruh dia ranking 1 misalnya, jadinya yang sering terjadi adalah kalau dibiarin akan mengganggu fungsi kehidupan si anak,” ucapnya.

Ia menyarankan orang tua untuk sering datang ke dokter anak untuk vaksin dan cek tumbuh kembang anak di layanan Kesehatan agar bisa terdeteksi Ketika ada kondisi yang tidak wajar atau berlebihan.

“Rutin datang ke dokter anak untuk vaksinasi dan datang ke layanan kesehatan untuk cek perkembangan evaluasi tumbuh kembang itu sebenarnya merupakan momen-momen untuk bisa dilakukan skrining ketika ada kondisi yang memang sepertinya tidak wajar atau berlebihan,” kata Zulvia.

Pewarta : Fitra Ashari
Uploader : Admin Kalteng
Copyright © ANTARA 2024