Jakarta (ANTARA) - Pasien kanker yang menjalani kemoterapi dapat dilakukan penyimpanan beku sel telur demi menjaga cadangan ovariumnya, kata dokter spesialis kebidanan dan kandungan konsultan fertilitas, endokrinologi dan reproduksi dr Mila M, Sp.OG(K), FER, PhD.
Mila yang berpraktik di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo itu dalam live instagram RSCM Kencana, Senin, mengatakan kemoterapi menjadi salah satu faktor yang dapat menurunkan cadangan ovarium seorang wanita. Cadangan ovarium mengacu pada jumlah dan kualitas sel telur seorang wanita yang erat kaitannya dengan potensi reproduksi.
"Dokter dapat simpan beku sel telur dan saat radiasi atau kemoterapi selesai, sel telurnya sudah semakin sedikit mereka (pasien) punya cadangan untuk program hamil di kemudian hari. Walaupun di Indonesia belum ada regulasinya, tapi di kita umumnya menyimpan karena faktor mau kemoterapi atau radiasi," kata dia.
Baca juga: Pentingnya menilai cadangan ovarium untuk program bayi tabung
Nantinya, ketika para wanita ini sudah selesai pengobatan dan dinyatakan kankernya tidak akan relapse atau kambuh, maka ovarium dapat ditransplantasikan.
Menurut dia, menyimpan sel telur dilakukan untuk menunda mempunyai anak dan tergolong hal yang sebetulnya sudah lazim dilakukan. Sudah lebih dari 250.000 bayi lahir dengan metode ini.
"Kalau sel telur, kalau laboratoriumnya cukup baik insya Allah tidak ada masalah. Tetapi ini memang sangat tergantung dari kekuatan laboratorium rumah sakit yang bersangkutan," tutur Mila.
Cara lain untuk menjaga cadangan ovarium yakni dengan melakukan ovarian transposition atau menaikkan posisi ovarium sehingga cenderung tidak akan terkena efek radiasi. Ini biasanya dilakukan pada pasien kanker serviks yang masih berusia muda.
"Itu hal-hal yang dapat dilakukan untuk memproteksi fertilitas pada pasien yang akan menjalani kemoterapi," demikian ujar Mila.
Selain kemoterapi dan radiasi, cadangan ovarium seorang wanita juga bisa menurun karena kista cokelat. Kondisi ini akan membunuh sel-sel telur besar sehingga terjadi pengambilan berlebihan dari sel telur yang merupakan cadangan ovarium.
Mila yang berpraktik di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo itu dalam live instagram RSCM Kencana, Senin, mengatakan kemoterapi menjadi salah satu faktor yang dapat menurunkan cadangan ovarium seorang wanita. Cadangan ovarium mengacu pada jumlah dan kualitas sel telur seorang wanita yang erat kaitannya dengan potensi reproduksi.
"Dokter dapat simpan beku sel telur dan saat radiasi atau kemoterapi selesai, sel telurnya sudah semakin sedikit mereka (pasien) punya cadangan untuk program hamil di kemudian hari. Walaupun di Indonesia belum ada regulasinya, tapi di kita umumnya menyimpan karena faktor mau kemoterapi atau radiasi," kata dia.
Baca juga: Pentingnya menilai cadangan ovarium untuk program bayi tabung
Nantinya, ketika para wanita ini sudah selesai pengobatan dan dinyatakan kankernya tidak akan relapse atau kambuh, maka ovarium dapat ditransplantasikan.
Menurut dia, menyimpan sel telur dilakukan untuk menunda mempunyai anak dan tergolong hal yang sebetulnya sudah lazim dilakukan. Sudah lebih dari 250.000 bayi lahir dengan metode ini.
"Kalau sel telur, kalau laboratoriumnya cukup baik insya Allah tidak ada masalah. Tetapi ini memang sangat tergantung dari kekuatan laboratorium rumah sakit yang bersangkutan," tutur Mila.
Cara lain untuk menjaga cadangan ovarium yakni dengan melakukan ovarian transposition atau menaikkan posisi ovarium sehingga cenderung tidak akan terkena efek radiasi. Ini biasanya dilakukan pada pasien kanker serviks yang masih berusia muda.
"Itu hal-hal yang dapat dilakukan untuk memproteksi fertilitas pada pasien yang akan menjalani kemoterapi," demikian ujar Mila.
Selain kemoterapi dan radiasi, cadangan ovarium seorang wanita juga bisa menurun karena kista cokelat. Kondisi ini akan membunuh sel-sel telur besar sehingga terjadi pengambilan berlebihan dari sel telur yang merupakan cadangan ovarium.