Muara Teweh (ANTARA) - Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah,  Latifah Tri Rahayu mengungkapkan sebanyak 647 orang yang telah meninggal dunia  masih terdaftar saat dilakukan pencocokan dan penelitian (coklit) untuk Pemilu 2024.

"Temuan itu pada saat coklit dari tanggal 12-19 Februari serta uji petik pada 20 Februari - 14 Maret 2023," kata Latifah di Muara Teweh, Senin.

Menurut dia, dari hasil uji petik yang dilakukan oleh Panwaslu pada sembilan kecamatan se-Barito Utara, juga terungkap beberapa masalah seperti orang meninggal masuk daftar pemilih. Warga tak mau dicoklit karena alasan tidak mendapatkan bantuan langsung tunai (BLT). 

"Kemudian rumah belum ditempel stiker pendataan pemilih. Adanya warga yang bukan penduduk setempat. Dan ada satu nama tetapi mempunyai NIK ganda," kata Latifah.

Komisioner Bawaslu Kalteng Winsi Kuhu mengatakan Bawaslu menjalankan tugas sesuai regulasi  saat ini masuk tahap coklit data pemilih. Winsi tak menampik sejak Pemilu 1999 digelar, data pemilih  menyisakan persoalan, sehingga perlu ada perbaikan setiap pemilu. 

"Harus ada sinkronisasi data pemilih, sehingga hak konstitusional warga negara. Kita siapkan data pemilih secara akurat, termasuk mengakomodir warga yang berada di luar Kalteng," tambah dia.

Mengenai validasi dan keakuratan data, penyelenggara pemilu akan mencoret nama yang sudah meninggal. Tetapi tanpa adanya akte kematian  nama masih ada di database.

Merespon persoalan yang ditemukan Bawaslu, Komisioner KPU Barito Utara yang membawahi Divisi Pendataan, Siska menjelaskan data sinkronisasi awal diterima KPU dari Kemendagri. 

"Kita temukan nama masih tercatat padahal yang bersangkutan sudah meninggal," kata Siska. 

Pada pemilu kali ini, kata Siska, pemutakhiran data bersifat de jure. Artinya kalau tidak ada bukti administrasi, data seseorang tak bisa dicoret secara semena-semena. 

"Kawan-kawan Parntarlih tidak bisa mencoret atau membuat TMS (tidak memenuhi syarat). Dicoret bisa, asalkan ada keterangan kematian dari perangkat desa atau akte kematian dari Dinas Dukcapil," kata dia lagi.

Siska mengatakan, soal seseorang memiliki data ganda, di bawah umur, dan berstatus TNI/Polri harus ada bukti secara tertulis atau bukti administratif.

Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan dan Pemanfaatan Data, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Barito Utara Hendra Erwitasyah, membenarkan data kematian menjadi masalah klasik. 

"Selama ahli harus atau keluarga tidak melaporkan, kami tidak bisa menghapus NIK. Kami minta kades/lurah untuk mendata. Tapi warga sering merasa tak ada kepentingan dengan akte kematian tak ada kepentingan. Biasanya hanya PNS yang melaporkan kematian," jelas Hendra.

Pewarta : Kasriadi
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2025