Bangkalan (ANTARA) - Polres Bangkalan, Jawa Timur, menangkap sebanyak sembilan orang pelaku pengeroyokan dan penganiayaan seorang santri hingga korban meninggal dunia di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Geger yang terjadi pada 7 Maret 2023.
"Kesembilan tersangka ini juga merupakan santri di pondok pesantren tempat lokasi penganiayaan itu terjadi," kata Kapolres Bangkalan Ajun Komisaris Besar Polisi Wiwit Ari Wibisono saat merilis kasus tersebut di Mapolres Bangkalan, Selasa.
Santri yang menjadi korban penganiayaan itu berinisial BT (16), asal Kecamatan Klampis, sedangkan para pelaku merupakan santri senior di pondok pesantren itu.
Menurut Kapolres, dari sembilan orang pelaku itu, empat orang di antaranya masih di bawah umur. Para pelaku masing-masing berinisial RR, NH, ZL, UD, AZ, RM, AD, ZA, dan WR.
Kapolres menjelaskan penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik Polres Bangkalan melakukan pemeriksaan terhadap 34 orang saksi, termasuk pengasuh pondok pesantren.
"Penetapan dan penangkapan tersangka ini sebenarnya telah kami lakukan sehari setelah kejadian, yakni pada 8 Maret 2023, namun baru bisa kami sampaikan ke publik melalui media massa hari ini," ujar Kapolres.
Meskipun polisi telah menetapkan tersangka, pemeriksaan mendalam oleh tim penyidik Polres Bangkalan hingga kini terus dilakukan.
"Jadi, tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru, mengingat hingga kini pemeriksaan tentang kasus ini masih terus berlanjut," katanya.
Sementara itu, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, kesembilan orang tersangka pelaku penganiayaan santri berinisial BT itu dijerat dengan Pasal 80 ayat 3 junto Pasal 76C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Dalam kesempatan itu, Kapolres Bangkalan AKBP Wiwit Ari Wibisono juga berpesan agar tidak menyelesaikan persoalan dengan cara kekerasan karena tindak kekerasan dalam bentuk apa pun merupakan perbuatan terlarang, baik dari sisi hukum positif maupun hukum agama.
"Kami berharap kasus pengeroyokan di salah satu lembaga pondok pesantren di Kabupaten Bangkalan yang telah mengakibatkan santri berinisial BT meninggal dunia merupakan kasus terakhir dan tidak ada lagi kejadian serupa di kemudian hari," katanya.
"Kesembilan tersangka ini juga merupakan santri di pondok pesantren tempat lokasi penganiayaan itu terjadi," kata Kapolres Bangkalan Ajun Komisaris Besar Polisi Wiwit Ari Wibisono saat merilis kasus tersebut di Mapolres Bangkalan, Selasa.
Santri yang menjadi korban penganiayaan itu berinisial BT (16), asal Kecamatan Klampis, sedangkan para pelaku merupakan santri senior di pondok pesantren itu.
Menurut Kapolres, dari sembilan orang pelaku itu, empat orang di antaranya masih di bawah umur. Para pelaku masing-masing berinisial RR, NH, ZL, UD, AZ, RM, AD, ZA, dan WR.
Kapolres menjelaskan penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik Polres Bangkalan melakukan pemeriksaan terhadap 34 orang saksi, termasuk pengasuh pondok pesantren.
"Penetapan dan penangkapan tersangka ini sebenarnya telah kami lakukan sehari setelah kejadian, yakni pada 8 Maret 2023, namun baru bisa kami sampaikan ke publik melalui media massa hari ini," ujar Kapolres.
Meskipun polisi telah menetapkan tersangka, pemeriksaan mendalam oleh tim penyidik Polres Bangkalan hingga kini terus dilakukan.
"Jadi, tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru, mengingat hingga kini pemeriksaan tentang kasus ini masih terus berlanjut," katanya.
Sementara itu, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, kesembilan orang tersangka pelaku penganiayaan santri berinisial BT itu dijerat dengan Pasal 80 ayat 3 junto Pasal 76C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Dalam kesempatan itu, Kapolres Bangkalan AKBP Wiwit Ari Wibisono juga berpesan agar tidak menyelesaikan persoalan dengan cara kekerasan karena tindak kekerasan dalam bentuk apa pun merupakan perbuatan terlarang, baik dari sisi hukum positif maupun hukum agama.
"Kami berharap kasus pengeroyokan di salah satu lembaga pondok pesantren di Kabupaten Bangkalan yang telah mengakibatkan santri berinisial BT meninggal dunia merupakan kasus terakhir dan tidak ada lagi kejadian serupa di kemudian hari," katanya.