Sampit (ANTARA) - Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah memberikan pendampingan trauma healing atau penyembuhan gangguan psikologis bagi para korban tindak pidana asusila yang dilakukan santri di Kota Sampit.
“Korban yang berhadapan dengan hukum dalam kasus ini merupakan anak di bawah umur, sehingga kami meminta dan berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) untuk melakukan pendampingan korban,” kata Kapolres Kotim AKBP Resky Maulana Zulkarnain di Sampit, Jumat.
Polres Kotim tengah menangani dugaan kasus tindak pidana asusila di salah satu pondok pesantren khusus laki-laki di Kota Sampit. Kasus ini melibatkan seorang santri senior yang dilaporkan telah melakukan asusila terhadap sejumlah adik kelasnya.
Sejauh ini, Polres Kotim telah menetapkan santri senior tersebut yang diketahui berinisial R berusia 18 tahun sebagai tersangka berdasarkan barang bukti, keterangan saksi dan hasil gelar perkara.
Disamping melaksanakan proses hukum terhadap tersangka, Polres Kotim juga meminta bantuan dari UPT PPA setempat dan berkoordinasi dengan Biro SDM Polda Kalteng untuk memberikan trauma healing kepada para korban yang rata-rata masih di bawah umur.
“Trauma healing terhadap korban ini dilakukan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan setelahnya. Adapun, untuk penyidikan kasus ini sifatnya masih aktif dan kami masih melakukan pengembangan,” ujarnya.
Di sisi lain, Petugas UTP PPA Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kotim Rusmawarni menyampaikan bahwa pendampingan terhadap korban dilaksanakan segera setelah mendapat laporan Polres Kotim.
Baca juga: Kotim alokasikan Rp181,6 miliar untuk peningkatan infrastruktur 2025
Pendampingan ini akan dilakukan selama kasus tersebut berjalan, termasuk saat pemeriksaan, persidangan dan lain-lain.
Pihaknya melibatkan tenaga psikolog untuk mengetahui situasi korban dan kejiwaan guna menentukan langkah-langkah demi mencegah korban mengalami trauma berkepanjangan.
“Adapun, hasil pengamatan kami saat ini kondisi korban tergolong bagus, masih bisa diajak berkomunikasi dan dimintai keterangan. Tetapi, memang terlihat korban mengalami trauma, terkadang ketika ditanyai dia menangis,” ungkapnya.
Ia menambahkan, selain memberikan pendampingan terhadap korban, pihaknya juga akan melakukan intervensi sosial terhadap lembaga pendidikan yang terkait dalam kasus ini.
Pihaknya menilai kasus ini bukan hanya tentang korban tapi anak-anak yang menimba ilmu di lembaga pendidikan tersebut, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan agar kasus serupa tidak terulang.
Pihaknya juga mengharapkan dukungan dari pihak keluarga dalam memberikan trauma healing terhadap korban dan terus menyemangati korban agar dapat segera pulih.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri, tetapi perlu dukungan dari pihak keluarga dan masyarakat. Kami juga menegaskan, bahwa dalam pendampingan ini kami tidak menerima pembayaran, karena kami bekerja sesuai amanat Undang-Undang,” demikian Rusmawarni.
Baca juga: Target makanan bergizi gratis di Kotim capai 114.051 pelajar
Baca juga: Pemkab Kotim pertanyakan DBH sawit turun drastis
Baca juga: Pemkab Kotim rekonstruksi 178 jalan dan 42 gang selama 2024