Jakarta (ANTARA) - Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe menyampaikan protes saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membacakan surat dakwaan dugaan penerimaan suap senilai Rp45.843.485.350 dan gratifikasi sebanyak Rp1 miliar
"Woi dari mana 45? Tidak benar!" kata Lukas Enembe saat duduk di kursi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Sebelumnya, JPU KPK Wawan Yunarwanto mengatakan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua Periode 2013-2018 dan 2018-2023 bersama-sama dengan Mikael Kambuaya selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Papua Tahun 2013-2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataaan Ruang (PUPR) Papua Tahun 2018-2021 menerima hadiah seluruhnya Rp45.843.485.350.
"Jaksa tipu-tipu ini, tidak benar semuanya," tambah Lukas.
Baca juga: Lukas Enembe didakwa terima suap dan gratifikasi sebesar Rp46,8 miliar
Atas selaan Lukas tersebut, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Ponto berusaha menenangkan Lukas.
"Sebentar sebentar saudara, jangan ganggu jalannya persidangan, nanti ada waktunya. Ini kan beri kesempatan ke penuntut umum untuk membacakan dakwaannya. Nanti setelah itu baru saudara bisa, saudara harus ikuti proses persidangan," kata Rianto.
Rianto mengatakan Lukas akan diberikan kesempatan untuk mengungkapkan sesuatu namun tidak boleh mengganggu pembacaan dakwaan.
Baca juga: KPK sayangkan Lukas Enembe tidak kooperatif saat di persidangan
"Jangan diganggu penuntut umum untuk membacakan dakwaannya, nanti setelah itu majelis hakim memberikan kesempatan kepada saudara apakah keberatan terhadap dakwaan ini. Kita saling menghargai Pak, tolong hargai kami untuk memimpin persidangan, jangan dipotong dulu, tenang dulu, tenang," tambah Rianto.
"Dakwaan tidak benar," kata Lukas.
Dalam perkara ini, Lukas didakwa dengan dua dakwaan.
Baca juga: Sidang dakwaan Lukas Enembe diundur
Pertama, Lukas didakwa menerima suap Rp45.843.485.350 dengan rincian sebanyak Rp10.413.929.500 berasal dari pengusaha Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Meonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur dan sebanyak Rp35.429.555.850 berasal dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua sekaligus CV Walibhu.
Dakwaan kedua, Lukas Enembe didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp1 miliar dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua pada 12 April 2013.
Rijatono Lakka juga telah divonis 5 tahun penjara oleh PN Tipikor Jakarta. Terkini, KPK kembali menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). KPK telah menyita sejumlah aset terkait perkara Lukas Enembe dalam berbagai bentuk dengan nilai total lebih dari Rp200 miliar.
Pada April 2023, KPK menyita aset Lukas maupun pihak yang diduga terkait dengan kasusnya dengan nilai Rp 60,3 miliar. Aset tersebut berupa sejumlah bidang lahan, rumah, dan apartemen yang tersebar di Jayapura, Papua, Bogor, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.
Baca juga: Penyuap Lukas Enembe dituntut pidana 5 tahun penjara
Baca juga: Pengacara Lukas Enembe penuhi panggilan KPK sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan
Baca juga: Gugatan praperadilan Lukas Enembe ditolak
"Woi dari mana 45? Tidak benar!" kata Lukas Enembe saat duduk di kursi terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Sebelumnya, JPU KPK Wawan Yunarwanto mengatakan Lukas Enembe selaku Gubernur Papua Periode 2013-2018 dan 2018-2023 bersama-sama dengan Mikael Kambuaya selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Papua Tahun 2013-2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataaan Ruang (PUPR) Papua Tahun 2018-2021 menerima hadiah seluruhnya Rp45.843.485.350.
"Jaksa tipu-tipu ini, tidak benar semuanya," tambah Lukas.
Baca juga: Lukas Enembe didakwa terima suap dan gratifikasi sebesar Rp46,8 miliar
Atas selaan Lukas tersebut, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Ponto berusaha menenangkan Lukas.
"Sebentar sebentar saudara, jangan ganggu jalannya persidangan, nanti ada waktunya. Ini kan beri kesempatan ke penuntut umum untuk membacakan dakwaannya. Nanti setelah itu baru saudara bisa, saudara harus ikuti proses persidangan," kata Rianto.
Rianto mengatakan Lukas akan diberikan kesempatan untuk mengungkapkan sesuatu namun tidak boleh mengganggu pembacaan dakwaan.
Baca juga: KPK sayangkan Lukas Enembe tidak kooperatif saat di persidangan
"Jangan diganggu penuntut umum untuk membacakan dakwaannya, nanti setelah itu majelis hakim memberikan kesempatan kepada saudara apakah keberatan terhadap dakwaan ini. Kita saling menghargai Pak, tolong hargai kami untuk memimpin persidangan, jangan dipotong dulu, tenang dulu, tenang," tambah Rianto.
"Dakwaan tidak benar," kata Lukas.
Dalam perkara ini, Lukas didakwa dengan dua dakwaan.
Baca juga: Sidang dakwaan Lukas Enembe diundur
Pertama, Lukas didakwa menerima suap Rp45.843.485.350 dengan rincian sebanyak Rp10.413.929.500 berasal dari pengusaha Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Meonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur dan sebanyak Rp35.429.555.850 berasal dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua sekaligus CV Walibhu.
Dakwaan kedua, Lukas Enembe didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp1 miliar dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua pada 12 April 2013.
Rijatono Lakka juga telah divonis 5 tahun penjara oleh PN Tipikor Jakarta. Terkini, KPK kembali menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). KPK telah menyita sejumlah aset terkait perkara Lukas Enembe dalam berbagai bentuk dengan nilai total lebih dari Rp200 miliar.
Pada April 2023, KPK menyita aset Lukas maupun pihak yang diduga terkait dengan kasusnya dengan nilai Rp 60,3 miliar. Aset tersebut berupa sejumlah bidang lahan, rumah, dan apartemen yang tersebar di Jayapura, Papua, Bogor, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.
Baca juga: Penyuap Lukas Enembe dituntut pidana 5 tahun penjara
Baca juga: Pengacara Lukas Enembe penuhi panggilan KPK sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan
Baca juga: Gugatan praperadilan Lukas Enembe ditolak