Jakarta (ANTARA) - Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin menegaskan ekspor pangan dari Ukraina ke pasar global akan tetap berlanjut, dengan atau tanpa partisipasi Rusia dalam kesepakatan biji-bijian Laut Hitam.
“Kami percaya orang-orang yang berniat baik termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Turki, dan negara-negara Eropa akan memastikan keamanan pengiriman biji-bijian dengan berbagai cara,” kata Vasyl ketika ditemui sejumlah wartawan di Sekretariat ASEAN, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, keputusan Rusia untuk menarik diri dari kesepakatan biji-bijian Laut Hitam hanya bertujuan untuk mengancam dan mengintimidasi dengan menggunakan pangan sebagai senjata dalam perangnya terhadap Ukraina.
“Karena itu kita tidak perlu takut. Biji-bijian akan dikirimkan dari Ukraina ke negara-negara yang membutuhkan, dengan atau tanpa Rusia terlibat dalam kesepakatan ini,” tutur Vasyl.
Pernyataan serupa disampaikan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, yang menegaskan bahwa Ukraina akan tetap menjadi sumber pangan bagi 400 juta orang di dunia.
Dalam pesan terpisah yang disampaikan melalui aplikasi Telegram, Zelenskyy mengungkapkan bahwa ia telah melakukan pembicaraan melalui telepon dengan Sekjen PBB Antonio Guterres.
Selama pembicaraan itu, Zelenskyy menyebutkan bahwa ia dan Guterres sepakat "untuk bekerja sama, dan dengan negara-negara yang relevan, untuk memperbarui keamanan pangan serta pengiriman makanan melalui Laut Hitam".
Rusia pada Senin (17/7) menghentikan partisipasinya dalam perjanjian itu, yang telah berjalan selama satu tahun dan mencakup izin bagi Ukraina untuk mengekspor biji-bijian melalui jalur pelayaran di Laut Hitam.
Keputusan Rusia tersebut membuat negara-negara yang lebih miskin khawatir bahwa harga bahan makanan itu akan terlalu mahal hingga tidak bisa didapatkan.
Moskow mengindikasikan bahwa, jika permintaan ekspor biji-bijian dan pupuk dari Rusia meningkat, pihaknya akan mempertimbangkan untuk menghidupkan kembali kesepakatan tersebut—yang secara resmi disebut Prakarsa Biji-bijian Laut Hitam.
Perjanjian yang difasilitasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Turki itu disambut baik berbagai pihak karena dianggap bisa mencegah terjadinya kedaruratan pangan global.
Kekhawatiran soal kedaruratan pangan dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 serta blokade yang dialami pelabuhan-pelabuhan di kawasan Laut Hitam.
“Kami percaya orang-orang yang berniat baik termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Turki, dan negara-negara Eropa akan memastikan keamanan pengiriman biji-bijian dengan berbagai cara,” kata Vasyl ketika ditemui sejumlah wartawan di Sekretariat ASEAN, Jakarta, Selasa.
Menurut dia, keputusan Rusia untuk menarik diri dari kesepakatan biji-bijian Laut Hitam hanya bertujuan untuk mengancam dan mengintimidasi dengan menggunakan pangan sebagai senjata dalam perangnya terhadap Ukraina.
“Karena itu kita tidak perlu takut. Biji-bijian akan dikirimkan dari Ukraina ke negara-negara yang membutuhkan, dengan atau tanpa Rusia terlibat dalam kesepakatan ini,” tutur Vasyl.
Pernyataan serupa disampaikan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, yang menegaskan bahwa Ukraina akan tetap menjadi sumber pangan bagi 400 juta orang di dunia.
Dalam pesan terpisah yang disampaikan melalui aplikasi Telegram, Zelenskyy mengungkapkan bahwa ia telah melakukan pembicaraan melalui telepon dengan Sekjen PBB Antonio Guterres.
Selama pembicaraan itu, Zelenskyy menyebutkan bahwa ia dan Guterres sepakat "untuk bekerja sama, dan dengan negara-negara yang relevan, untuk memperbarui keamanan pangan serta pengiriman makanan melalui Laut Hitam".
Rusia pada Senin (17/7) menghentikan partisipasinya dalam perjanjian itu, yang telah berjalan selama satu tahun dan mencakup izin bagi Ukraina untuk mengekspor biji-bijian melalui jalur pelayaran di Laut Hitam.
Keputusan Rusia tersebut membuat negara-negara yang lebih miskin khawatir bahwa harga bahan makanan itu akan terlalu mahal hingga tidak bisa didapatkan.
Moskow mengindikasikan bahwa, jika permintaan ekspor biji-bijian dan pupuk dari Rusia meningkat, pihaknya akan mempertimbangkan untuk menghidupkan kembali kesepakatan tersebut—yang secara resmi disebut Prakarsa Biji-bijian Laut Hitam.
Perjanjian yang difasilitasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Turki itu disambut baik berbagai pihak karena dianggap bisa mencegah terjadinya kedaruratan pangan global.
Kekhawatiran soal kedaruratan pangan dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 serta blokade yang dialami pelabuhan-pelabuhan di kawasan Laut Hitam.