Jakarta (ANTARA) - Harga minyak naik pada hari Jumat (6/10), tetapi tetap berada di jalur penurunan mingguan terbesar sejak Maret, setelah pencabutan sebagian larangan ekspor bahan bakar Rusia menambah kekhawatiran permintaan akibat hambatan ekonomi makro.

Pada hari Jumat, harga minyak berjangka Brent naik tipis 36 sen menjadi 84,43 dolar AS per barel pada pukul 01.33 siang. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 29 sen menjadi 82,60 dolar AS.

Untuk pekan ini, Brent berada di jalur penurunan sekitar 11,5 persen dan WTI menuju penurunan 9,1 persen, di tengah kekhawatiran bahwa suku bunga tinggi yang berkepanjangan akan memperlambat pertumbuhan global dan menekan permintaan bahan bakar, walaupun pasokan akan ditekan oleh Arab Saudi dan Rusia, yang mengatakan bahwa mereka akan melanjutkan pengurangan pasokan hingga akhir tahun.

Lapangan kerja di AS meningkat 336.000 pada bulan September menurut statistik Departemen Tenaga Kerja, jauh melebihi perkiraan para ekonom sebesar 170.000.

Sentimen terhadap harga minyak beragam. Perekonomian AS yang kuat dapat mendukung sentimen kenaikan permintaan minyak jangka pendek, kata para analis, namun sebaliknya kenaikan tersebut mendorong penguatan dolar AS dan mendorong kenaikan suku bunga lagi pada tahun 2023.

Penguatan dolar AS biasanya berdampak negatif terhadap permintaan minyak, karena minyak menjadi relatif lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

"Data (lapangan pekerjaan) mempertahankan kemungkinan kenaikan suku bunga lagi dan mendukung argumen Bank Sentral AS (Federal Reserve) mengenai perlunya suku bunga dipertahankan lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama," kata analis ING dalam sebuah catatan.

Rusia mengumumkan telah mencabut larangan ekspor solar namun masih harus menjual minimal 50 persen produksi solarnya ke pasar dalam negeri.

Penerjemah: Biqwanto Situmorang

Pewarta : -
Uploader : Ronny
Copyright © ANTARA 2024