Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyebutkan cakupan kepesertaan jaminan kesehatan secara nasional hingga saat ini mencapai 95,7 persen atau lebih 264 juta jiwa dari jumlah penduduk Indonesia.
Pencapaian tersebut, menurut Ali, turut diapresiasi oleh negara-negara lain karena Indonesia dinilai berhasil meraih angka tersebut dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun sejak BPJS didirikan.
"Angka 95,7 persen itu sekitar lebih dari 264 juta orang yang sekarang sudah ter-cover. Dan kita menjadi tercepat untuk contributory dan yang pelayanannya itu komprehensif. Jadi, ini kebanggaan untuk Indonesia," kata Ali usai menghadiri acara peluncuran PruPriority Hospitals di Jakarta, Selasa.
Ali mencontohkan Jerman membutuhkan waktu selama 127 tahun dan Belgia 117 tahun untuk mencapai cakupan kesehatan universal (universal health coverage/UHC). Hal tersebut, kata dia, didasarkan pada studi yang diterbitkan jurnal The Lancet.
"Paling cepat itu Korea, 12 tahun. Indonesia, belum 10 tahun sudah 95 persen lebih penduduk yang ter-cover," ujar dia.
Bahkan, imbuh Ali, International Social Security Association (ISSA) memberikan penghargaan kepada BJPS Kesehatan pada beberapa waktu lalu karena dinilai telah menerapkan praktik baik (good practice).
Ali memperkirakan beban manfaat yang dibayarkan ke fasilitas kesehatan mengalami kenaikan sebesar Rp30 triliun pada tahun ini. Sebelumnya pada 2022, manfaat jaminan pelayanan kesehatan yang dibayarkan BPJS Kesehatan mencapai angka sekitar Rp113 triliun.
"Sebelumnya Rp113 triliun untuk tahun 2022 yang kita bayarkan. Sekarang naik lebih dari Rp30 triliun. Artinya perkiraan kita (total) Rp150-an triliun hingga akhir tahun ini," kata dia.
BPJS Kesehatan mematok target cakupan kepesertaan sebesar 98 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada 2024. Untuk mencapai target tersebut, Ali mengatakan pihaknya akan terus mengupayakan sejumlah strategi termasuk menjalankan program Petakan, Sisir, Advokasi dan Registrasi (Pesiar). Selain itu, BPJS Kesehatan juga terus meningkatkan layanan pembayaran secara digital sehingga dapat menjangkau seluruh masyarakat Indonesia.
Pencapaian tersebut, menurut Ali, turut diapresiasi oleh negara-negara lain karena Indonesia dinilai berhasil meraih angka tersebut dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun sejak BPJS didirikan.
"Angka 95,7 persen itu sekitar lebih dari 264 juta orang yang sekarang sudah ter-cover. Dan kita menjadi tercepat untuk contributory dan yang pelayanannya itu komprehensif. Jadi, ini kebanggaan untuk Indonesia," kata Ali usai menghadiri acara peluncuran PruPriority Hospitals di Jakarta, Selasa.
Ali mencontohkan Jerman membutuhkan waktu selama 127 tahun dan Belgia 117 tahun untuk mencapai cakupan kesehatan universal (universal health coverage/UHC). Hal tersebut, kata dia, didasarkan pada studi yang diterbitkan jurnal The Lancet.
"Paling cepat itu Korea, 12 tahun. Indonesia, belum 10 tahun sudah 95 persen lebih penduduk yang ter-cover," ujar dia.
Bahkan, imbuh Ali, International Social Security Association (ISSA) memberikan penghargaan kepada BJPS Kesehatan pada beberapa waktu lalu karena dinilai telah menerapkan praktik baik (good practice).
Ali memperkirakan beban manfaat yang dibayarkan ke fasilitas kesehatan mengalami kenaikan sebesar Rp30 triliun pada tahun ini. Sebelumnya pada 2022, manfaat jaminan pelayanan kesehatan yang dibayarkan BPJS Kesehatan mencapai angka sekitar Rp113 triliun.
"Sebelumnya Rp113 triliun untuk tahun 2022 yang kita bayarkan. Sekarang naik lebih dari Rp30 triliun. Artinya perkiraan kita (total) Rp150-an triliun hingga akhir tahun ini," kata dia.
BPJS Kesehatan mematok target cakupan kepesertaan sebesar 98 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada 2024. Untuk mencapai target tersebut, Ali mengatakan pihaknya akan terus mengupayakan sejumlah strategi termasuk menjalankan program Petakan, Sisir, Advokasi dan Registrasi (Pesiar). Selain itu, BPJS Kesehatan juga terus meningkatkan layanan pembayaran secara digital sehingga dapat menjangkau seluruh masyarakat Indonesia.