Jakarta (ANTARA) - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mendesak Kepolisian Daerah Aceh mengusut kasus dugaan intimidasi terhadap dua wartawan yang dilakukan pengawal Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri.
"Kepolisian setempat harus mengusut tuntas siapa pelaku aksi premanisme tersebut," kata Bambang di Jakarta, Jumat, menanggapi kasus dugaan intimidasi yang dialami wartawan di Aceh.
Sebelumnya, dua jurnalis Aceh diduga diintimidasi oleh pengawal Firli Bahuri saat meliput pertemuan Ketua KPK itu bersama organisasi perusahaan media Aceh di Warung Sekretariat Bersama (Sekber) wartawan Aceh, Kamis (9/11).
Dua jurnalis korban intimidasi itu adalah Raja Umar yang merupakan wartawan Kompas TV dan Kompas.com, serta pewarta media lokal Puja TV Lala Nurmala.
Intimidasi diduga terjadi saat Firli bersama sejumlah pengurus JMSI Aceh, organisasi perusahaan media, sedang ngopi dan makan durian di Sekber wartawan. Sekber selama ini menjadi tempat berkumpul wartawan lintas media dan organisasi untuk bekerja dan membuat berita maupun saat menunggu liputan.
"Saya dihampiri oleh polisi yang mengenakan pakaian preman dan meminta agar saya hapus foto pertemuan Firli," kata Raja Umar dikonfirmasi di Banda Aceh, Jumat.
Bambang Rukminto mengatakan intimidasi tersebut termasuk aksi-aksi premanisme yang tidak dibenarkan, terlebih menghalang-halangi kerja jurnalis yang dilindungi oleh Undang-Undang Pers.
"Saksi mata tentunya banyak, jadi tidak ada alasan untuk tidak bisa menangkap pelaku," ujarnya.
Bambang pun meminta agar pelaku intimindasi terhadap dua jurnalis Aceh tersebut dikenakan sanksi tegas, selain pidana pelanggaran UU Pers.
"Bila benar pelakunya itu adalah oknum polisi, sanksi disiplin dan etik harus diberikan kepada pelaku," tambahnya.
Senada dengan Bambang, mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap juga meminta institusi kepolisian mengusut tuntas kasus intimidasi terhadap jurnalis di Aceh tersebut.
Menurut Yudi, aparat penegak hukum harus menghormati tugas jurnalistik. "Seharusnya hormati tugas pers. Siapa sebenarnya yang menghalangi kerja pers harus diusut tuntas. Sampai meminta hapus foto itu menghalangi, jika ditemukan perbuatan ini merupakan kesalahan," kata Yudi.
"Kepolisian setempat harus mengusut tuntas siapa pelaku aksi premanisme tersebut," kata Bambang di Jakarta, Jumat, menanggapi kasus dugaan intimidasi yang dialami wartawan di Aceh.
Sebelumnya, dua jurnalis Aceh diduga diintimidasi oleh pengawal Firli Bahuri saat meliput pertemuan Ketua KPK itu bersama organisasi perusahaan media Aceh di Warung Sekretariat Bersama (Sekber) wartawan Aceh, Kamis (9/11).
Dua jurnalis korban intimidasi itu adalah Raja Umar yang merupakan wartawan Kompas TV dan Kompas.com, serta pewarta media lokal Puja TV Lala Nurmala.
Intimidasi diduga terjadi saat Firli bersama sejumlah pengurus JMSI Aceh, organisasi perusahaan media, sedang ngopi dan makan durian di Sekber wartawan. Sekber selama ini menjadi tempat berkumpul wartawan lintas media dan organisasi untuk bekerja dan membuat berita maupun saat menunggu liputan.
"Saya dihampiri oleh polisi yang mengenakan pakaian preman dan meminta agar saya hapus foto pertemuan Firli," kata Raja Umar dikonfirmasi di Banda Aceh, Jumat.
Bambang Rukminto mengatakan intimidasi tersebut termasuk aksi-aksi premanisme yang tidak dibenarkan, terlebih menghalang-halangi kerja jurnalis yang dilindungi oleh Undang-Undang Pers.
"Saksi mata tentunya banyak, jadi tidak ada alasan untuk tidak bisa menangkap pelaku," ujarnya.
Bambang pun meminta agar pelaku intimindasi terhadap dua jurnalis Aceh tersebut dikenakan sanksi tegas, selain pidana pelanggaran UU Pers.
"Bila benar pelakunya itu adalah oknum polisi, sanksi disiplin dan etik harus diberikan kepada pelaku," tambahnya.
Senada dengan Bambang, mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap juga meminta institusi kepolisian mengusut tuntas kasus intimidasi terhadap jurnalis di Aceh tersebut.
Menurut Yudi, aparat penegak hukum harus menghormati tugas jurnalistik. "Seharusnya hormati tugas pers. Siapa sebenarnya yang menghalangi kerja pers harus diusut tuntas. Sampai meminta hapus foto itu menghalangi, jika ditemukan perbuatan ini merupakan kesalahan," kata Yudi.