Jakarta (ANTARA) - Laga Brazil melawan Argentina di Piala Dunia U-17 2023 menjadi ajang adu gengsi dua negara yang syarat akan sejarah persepakbolaan di Benua Amerika.
Sedikit percikan rivalitas dari tim senior yang baru bertanding di Stadion Maracana, Rio De Jeneiro, Brazil, Rabu (22/11) lalu, menurun di laga yang berlangsung di Jakarta International Stadium, Jakarta, Jumat (24/11).Di laga tim senior yang menjadi pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2026 tersebut, terjadi kericuhan yang disebabkan suporter Argentina dan Brasil saling baku hantam hingga membuat pertandingan dihentikan. Tiga poin di laga tersebut akhirnya menjadi milik Argentina usai menaklukkan Brazil dengan skor 1-0.
Kemenangan tersebut juga memutus rekor tak terkalahkan sepanjang sejarah Tim Samba bermain di pertandingan kandang kualifikasi Piala Dunia.
Timnas Brazil U-17 tentu mengusung misi untuk menampar balik tim junior Argentina lewat laga di Piala Dunia U-17. Sementara di kubu Argentina U-17, mencoba memutus tren negatif saat bersua Brazil U-17. Tim Tango junior tak sekalipun meraih kemenangan dalam tujuh kali pertemuan, dengan catatan empat pertandingan imbang dan tiga kali kekalahan.
Kemenangan tim senior di Maracana tentu mendongkrak moral dari Claudio Echeverri dan kawan-kawan untuk mengulang pesta tersebut di hadapan 14 ribu penonton yang memadati Jakarta International Stadium (JIS).
Echeverri menari samba
Selama 15 menit jalannya pertandingan, Argentina terus memberikan tekanan ke Brazil melalui sektor kiri. Tekanan ketat Argentina membuat kesulitan trio lini serang Brazil yaitu Rayan, Kaua Elias dan Estevao. Baru memasuki menit ke-25, Estevao bisa menebar teror ke gawang Jeremias Florentin.
Tiga menit berselang, sang kapten Timnas Argentina Claudio Echeverri langsung membalas teror tersebut. Bergerak dari sektor tengah, Echeverri meliuk-liuk melewati para pemain Brazil sebelum melesatkan tembakan dari kotak penalti.
Satu gol dari Echeverri tersebut langsung membuat luka yang menganga untuk Rayan dan kawan-kawan. Praktis para pemain Brazil tak mengembangkan permainan dan lebih kerap lamban melakukan transisi dari menyerang ke bertahan.
Namun seusai jeda babak pertama, pemain berjuluk "Si Iblis Kecil" tersebut tau celah transisi lambat Brasil dan tampil sebagai protagonis.
Di menit ke-57, Echeverri mengajari para pemain Brazil bagaimana cara "menari samba". "Si Iblis Kecil" meliuk-liuk melewati dua hadangan pemain dan melesatkan tembakan terukur di sisi kanan gawang Phillipe Gabriel.
Brazil yang menjadi tim dengan catatan produktivitas gol tertinggi di turnamen tak sedikit pun mampu berkutik membalas dua gol Echeverri.
Justru 13 menit berselang, Echeverri kembali menghukum transisi lambat tim Samba. Melalui skema serangan balik, umpan terobosan Agustin Roberto, "Si Iblis Kecil" yang tinggal satu lawan satu dengan Gabriel dengan mudah melakukan drible melewatinya dan melesatkan tembakan ke gawang yang kosong.
Usai mencatatkan trigol, sang antagonis berjuluk "Si Iblis Kecil" tersebut ditarik keluar pelatih Diego Placente untuk memberikan waktu istirahat dan menit bermain ke pemain lain.
Meski Echeverri mengutarakan tiga golnya didedikasikan untuk keluarga, namun tiga gol tersebut seolah mengajari para pemain Brasil bagaimana cara "menari Samba".
Baca juga: Trigol Echeverri bawa Argentina tumbangkan Brazil
Baca juga: Argentina menang karena mampu manfaatkan peluang
Baca juga: Kapten Argentina dedikasikan tiga golnya untuk keluarga
"Hari ini, sebelum pertandingan, keluargaku mengirimkan sebuah video, ibu dan ayahku keduanya menangis, namun mereka berpesan untuk tetap menikmati pertandingan. Lalu, sekarang aku mendedikasikan ini (tiga gol) untuk mereka," kata Claudio Echeverri saat ditemui di mixed zone usai pertandingan.
Pelatih Brazil U-17 Phelipe Leal sempat menghampiri Echeverri dan memberikan ucapan selamat atas performa yang ditunjukkannya di lapangan.
Namun, berbicara mengenai pertandingan, Leal mengungkapkan timnya hanya kurang klinis untuk menciptakan gol. "Dalam pertandingan hari ini, kami sudah membayangkan jika laga akan berjalan dengan ketat, (berakhir dengan) skor tipis. Tapi, itulah sepak bola, lawan kami bisa memanfaatkan peluang yang ada, kebobolan juga sudah terjadi, dan kami harus akui kelebihan Argentina," kata Phelipe Leal.
Teror Echeverri
Tentu para pendukung Argentina berharap teror Echeverri akan terus berlanjut kala tim Tango akan bersua dengan jawara Eropa, Jerman pada babak semifinal Piala Dunia U-17 2023 yang berlangsung di Stadion Manahan, Solo, Selasa (28/11).
Dari segi statistik, pertahanan Jerman tak terlalu kokoh. Tercatat "Tim Panser" hanya mencatatkan dua kali tanpa bobol sepanjang turnamen.
Tapi pelatih Argentina Diego Placente mengatakan masih belum mempelajari bagaimana calon lawan mereka tersebut di semifinal. "Kami belum melihat bagaimana permainan Jerman, tetapi kami akan analisis selanjutnya bagaimana," kata Placente.
Echeverri dan kawan-kawan tentu akan berjuang mati-matian untuk membawa Argentina menjadi juara pertama kali di turnamen yang berlangsung setiap dua tahun sekali tersebut.
Baca juga: Argentina nilai pertandingan melawan Brazil cukup sulit
Baca juga: Brazil vs Argentina, pertarungan dua kiblat sepak bola indah
Selain membawa misi Argentina menjadi juara di kompetisi yang baru pertama kali digelar di Indonesia ini, pemain akademi River Plate tersebut juga mengusung misi pribadi untuk menyegel gelar sepatu emas.
Sejauh ini pemain berpostur 1,71 meter tersebut tercatat sebagai top skor Piala Dunia U-17 dengan torehan lima gol. Echeverri harus bersaing dengan rekan setimnya Agustin Roberto yang juga sama-sama mencetak lima gol. Selain itu, ada goal poacher Uzbekistan, Amirbek Saidov, yang saat ini telah mencetak empat gol.