Jakarta (ANTARA) - Survei Indonesia Elections and Strategic (indEX) Research menunjukkan Gerindra masih menjadi partai politik dengan elektabilitas tertinggi yakni 17,7 persen dan berpotensi menggagalkan PDI Perjuangan menang tiga pemilu berturut-turut.
PDIP saat ini berada di tempat kedua dengan elektabilitas menjadi sebesar 15,0 persen, disusul oleh Golkar dengan elektabilitas 10,1 persen.
Pergerakan elektabilitas di partai politik papan tengah juga menarik untuk diamati. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) diprediksi akan menjadi pendatang baru di Senayan, dengan meraih elektabilitas hingga 6,8 persen.
“Kemenangan Gerindra sekaligus menggagalkan upaya PDIP mencetak hattrick, dan mitra koalisinya sesama pengusung Prabowo-Gibran yaitu PSI juga bakal menguasai kursi Senayan,” kata Direktur Eksekutif indEX Research Vivin Sri Wahyuni dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Vivin menilai turunnya elektabilitas PDIP tidak lepas dari perpecahan di lingkaran elite partai berlambang kepala banteng tersebut.
“Perseteruan Jokowi dan Megawati merontokkan kekuatan PDIP yang sebelumnya mendominasi perpolitikan selama dua periode,” ujarnya.
Pada akhir 2022, elektabilitas PDIP bertahan cukup tinggi, bahkan menembus kisaran 22 persen pada saat gejolak pandemi Covid-19.
“Elektabilitas PDIP mulai anjlok setelah penentangan soal timnas Israel pada Piala Dunia U20 oleh Ganjar Pranowo dan elite partai lainnya,” lanjut Vivin.
Pada saat bersamaan, elektabilitas Gerindra mulai menanjak dan terus melaju hingga menyalip PDIP. Dukungan yang semula diberikan Jokowi kepada Ganjar beralih kepada Prabowo Subianto dan berbuah pada coattail effect yang dirasakan Gerindra.
Sebelumnya Gerindra selalu menempati posisi runner up dengan elektabilitas berkisar 12-14 persen. Perolehan suara Gerindra pada Pemilu 2019 lalu berada pada peringkat kedua, naik dari Pemilu 2014 yang masih di tiga besar.
Coattail effect juga dirasakan PSI, di mana faktor Jokowi turut menentukan dalam gelaran elektoral kali ini.
“Asosiasi kuat PSI dengan Jokowi, ditambah kemunculan Kaesang dan dukungan PSI terhadap Prabowo-Gibran, membuat elektabilitas ikut terkerek,” jelas Vivin.
Partai lain yang turut menikmati kenaikan elektabilitas adalah Golkar, naik sejak November 2023 lalu dan kini mencapai 10,1 persen.
Demokrat sendiri bersaing ketat dengan PKB, masing-masing dengan elektabilitas 7,3 dan 7,1 persen.
Demokrat yang keluar dari Koalisi Perubahan dan berbalik mengusung Prabowo-Gibran harus menyesuaikan diri dengan posisinya dulu sebagai oposisi.
Sebaliknya PKB yang merupakan bagian dari pemerintahan mendadak bicara soal perubahan setelah mengusung Anies-Muhaimin.
Anggota Koalisi Perubahan lainnya yaitu PKS elektabilitasnya berada di margin ambang batas, sebesar 4,4 persen, disusul PAN dengan 3,3 persen dan Nasdem dengan 2,5 persen.
Lainnya adalah PPP (1,7 persen), Perindo (1,5 persen), dan Gelora (1,3 persen). PPP dan Perindo mengusung Ganjar-Mahfud, sedangkan Gelora masuk ke dalam koalisi KIM. Sisanya adalah PBB (0,6 persen), Hanura (0,5 persen), dan Ummat (0,3 persen).
Terakhir ada Garuda (0,1 persen), sedangkan dua partai baru lainnya nihil dukungan, dan sisanya masih ada 19,8 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab.
Survei Index Research dilakukan pada 3-9 Januari 2024 terhadap 1200 orang mewakili semua provinsi. Responden dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling) dan diwawancara tatap muka. Margin of error survei sebesar sekitar 2,9 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.
PDIP saat ini berada di tempat kedua dengan elektabilitas menjadi sebesar 15,0 persen, disusul oleh Golkar dengan elektabilitas 10,1 persen.
Pergerakan elektabilitas di partai politik papan tengah juga menarik untuk diamati. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) diprediksi akan menjadi pendatang baru di Senayan, dengan meraih elektabilitas hingga 6,8 persen.
“Kemenangan Gerindra sekaligus menggagalkan upaya PDIP mencetak hattrick, dan mitra koalisinya sesama pengusung Prabowo-Gibran yaitu PSI juga bakal menguasai kursi Senayan,” kata Direktur Eksekutif indEX Research Vivin Sri Wahyuni dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Vivin menilai turunnya elektabilitas PDIP tidak lepas dari perpecahan di lingkaran elite partai berlambang kepala banteng tersebut.
“Perseteruan Jokowi dan Megawati merontokkan kekuatan PDIP yang sebelumnya mendominasi perpolitikan selama dua periode,” ujarnya.
Pada akhir 2022, elektabilitas PDIP bertahan cukup tinggi, bahkan menembus kisaran 22 persen pada saat gejolak pandemi Covid-19.
“Elektabilitas PDIP mulai anjlok setelah penentangan soal timnas Israel pada Piala Dunia U20 oleh Ganjar Pranowo dan elite partai lainnya,” lanjut Vivin.
Pada saat bersamaan, elektabilitas Gerindra mulai menanjak dan terus melaju hingga menyalip PDIP. Dukungan yang semula diberikan Jokowi kepada Ganjar beralih kepada Prabowo Subianto dan berbuah pada coattail effect yang dirasakan Gerindra.
Sebelumnya Gerindra selalu menempati posisi runner up dengan elektabilitas berkisar 12-14 persen. Perolehan suara Gerindra pada Pemilu 2019 lalu berada pada peringkat kedua, naik dari Pemilu 2014 yang masih di tiga besar.
Coattail effect juga dirasakan PSI, di mana faktor Jokowi turut menentukan dalam gelaran elektoral kali ini.
“Asosiasi kuat PSI dengan Jokowi, ditambah kemunculan Kaesang dan dukungan PSI terhadap Prabowo-Gibran, membuat elektabilitas ikut terkerek,” jelas Vivin.
Partai lain yang turut menikmati kenaikan elektabilitas adalah Golkar, naik sejak November 2023 lalu dan kini mencapai 10,1 persen.
Demokrat sendiri bersaing ketat dengan PKB, masing-masing dengan elektabilitas 7,3 dan 7,1 persen.
Demokrat yang keluar dari Koalisi Perubahan dan berbalik mengusung Prabowo-Gibran harus menyesuaikan diri dengan posisinya dulu sebagai oposisi.
Sebaliknya PKB yang merupakan bagian dari pemerintahan mendadak bicara soal perubahan setelah mengusung Anies-Muhaimin.
Anggota Koalisi Perubahan lainnya yaitu PKS elektabilitasnya berada di margin ambang batas, sebesar 4,4 persen, disusul PAN dengan 3,3 persen dan Nasdem dengan 2,5 persen.
Lainnya adalah PPP (1,7 persen), Perindo (1,5 persen), dan Gelora (1,3 persen). PPP dan Perindo mengusung Ganjar-Mahfud, sedangkan Gelora masuk ke dalam koalisi KIM. Sisanya adalah PBB (0,6 persen), Hanura (0,5 persen), dan Ummat (0,3 persen).
Terakhir ada Garuda (0,1 persen), sedangkan dua partai baru lainnya nihil dukungan, dan sisanya masih ada 19,8 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab.
Survei Index Research dilakukan pada 3-9 Januari 2024 terhadap 1200 orang mewakili semua provinsi. Responden dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling) dan diwawancara tatap muka. Margin of error survei sebesar sekitar 2,9 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.