Jakarta (ANTARA) - Psikolog klinis anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (UI) Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi mengemukakan bahwa tawuran remaja semakin menjadi fenomena rutin dengan alasan relatif sama sejak dulu hingga sekarang.
"Semakin menjadi fenomena rutin dengan keparahan yang semakin mengerikan," kata dia melalui wawancara tertulis di Jakarta pada Minggu.
Menurut Vera, ada dua faktor yang menjadi alasan para remaja melakukan tawuran, yakni internal dan eksternal.
Faktor internal, yaitu fungsi otak yang belum optimal dari remaja membuat mereka kurang dapat memikirkan konsekuensi jangka panjang. Mereka juga masih didominasi emosi dalam berperilaku atau mengambil keputusan.
"Remaja ingin merasa menjadi bagian dari satu kelompok dan jika merasa diterima oleh kelompok tersebut maka remaja akan cenderung mengikuti nilai (value) dari kelompok tersebut termasuk jika nilainya mengandung kekerasan," kata dia.
Baca juga: Polisi tangkap delapan remaja bersenjata tajam yang hendak tawuran
Polisi menangkap dua remaja yang hendak tawuran saat liburan Natal dan tahun baru di Jalan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (26/12/2023) sekira pukul 05.00 WIB. (ANTARA/HO-Polres Jakbar)
Sementara dari faktor eksternal, Vera berpendapat adanya tradisi tawuran di sekolah dan lingkungan. Sekolah dekat dengan lingkungan yang berisiko kekerasan seperti pasar, terminal, tongkrongan geng, menjadi alasan para remaja melakukan tawuran.
Alasan eksternal lainnya termasuk tidak ada pengamanan atau pencegahan di lingkungan dan tidak ada wadah yang dapat menyalurkan energi mereka.
Berbicara fenomena tawuran remaja masa kini, Vera menyoroti adanya peran media sosial yang dapat mengakomodir kebutuhan mereka salah satunya menjadi perhatian banyak orang.
"Media sosial menjadi alat yang dapat mengakomodir kebutuhan remaja yang cenderung suka terhadap sensasi, ingin dianggap berani, rebel serta keren dan menjadi perhatian orang banyak," katanya.
Fenomena seperti ini sebelumnya terjadi dalam tawuran kelompok pelajar di Jembatan Bandengan, Jakarta Utara, pada Juli 2023. Saat itu, dua kelompok pelajar yang diduga siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) saling serang di samping jembatan dengan tangan kosong hingga ada juga yang menggunakan senjata tajam jenis celurit.
Baca juga: Cegah tawuran, Kapolres Jaktim minta orang tua awasi anaknya
Tim Patroli Perintis Presisi Polres Metro Jakarta Selatan mengamankan enam orang remaja membawa sajam yang usai terlibat tawuran bersama kelompok lainnya di wilayah Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu (08/10/2023). (ANTARA/HO-Polres Metro Jakarta Selatan)
Polsek Metro Penjaringan mengatakan motif tawuran ini sekadar ingin mencari pengakuan atau eksistensi di media sosial.
Awal tahun ini, tawuran remaja di Jakarta melibatkan massa yang terbagi dari dua kelompok di kolong jembatan layang (fylover) Pasar Rebo, Ciracas, Jakarta Timur.
Mereka menggunakan senjata tajam seperti celurit dan parang saling menyerang sehingga menyebabkan seseorang terluka parah di bagian pergelangan tangannya.
Polisi mengatakan media sosial (medsos) menjadi alat komunikasi untuk melakukan janji untuk bertemu.
Polisi telah beberapa kali menggagalkan rencana tawuran, salah satunya pada Minggu (11/2). Saat itu, polisi menangkap delapan remaja bersenjata tajam yang hendak tawuran di Jalan Cengkareng Barat, Cengkareng, Jakarta Barat.
"Semakin menjadi fenomena rutin dengan keparahan yang semakin mengerikan," kata dia melalui wawancara tertulis di Jakarta pada Minggu.
Menurut Vera, ada dua faktor yang menjadi alasan para remaja melakukan tawuran, yakni internal dan eksternal.
Faktor internal, yaitu fungsi otak yang belum optimal dari remaja membuat mereka kurang dapat memikirkan konsekuensi jangka panjang. Mereka juga masih didominasi emosi dalam berperilaku atau mengambil keputusan.
"Remaja ingin merasa menjadi bagian dari satu kelompok dan jika merasa diterima oleh kelompok tersebut maka remaja akan cenderung mengikuti nilai (value) dari kelompok tersebut termasuk jika nilainya mengandung kekerasan," kata dia.
Baca juga: Polisi tangkap delapan remaja bersenjata tajam yang hendak tawuran
Alasan eksternal lainnya termasuk tidak ada pengamanan atau pencegahan di lingkungan dan tidak ada wadah yang dapat menyalurkan energi mereka.
Berbicara fenomena tawuran remaja masa kini, Vera menyoroti adanya peran media sosial yang dapat mengakomodir kebutuhan mereka salah satunya menjadi perhatian banyak orang.
"Media sosial menjadi alat yang dapat mengakomodir kebutuhan remaja yang cenderung suka terhadap sensasi, ingin dianggap berani, rebel serta keren dan menjadi perhatian orang banyak," katanya.
Fenomena seperti ini sebelumnya terjadi dalam tawuran kelompok pelajar di Jembatan Bandengan, Jakarta Utara, pada Juli 2023. Saat itu, dua kelompok pelajar yang diduga siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) saling serang di samping jembatan dengan tangan kosong hingga ada juga yang menggunakan senjata tajam jenis celurit.
Baca juga: Cegah tawuran, Kapolres Jaktim minta orang tua awasi anaknya
Awal tahun ini, tawuran remaja di Jakarta melibatkan massa yang terbagi dari dua kelompok di kolong jembatan layang (fylover) Pasar Rebo, Ciracas, Jakarta Timur.
Mereka menggunakan senjata tajam seperti celurit dan parang saling menyerang sehingga menyebabkan seseorang terluka parah di bagian pergelangan tangannya.
Polisi mengatakan media sosial (medsos) menjadi alat komunikasi untuk melakukan janji untuk bertemu.
Polisi telah beberapa kali menggagalkan rencana tawuran, salah satunya pada Minggu (11/2). Saat itu, polisi menangkap delapan remaja bersenjata tajam yang hendak tawuran di Jalan Cengkareng Barat, Cengkareng, Jakarta Barat.