Jakarta (ANTARA) - Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) melaporkan temuan tiga kasus wanita yang terinfeksi HIV usai menjalani prosedur perawatan wajah di salah satu spa kecantikan yang tidak berlisensi di Amerika Serikat.
Dilansir dari Medical Daily, Selasa, meskipun penularan HIV dari darah yang terkontaminasi melalui suntikan yang tidak steril merupakan risiko yang umum diketahui, namun temuan tersebut menjadi kasus pertama yang terdokumentasi di mana seseorang dapat tertular virus HIV melalui prosedur kosmetik yang melibatkan jarum suntik.
Investigasi dimulai pada tahun 2018, setelah seorang wanita berusia 40-an, yang tidak memiliki faktor risiko tradisional seperti suntikan narkoba atau transfusi darah, didiagnosis mengidap HIV usai menerima perawatan microneeding atau yang dikenal dengan vampire facial, yakni sebuah prosedur yang dilakukan dengan mengambil darah pelanggan untuk dimasukkan ke dalam sebuah alat yang dapat memisahkan komponen dalam darah yang kaya akan trombosit.
Baca juga: Perlukan melakukan perawatan Botoks?
Plasma darah yang dipisahkan kemudian bakal disuntikkan kembali ke wajah menggunakan jarum mikro untuk meningkatkan penampilan kulit dengan mengurangi kerutan dan bekas jerawat melalui stimulasi sel kulit baru dan produksi kolagen oleh plasma kaya trombosit.
Tindakan ini dianggap sebagai alternatif yang hemat biaya dan invasif minimal dibandingkan bedah pengencangan wajah.
Dalam kasus dua wanita lainnya, penularan HIV juga disebabkan oleh hal serupa. Investigasi menunjukkan bahwa peralatan yang seharusnya digunakan untuk sekali pemakaian, digunakan kembali oleh spa VIP di Albuquerque tersebut.
Baca juga: Hal yang perlu diketahui saat melakukan perawatan pertama kali
Kasus itu kemudian membuat pejabat kesehatan menutup spa tersebut dan hasil pemeriksaan menunjukkan banyak praktik pengendalian infeksi yang tidak aman di sana.
Pemilik spa saat ini dilaporkan telah menjalani hukuman penjara karena telah melakukan praktik dokter tanpa izin.
Menanggapi hal tersebut, Ahli Epidemiologi CDC Anna Stadelman-Behar mengatakan prosedur ini berisiko rendah dan kasus-kasus tersebut menunjukkan sebuah anomali. Orang-orang yang menjalani prosedur ini dapat menjaga diri mereka tetap aman dengan memverifikasi bahwa tempat tersebut memiliki izin dan memastikan jarum suntik serta perlengkapan sekali pakai lainnya diambil langsung dari kemasan aslinya.
“Penyelidikan ini menggarisbawahi pentingnya menentukan kemungkinan sumber penularan HIV baru di antara orang-orang yang tidak diketahui faktor risiko HIV. Kita membutuhkan praktik pengendalian infeksi yang memadai di fasilitas spa yang menawarkan layanan suntikan kosmetik supaya dapat mencegah penularan HIV dan patogen yang ditularkan melalui darah lainnya,” kata CDC dalam rilis resminya.
Baca juga: Mengenal tren estetik menggunakan 'liquid facial filler'
Baca juga: Berikut waktu yang tepat lakukan 'facial' wajah
Baca juga: Dokter ungkap mitos dan fakta soal kecantikan
Dilansir dari Medical Daily, Selasa, meskipun penularan HIV dari darah yang terkontaminasi melalui suntikan yang tidak steril merupakan risiko yang umum diketahui, namun temuan tersebut menjadi kasus pertama yang terdokumentasi di mana seseorang dapat tertular virus HIV melalui prosedur kosmetik yang melibatkan jarum suntik.
Investigasi dimulai pada tahun 2018, setelah seorang wanita berusia 40-an, yang tidak memiliki faktor risiko tradisional seperti suntikan narkoba atau transfusi darah, didiagnosis mengidap HIV usai menerima perawatan microneeding atau yang dikenal dengan vampire facial, yakni sebuah prosedur yang dilakukan dengan mengambil darah pelanggan untuk dimasukkan ke dalam sebuah alat yang dapat memisahkan komponen dalam darah yang kaya akan trombosit.
Baca juga: Perlukan melakukan perawatan Botoks?
Plasma darah yang dipisahkan kemudian bakal disuntikkan kembali ke wajah menggunakan jarum mikro untuk meningkatkan penampilan kulit dengan mengurangi kerutan dan bekas jerawat melalui stimulasi sel kulit baru dan produksi kolagen oleh plasma kaya trombosit.
Tindakan ini dianggap sebagai alternatif yang hemat biaya dan invasif minimal dibandingkan bedah pengencangan wajah.
Dalam kasus dua wanita lainnya, penularan HIV juga disebabkan oleh hal serupa. Investigasi menunjukkan bahwa peralatan yang seharusnya digunakan untuk sekali pemakaian, digunakan kembali oleh spa VIP di Albuquerque tersebut.
Baca juga: Hal yang perlu diketahui saat melakukan perawatan pertama kali
Kasus itu kemudian membuat pejabat kesehatan menutup spa tersebut dan hasil pemeriksaan menunjukkan banyak praktik pengendalian infeksi yang tidak aman di sana.
Pemilik spa saat ini dilaporkan telah menjalani hukuman penjara karena telah melakukan praktik dokter tanpa izin.
Menanggapi hal tersebut, Ahli Epidemiologi CDC Anna Stadelman-Behar mengatakan prosedur ini berisiko rendah dan kasus-kasus tersebut menunjukkan sebuah anomali. Orang-orang yang menjalani prosedur ini dapat menjaga diri mereka tetap aman dengan memverifikasi bahwa tempat tersebut memiliki izin dan memastikan jarum suntik serta perlengkapan sekali pakai lainnya diambil langsung dari kemasan aslinya.
“Penyelidikan ini menggarisbawahi pentingnya menentukan kemungkinan sumber penularan HIV baru di antara orang-orang yang tidak diketahui faktor risiko HIV. Kita membutuhkan praktik pengendalian infeksi yang memadai di fasilitas spa yang menawarkan layanan suntikan kosmetik supaya dapat mencegah penularan HIV dan patogen yang ditularkan melalui darah lainnya,” kata CDC dalam rilis resminya.
Baca juga: Mengenal tren estetik menggunakan 'liquid facial filler'
Baca juga: Berikut waktu yang tepat lakukan 'facial' wajah
Baca juga: Dokter ungkap mitos dan fakta soal kecantikan