Jakarta (ANTARA) - Mantan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Jawa Barat, Rahmady Effendy Hutahaean (REH) memilih irit bicara usai diklarifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai kejanggalan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Saya sudah klarifikasi, silakan tanya ke dalam," kata Rahmady kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin.
Usai memberikan pernyataan tersebut, Rahmady langsung bergegas meninggalkan Gedung Merah Putih KPK tanpa memberikan pernyataan tambahan.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menerangkan pemanggilan terhadap Rahmady Effendy Hutahaean adalah berdasarkan temuan tentang pemberian pinjaman yang jumlahnya melampaui harta kekayaan yang dilaporkan dalam LHKPN.
"Makanya hartanya Rp6 miliar, tapi kok dilaporkan dia memberikan pinjaman sampai Rp7 miliar, kan enggak masuk di akal ya," ujarnya.
Selain itu, Pahala juga mengatakan KPK juga akan mengklarifikasi Rahmady Effendy Hutahaean soal kepemilikan saham di sebuah perusahaan.
Pahala menerangkan Menteri Keuangan telah menerbitkan peraturan yang mengatur soal investasi pegawai Kementerian Keuangan dalam sebuah perusahaan. Dalam aturan tersebut diatur jenis perusahaan yang diperkenankan untuk berinvestasi dan jenis perusahaan yang tidak diperkenankan.
"Kita akan klarifikasi karena istrinya ini yang Komisaris Utama. Jadi, nama PT kan nggak disebut. ya nanti kita lihat di situ," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan membebastugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Jawa Barat, Rahmady Effendy Hutahaean (REH) atas dugaan benturan kepentingan yang turut melibatkan keluarga yang bersangkutan.
"Atas dasar hasil pemeriksaan internal tersebut, yang bersangkutan sudah dibebastugaskan," kata Direktur Humas Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto di Jakarta, Senin (13/5).
Rahmady dibebastugaskan sejak 9 Mei 2024. Kementerian Keuangan mengambil keputusan tersebut guna mempermudah proses pemeriksaan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Rahmady sebelumnya dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh advokat dari Kantor Hukum Eternity Global Lawfirm Andreas.
Andreas menyebut ada kejanggalan pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Rahmady.
Dugaan tersebut bermula dari kerja sama antara perusahaan istrinya Margaret Christina dengan Wijanto Tirtasana, klien Andreas, sejak tahun 2017. Kerja sama tersebut berkaitan dengan ekspor impor pupuk.
Rahmady memberikan pinjaman uang senilai Rp7 miliar kepada Wijanto dengan syarat menjadikan Margaret sebagai komisaris utama dan pemegang saham sebesar 40 persen.
Baca juga: Kemenkeu bebas tugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta
Namun, Wijanto mengaku menerima ancaman dari Rahmady dan istrinya soal uang pinjaman. Andreas sebagai kuasa hukum Wijanto kemudian menelusuri kasus itu, yang berujung pada temuan mengenai LHKPN Rahmady.
Berdasarkan hasil penelusurannya, Rahmady melaporkan harta sebesar Rp3,2 miliar pada tahun 2017. Pun demikian pada tahun 2022, harta yang dilaporkan Rahmady hanya sebesar Rp6,3 miliar, sementara jumlah pinjaman yang diberikan kepada kliennya mencapai Rp7 miliar.
Selain melaporkan ke KPK, Andreas juga menyambangi Kementerian Keuangan untuk meminta kepastian hukum.
"Kedatangan kami bukan karena ada masalah dengan instansi negara, tetapi setelah kami pelajari kasusnya, ada kejanggalan LHKPN. Ini sebenarnya ranah personal, tetapi setelah melihat ada kejanggalan, sebagai warga negara yang baik, kami mencoba melaporkan tindakan ini," jelas Andreas di Kementerian Keuangan, Senin (13/5).
"Saya sudah klarifikasi, silakan tanya ke dalam," kata Rahmady kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin.
Usai memberikan pernyataan tersebut, Rahmady langsung bergegas meninggalkan Gedung Merah Putih KPK tanpa memberikan pernyataan tambahan.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menerangkan pemanggilan terhadap Rahmady Effendy Hutahaean adalah berdasarkan temuan tentang pemberian pinjaman yang jumlahnya melampaui harta kekayaan yang dilaporkan dalam LHKPN.
"Makanya hartanya Rp6 miliar, tapi kok dilaporkan dia memberikan pinjaman sampai Rp7 miliar, kan enggak masuk di akal ya," ujarnya.
Selain itu, Pahala juga mengatakan KPK juga akan mengklarifikasi Rahmady Effendy Hutahaean soal kepemilikan saham di sebuah perusahaan.
Pahala menerangkan Menteri Keuangan telah menerbitkan peraturan yang mengatur soal investasi pegawai Kementerian Keuangan dalam sebuah perusahaan. Dalam aturan tersebut diatur jenis perusahaan yang diperkenankan untuk berinvestasi dan jenis perusahaan yang tidak diperkenankan.
"Kita akan klarifikasi karena istrinya ini yang Komisaris Utama. Jadi, nama PT kan nggak disebut. ya nanti kita lihat di situ," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan membebastugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Jawa Barat, Rahmady Effendy Hutahaean (REH) atas dugaan benturan kepentingan yang turut melibatkan keluarga yang bersangkutan.
"Atas dasar hasil pemeriksaan internal tersebut, yang bersangkutan sudah dibebastugaskan," kata Direktur Humas Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto di Jakarta, Senin (13/5).
Rahmady dibebastugaskan sejak 9 Mei 2024. Kementerian Keuangan mengambil keputusan tersebut guna mempermudah proses pemeriksaan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Rahmady sebelumnya dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh advokat dari Kantor Hukum Eternity Global Lawfirm Andreas.
Andreas menyebut ada kejanggalan pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Rahmady.
Dugaan tersebut bermula dari kerja sama antara perusahaan istrinya Margaret Christina dengan Wijanto Tirtasana, klien Andreas, sejak tahun 2017. Kerja sama tersebut berkaitan dengan ekspor impor pupuk.
Rahmady memberikan pinjaman uang senilai Rp7 miliar kepada Wijanto dengan syarat menjadikan Margaret sebagai komisaris utama dan pemegang saham sebesar 40 persen.
Baca juga: Kemenkeu bebas tugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta
Namun, Wijanto mengaku menerima ancaman dari Rahmady dan istrinya soal uang pinjaman. Andreas sebagai kuasa hukum Wijanto kemudian menelusuri kasus itu, yang berujung pada temuan mengenai LHKPN Rahmady.
Berdasarkan hasil penelusurannya, Rahmady melaporkan harta sebesar Rp3,2 miliar pada tahun 2017. Pun demikian pada tahun 2022, harta yang dilaporkan Rahmady hanya sebesar Rp6,3 miliar, sementara jumlah pinjaman yang diberikan kepada kliennya mencapai Rp7 miliar.
Selain melaporkan ke KPK, Andreas juga menyambangi Kementerian Keuangan untuk meminta kepastian hukum.
"Kedatangan kami bukan karena ada masalah dengan instansi negara, tetapi setelah kami pelajari kasusnya, ada kejanggalan LHKPN. Ini sebenarnya ranah personal, tetapi setelah melihat ada kejanggalan, sebagai warga negara yang baik, kami mencoba melaporkan tindakan ini," jelas Andreas di Kementerian Keuangan, Senin (13/5).