Jakarta (ANTARA) -
Kementerian Agama menilai generasi Z memiliki peran penting dalam menjaga moderasi beragama di Indonesia, mengingat kecakapan digital dan semangat inklusivitas generasi ini menjadikannya aset berharga dalam menyebarkan nilai-nilai toleransi.
"Pentingnya Generasi Z sebagai agen moderasi beragama tidak bisa dipungkiri. Anak muda zaman sekarang sangat ingin menjadi toleran dan dekat dengan teknologi. Ini sangat relevan dengan karakteristik Generasi Z yang fleksibel, mudah beradaptasi, dan sangat akrab dengan dunia digital," ujar Direktur GTK Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Thobib Al Asyhar dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Pernyataan Thobib ini disampaikan pada forum diskusi Rembuk Ide yang diselenggarakan El-Bukhari Institute bekerja sama dengan Islami.co.
Menurut Thobib, sebagai generasi yang tumbuh di era digital, Generasi Z memiliki akses yang sangat luas terhadap informasi. Namun, kemudahan akses ini juga membawa tantangan, yaitu potensi terpaparnya informasi yang tidak benar atau bahkan provokatif.
Baca juga: Wuling Air EV jadi mobil listrik favorit di kalangan gen Z
"Generasi Z perlu diajarkan untuk berpikir kritis dan menyaring informasi yang mereka dapatkan," kata dia.
Meski demikian, sisi positif dari kecakapan digital generasi Z adalah kemampuan mereka dalam mengelola informasi dengan cepat dan efektif. Hal ini memungkinkan mereka untuk menjadi jembatan penghubung antar berbagai kelompok masyarakat, termasuk kelompok agama yang berbeda.
"Generasi Z dapat memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan dan toleransi," kata Thobib.
Baca juga: Telaah - Tiket Gen Z untuk jadi Presiden RI 2029
Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Savic Ali menyoroti pentingnya generasi Z sebagai fokus utama dalam pengembangan moderasi beragama.
Menurut dia, dengan kemudahan akses informasi melalui teknologi digital, Gen Z memiliki potensi besar untuk memiliki pandangan yang inklusif terhadap berbagai informasi, termasuk informasi keagamaan.
"Namun, di sisi lain, mereka juga rentan terhadap informasi yang tidak benar jika tidak bersikap kritis," kata dia.
Savic Ali menjelaskan bahwa secara umum praktik keagamaan Gen Z adalah moderat. Namun, ia mengamati peningkatan perdebatan agama yang sengit di kalangan Gen Z di dunia maya.
Fenomena ini, menurutnya, merupakan cerminan dari pencarian identitas dan ruang ekspresi bagi generasi muda. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mendampingi Gen Z agar mampu beragama dan berinteraksi di dunia digital dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moderasi.
Baca juga: Gen Z di Asia Tenggara jadikan ponsel sebagai pusat hiburan
"Generasi Z secara umum moderat, tapi masalahnya usil, ciri zaman ini, komen di media sosial," kata dia.
Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Depok Rida Hesti Ratnasari mengatakan perebutan pengaruh terhadap generasi muda di kalangan kelompok Islam semakin intensif.
Kelompok Islam kiri dan kanan sama-sama giat menarik minat generasi muda untuk bergabung dengan jaringan mereka. Persaingan ini menunjukkan betapa strategisnya kalangan muda dalam peta politik Islam saat ini.
Rida Hesti menambahkan bahwa kondisi ini membuat remaja rentan terhadap berbagai pengaruh dan ideologi yang berpotensi memecah belah.
Berbagai upaya dilakukan oleh kedua kelompok untuk menarik simpati generasi muda, mulai dari penyampaian narasi yang menarik hingga pemanfaatan teknologi digital.
"Remaja saat ini berada di tengah-tengah tarik-menarik antara berbagai ideologi," ujar Rida.
Baca juga: Ganjar sebut Gen Z jadikan ekonomi Indonesia terbesar ke-4 dunia
"Pentingnya Generasi Z sebagai agen moderasi beragama tidak bisa dipungkiri. Anak muda zaman sekarang sangat ingin menjadi toleran dan dekat dengan teknologi. Ini sangat relevan dengan karakteristik Generasi Z yang fleksibel, mudah beradaptasi, dan sangat akrab dengan dunia digital," ujar Direktur GTK Madrasah Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Thobib Al Asyhar dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Pernyataan Thobib ini disampaikan pada forum diskusi Rembuk Ide yang diselenggarakan El-Bukhari Institute bekerja sama dengan Islami.co.
Menurut Thobib, sebagai generasi yang tumbuh di era digital, Generasi Z memiliki akses yang sangat luas terhadap informasi. Namun, kemudahan akses ini juga membawa tantangan, yaitu potensi terpaparnya informasi yang tidak benar atau bahkan provokatif.
Baca juga: Wuling Air EV jadi mobil listrik favorit di kalangan gen Z
"Generasi Z perlu diajarkan untuk berpikir kritis dan menyaring informasi yang mereka dapatkan," kata dia.
Meski demikian, sisi positif dari kecakapan digital generasi Z adalah kemampuan mereka dalam mengelola informasi dengan cepat dan efektif. Hal ini memungkinkan mereka untuk menjadi jembatan penghubung antar berbagai kelompok masyarakat, termasuk kelompok agama yang berbeda.
"Generasi Z dapat memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan nilai-nilai kebaikan dan toleransi," kata Thobib.
Baca juga: Telaah - Tiket Gen Z untuk jadi Presiden RI 2029
Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Savic Ali menyoroti pentingnya generasi Z sebagai fokus utama dalam pengembangan moderasi beragama.
Menurut dia, dengan kemudahan akses informasi melalui teknologi digital, Gen Z memiliki potensi besar untuk memiliki pandangan yang inklusif terhadap berbagai informasi, termasuk informasi keagamaan.
"Namun, di sisi lain, mereka juga rentan terhadap informasi yang tidak benar jika tidak bersikap kritis," kata dia.
Savic Ali menjelaskan bahwa secara umum praktik keagamaan Gen Z adalah moderat. Namun, ia mengamati peningkatan perdebatan agama yang sengit di kalangan Gen Z di dunia maya.
Fenomena ini, menurutnya, merupakan cerminan dari pencarian identitas dan ruang ekspresi bagi generasi muda. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mendampingi Gen Z agar mampu beragama dan berinteraksi di dunia digital dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moderasi.
Baca juga: Gen Z di Asia Tenggara jadikan ponsel sebagai pusat hiburan
"Generasi Z secara umum moderat, tapi masalahnya usil, ciri zaman ini, komen di media sosial," kata dia.
Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Depok Rida Hesti Ratnasari mengatakan perebutan pengaruh terhadap generasi muda di kalangan kelompok Islam semakin intensif.
Kelompok Islam kiri dan kanan sama-sama giat menarik minat generasi muda untuk bergabung dengan jaringan mereka. Persaingan ini menunjukkan betapa strategisnya kalangan muda dalam peta politik Islam saat ini.
Rida Hesti menambahkan bahwa kondisi ini membuat remaja rentan terhadap berbagai pengaruh dan ideologi yang berpotensi memecah belah.
Berbagai upaya dilakukan oleh kedua kelompok untuk menarik simpati generasi muda, mulai dari penyampaian narasi yang menarik hingga pemanfaatan teknologi digital.
"Remaja saat ini berada di tengah-tengah tarik-menarik antara berbagai ideologi," ujar Rida.
Baca juga: Ganjar sebut Gen Z jadikan ekonomi Indonesia terbesar ke-4 dunia